Share

Perlahan

*****HAPPY_READING*****

Chika marah karena Clara berkata seperti itu.

"Mas, kenapa kamu bawa dia kesini?"

"Emang kenapa? Dia pacarku, terserah aku. Sementara kamu? Hanya istri di atas kertas!" jawab Devan.

"Jaga ucapanmu, Mas!" bentak Chika.

Devan berjalan beberapa langkah ke arah Chika, "Berani sekali kamu bentak saya!"

"Mm...maaf, Mas." Chika tertunduk lesu tak bisa meluapkan emosinya lagi.

"Kamu gak sadar? Kamu itu siapa? Dari kalangan mana?" tanya Devan dengan nada tinggi.

"Noh, denger! Lo tuh sangaaat jelas berbeda kelas!" timpal Clara.

Akhirnya, Chika berlari dari ruangan itu. Dia berlari menemui Anita, sahabatnya.

"Chika, kenapa?" tanya Anita khawatir.

Hito yang sedang membereskan piring pun segera mendekati Chika dan Anita.

"Chik," kata Anita.

Chika menangis, "Hiks...Hiks...Aku gak tahan sama perlakuan mereka," ucap Chika.

"Kamu yang sabar," kata Anita.

"Anita, Chika kenapa? Kok nangis?" tanya Hito saat datang menemui mereka.

Anita menceritakan tentang rumah tangga Chika dan Devan. 

Hito emosi dan terlihat sangat marah, "Harusnya Pak Devan nolak waktu itu! Buat apa dia nikahin lo, Chik, kalau hidup lo menderita!" tegas Hito menatap kedua bola mata Chika.

"Udah, kalian jangan khawatirin aku. Aku baik-baik aja, aku pasti bisa hadapin dan lewatin semua ini sendiri. Please, kalian jangan bilang ke Oma masalah ini, aku gak mau Oma kefikiran," kata Chika masih beruraian air mata.

"Tapi, Chika..."

"Nit, percaya aku 'kan?" potong Chika.

"Ya udah iya, aku percaya kamu bisa dan kuat hadapin semua ini."

Hito masih berfikiran tentang Chika, "Andai aja dulu gue bisa duluan mengungkapkan perasaan gue ke lo, pasti gue akan buat lo bahagia. Walau gue orang gak punya, tapi di dasar hati gue gak pernah ada niat untuk mempermainkan perasaan wanita," batinnya.

Chika memutuskan untuk membantu para karyawannya. Dia tak mau melihat kemesraan Devan dan Clara di ruangannya. Walaupun Chika harus mengalah, dia tak ingin rumah tangganya berantakan dan berakhir begitu saja. Apalagi rumah tangga mereka baru berjalan beberapa hari.

***

Jam makan siang sudah tiba. Chika mengajak Anita dan Hito makan siang bersama. Mereka senang karena Chika masih baik dan tak berubah kalau dia sudah dinikahi oleh orang kaya, yaitu Boss-nya.

Devan dan Clara berjalan keluar. Mereka sengaja bermesraan di depan Chika yang sedang berdiri di luar Restaurant.

"Sayaaang, aku mau kalung itu yaaa?" rengek Clara dengan suara manja.

"Yang mana, Baby?"

"Itu sayang yang baru keluar, harganya cuman 10juta doang kok."

Devan mengangguk.

Clara bahagia dan menoleh ke arah Chika, "Makasih, sayang. Kamu pacar aku yang paling baik deh," kata Clara tersenyum.

Devan membukakan pintu mobilnya dan Clara masuk sambil melirik sinis ke arah Chika. Devan sama sekali tak menganggap kalau Chika ada disana. Dia hanya mengistimewakan Clara.

"Sabar, Chik. Semoga suatu saat Pak Devan akan berubah," kata Anita mengusap bahu Chika.

"Mana bisa berubah? Pak Devan udah keterlaluan sama lo, Chik. Masa lo diem aja?" ucap Hito.

Chika tersenyum, "Percaya deh, semua akan indah pada waktunya. Walau sekarang aku harus menderita, tapi nanti akan bahagia kok," lirihnya.

Hito menaikkan kedua alisnya, mereka pun makan siang bersama.

***

Devan dan Clara sudah sampai di Resto termewah. Ya! Mereka selalu mencari Resto lain, padahal Devan mempunyai sebuah Resto.

"Hmmm, sayang, kenapa kamu gak menceraikan dia?" tanya Clara.

"Sayang, kamu dengerin aku. Walau aku nikah sama dia, tapi aku tetap mencintai kamu. Ini semua hanya karena Oma, andai aja kamu datang pas hari itu, pasti kamu yang akan bersama aku," jawab Devan.

"Tapi, aku belum siap nikah sayang. Kamu janji 'kan gak akan tinggalin aku?" tanya Clara.

Devan memegang tangan Clara, "Iya, sayang. Aku janji akan selalu ada buat kamu."

Makanan yang mereka pesan pun sudah datang. Tanpa perasaan bersalah, Devan menyuapi Clara dengan sangat romantis. Bahkan, dia sudah tak mempedulikan perasaan Chika.

Sementara Chika bersama Hito dan Anita, raut wajahnya masih memancarkan kesedihan.

Chika melamun, "Apa selamanya Mas Devan gak akan pernah mencintai aku? Tapi, aku harus tetap ada untuknya. Di dalam hidupku, pernikahan itu sekali seumur hidup," ucapnya dalam hati.

"Chik, makan tuh, masa cuman dimainin doang," kata Hito.

"Iya, kamu jangan terlalu mikirin Pak Devan deh."

"Iya, To, Nit, aku makan kok," kata Chika ngeles.

Hito tak tega melihat kesedihan di wajahnya Chika. Dia ingin melakukan sesuatu agar Chika bahagia.

"Walau gue gak bisa milikin lo, tapi gue akan buat lo bahagia, Chik. Semoga ini berhasil dan bisa membuat lo bahagia dengan Pak Devan," ucap Hito dalam hati.

Selesai makan siang, Chika langsung membayar semuanya. Hito dan Anita mengucapkan terima kasih kepada sahabatnya yang kini menjadi Bu Boss-nya juga.

"Kayaknya aku pulang duluan deh," kata Chika.

"Ya udah, Chik. Aku liat kamu kecapean juga," ujar Anita tersenyum.

"Hati-hati yaa, Chik?" ucap Hito.

"Iya, To, Nit."

Chika menaiki mobil dan Mang Ujang melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Di dalam mobil, Chika tampak melamun.

"Non Chika, kenapa?" tanya Mang Ujang.

"Gapapa, Mang."

Mang Ujang kini sudah tahu tentang rumah tangga majikannya. Dia tau kalau Devan tak pernah menginginkan Chika, tapi Mang Ujang hanya diam tak mau mencampuri urusan rumah tangganya.

Sesampainya di rumah, Chika langsung mandi untuk membersihkan badannya dan menghilangkan mata sembabnya karena menangis. Di bawah shower, Chika menangis lagi.

**

Sudah satu jam Chika berada di kamar mandi. Dia lama karena menangis disana. Selesai meluapkan kesedihannya, Chika keluar dan memilih pakaian yang pantas dan terlihat cantik di mata Devan.

"Aku harus bertahan, ini gak seberapa, kamu harus kuat, Chika!" kata Chika menyemangati dirinya sendiri.

Ceklek! Pintu kamarnya terbuka ketika Chika masih berhias di depan cerminnya.

Chika menoleh, "Oma?"

"Hay, Chikaku sayang." Oma segera mendekap tubuh Chika yang ideal.

"Oma, kapan kesini? Kok aku gak tau kalau ada Oma?" 

"Oma baru aja nyampe sini. Hmmm, Oma mau nginep disini deh," kata Oma duduk di ranjang.

"Tentu dengan senang hati, Oma. Bahkan, kalau Oma mau tinggal disini pun, Chika akan bahagia," kata Chika dengan mata yang berbinar-binar.

Oma memang sengaja menginap disana untuk membuat Chika dan Devan dekat. Oma juga ingin menghibur Chika.

"Walau kamu gak banyak cerita, tapi Oma tau perasaan sesungguhnya. Oma tau, Devan gak pernah ada buat kamu, Chika. Tapi, Oma yakin kamu adalah istri terbaik buat Devan. Oma lakukan ini semua demi kebahagiaan kalian. Untung saja Hito memberi tau Oma tentang kelakuan Devan, kalau enggak, pasti Oma gak akan tau," ucap Oma dalam hati.

Oma pun mengajak Chika untuk memasak bersama. Chika menuruti dan bahagia karena ada Oma di rumahnya.

"Bik," ucap Chika.

"Ehh, ada Oma," kata Bik Jumi mencium tangan Oma Tri.

"Gimana? Kamu betah 'kan disini, Jum?" tanya Oma.

"Betah banget, Oma. Apalagi Non Chika baiiik banget, sampe dia gak mau dipanggil Ibu," kata Bik Jumi.

"Oh, syukurlah. Bahan-bahan dapur masih lengkap 'kan?" tanya Oma melihat sekeliling dapur.

"Masih, Oma. Jumi baru belanja tadi pagi," kata Bik Jumi.

"Oh, ya udah saya sama Chika mau masak."

"Iya, Oma. Saya permisi ke belakang dulu," kata Bik Jumi.

Chika dan Oma memulai menyiapkan bahan-bahan yang akan dimasak. Chika sudah biasa memotong bawang merah sampai dia mengeluarkan air mata.

"Chika nangis?" tanya Oma.

"Iya, Oma. Gara-gara ini," kata Chika mengacungkan irisan bawang merah.

"Haduh, ada-ada aja, Chika. Hmmm, tapi emang yaa bawang merah tuh selalu bikin nangis. Tapi, kalau gak ada bawang merah rasanya gak akan lengkap. Kamu tau kenapa?" tanya Oma bercerita.

Chika menggelengkan kepalanya, "Gak tau, Oma."

"Itu sebabnya di dalam hidup juga pasti ada bahagia dan sedih. Kalau bahagiaaaa terus, gak ada sedihnya juga kan gak enak yaa? Kalau sediiiiih terus juga 'kan gak mungkin. Jadi, ibaratnya sedih itu menjadi pelengkap dalam hidup. Agar kita selalu mensyukuri apapun itu disaat kita bahagia," kata Oma tersenyum.

"Wah, bener Oma. Sama kayak hidup aku, setelah orang tua aku pergi, aku mendapatkan banyak pelajaran dalam hidup ini. Dulunya aku manja banget, tapi setelah semuanya hilang aku dituntut untuk mandiri hingga saat ini. Tapi, aku bersyukur akhirnya aku dipertemukan sama Oma yang baik banget, kayak Mami dan Papi aku," kata Chika lalu memeluk tubuh Oma, dia teringat kembali kedua orang tuanya.

Oma terharu mendengar kisah hidup Chika yang dituntut untuk berdiri padahal dia belum mampu. Tapi, Chika bisa menunjukkan kalau dia adalah wanita tangguh.

"Aduh, duh, baju Oma jadi bau bawang deh," ledek Oma.

"Ehh, maaf Oma, gak sengaja," ucap Chika melepaskan pelukannya dan tertawa.

"Nah, gitu dong. Kamu harus tertawa, jangan nangis lagi. Cukup bawang aja yang bikin nangis, jangan yang lain," kata Oma.

Mereka melanjutkan memasak untuk makan malam bersama. Jangan ditanya lagi, Chika juga sekarang mahir memasak. Semenjak di kontrakkan, dia belajar memasak walau liat dari HP.

"Akhirnya, selesai juga," kata Chika.

Bik Jumi membantu menyiapkan makanannya ke meja makan.

Devan sudah pulang dan kaget karena mengetahui ada Oma di rumahnya.

"Hmmm, jangan-jangan Chika ngaduin kelakuan saya! Jangan sampe deh," ucap Devan dalam hati.

Dia berjalan ke arah Oma dan Chika.

"Oma? Kok ada disini?" tanya Devan.

"Emang Oma gak boleh disini?" tanya Oma balik.

Devan mencium tangan Oma, sementara Chika berdiri mematung di sebelah Oma.

"Chika, kalau Devan mau berangkat atau pulang kerja, kamu wajib mencium tangan Devan. Karena, kamu istrinya Devan. Kamu juga Devan, kamu harus mencium kening istri kamu, agar rezeki kamu semakin lancar dan berkah," nasehat Oma.

Devan menatap tajam Chika. Selama mereka menikah, Devan tak pernah melirik Chika. Jangankan menyentuh, melirik pun sepertinya tak pernah dilakukan oleh Devan.

"Eh, Mas, udah pulang," ucap Chika meraih tangan Devan.

"Nah, kamu cium kening istrimu," kata Oma.

Devan masih diam, dia tak mau melakukan itu.

Chika mundur beberapa langkah dari Devan, "Oma, Mas Devan malu kalau diliatin Oma. Biasanya Mas Devan juga cium kening aku kok," kata Chika terpaksa berbohong untuk menutupi semuanya.

"Aduh, masa masih malu, 'kan udah suami istri," ucap Oma tertawa.

"Ih, Oma jangan gitu ah. Lagian aku juga malu kalau diliatin sama Oma," kata Chika tersenyum.

"Ya udah, aku mau mandi dulu," kata Devan.

"Sini, Mas, tasnya biar aku yang simpan dan juga jas kamu aku masukkin ke mesin cuci langsung," ucap Chika meraih tas dan membantu Devan membuka jas hitam yang melekat di tubuhnya.

"Mas Devan, jangan lupa masuk ke kamar di ruang atas," bisik Chika.

Devan tak menghiraukan ucapan Chika, dia langsung menuju ke lantai dua. Chika mengikutinya dari belakang untuk menyimpan tas Devan.

"Kenapa kamu malah ngikutin saya?" tanya Devan ketika sampai di kamar.

"Ssstttt, Mas, aku mau taro tas ini. Aku gak mau Oma sedih dan tau kalau selama ini kamu tidur di kamar bawah," jawab Chika dengan nada pelan sekali.

Devan menghadap ke arah Chika, "Jangan kamu fikir, kamu bisa manfaatin situasi ini untuk deket-deket sama saya! Saya gak akan pernah tidur sekamar sama kamu," ucapnya.

"Tapi, Oma mau nginep disini untuk beberapa hari," kata Chika.

"Apa? Oma nginep? Pasti kamu udah ngadu semuanya 'kan? Terus kamu minta Oma nginep disini?" tanya Devan.

"Aku sama sekali gak pernah mengadu apapun sama Oma. Baik atau buruknya perlakuan kamu, kamu tetap suamiku. Aku gak mungkin menceritakan aib suamiku kepada orang lain, apalagi Oma. Mas, kamu boleh membenciku, tapi sampai kapan pun aku tetap akan disini bersama kamu, Mas. Walau kamu mencintai Clara, aku tak mempermasalahkan semua itu, yang aku harapkan kamu bisa menjaga perasaan Oma di depannya, jangan sampai kamu menyakiti dia, Mas," kata Chika lalu keluar dari kamar.

"Chik," kata Oma yang sedang duduk di ruang makan.

"Eh, Oma," ucap Chika menyeka air matanya.

"Kamu kenapa? Kok lama sekali?"

"E...ee...itu Oma, biasalah Mas Devan kalau pulang kerja suka gitu," ucap Chika.

"Gitu apa, Oma gak ngerti?"

"Suka manja pengen dipijit, katanya pegel," ucap Chika terpaksa berbohong lagi kepada Oma.

"Hmmm, syukurlah kalau dia manja sama kamu. Oma akan terus menasehati kalian, agar rumah tangga kalian utuh," ujar Oma.

Devan telah selesai mandi. Dia sudah duduk bersama Oma dan juga Chika.

"Mas, mau makan apa?" tanya Chika berdiri dan mengambil piring.

Devan mematung tak mengerti, karena dia tak pernah memakan makanan di rumah. Dia selalu makan malam bersama Clara sebelum pulang ke rumah.

"Oh, iya, Mas 'kan paling suka ikan yaa? Aku ambilin yaa?" ucap Chika lalu mengambilkan nasi dan ikan bakar yang sudah ada di hadapannya.

"Iya," kata Devan.

Chika menyimpan piring yang sudah ada lauk dan nasinya di depan Devan. 

"Oma, mau apa?" tanya Chika.

"Biar Oma aja yang pilih deh," jawab Oma.

Chika mengambil nasi dan lauknya untuk dirinya sendiri. Chika tau makanan favorit Devan dari Oma. Oma sudah banyak bercerita tentang semuanya kepada Chika.

"Devan, masih manja aja kamu minta dipijitin sama istrimu," sindir Oma.

"Uhuuukk...uhuukkk..." Devan tersedak mendengar perkataan Oma.

Chika segera mengambil segelas minum, "Aduh, Mas ku sayang, hati-hati yaaa kalau makan. Nih minum dulu," ucapnya menyodorkan gelas ke bibirnya Devan.

Chika tersenyum karena Devan mau mengerti apa yang harus dia lakukan di depan Oma.

"Walau ini cuman pura-pura, aku bahagia karena aku bisa menjadi istri kamu dan kamu mau memakan masakan aku," ucap Chika dalam hati.

"Aduh, kalian itu yaa so sweet banget, Oma jadi iri deh," kata Oma tersenyum.

Devan segera mengambil gelasnya sendiri.

"Oh yaa, gimana masakannya enak 'kan?" tanya Oma.

"Enak banget Oma, masakan Oma 'kan gak pernah gak enak. Aku jadi nambah lagi nih," kata Devan spontan.

"Eitss, ini 'kan masakan Chika, istri kamu Devan. Masa kamu gak bisa bedain?" tanya Oma.

Chika melotot ke arah Devan, "Hmmm, Oma kayak gak tau Mas Devan aja, dia tuh suka ledek aku. Padahal nih yaa, Mas Devan lahap banget makan masakan aku. Makanya aku selalu semangat untuk masakkin makanan kesukaan suamiku, Oma."

"Oh, jail banget Devan. Padahal, masakan Chika lebih enak daripada masakan Oma, lho," kata Oma.

Devan tersenyum ke arah Omanya, "Duh, saya harus pura-pura baik di depan Oma? Hmmm, tapi ini demi kebaikan Oma. Lagian saya udah capek ribut masalah yang sama," kata Devan dalam hati.

Mereka melanjutkan makan malam sampai selesai.

"Oma liat, kok pakaian Devan ada di kamar bawah yaa?" tanya Oma.

"Iya, Devan emang tidur..."

"Oh, itu, aku 'kan suka setrikain baju Mas Devan, terus malas kalau harus dibawa ke kamar atas. Jadi, aku simpan aja dulu di kamar bawah. Nanti aku beresin kok, Oma," ucap Chika memotong pembicaraan Devan yang hampir keceplosan.

"Aduh, Chika kamu itu udah cantik, baik dan juga rajin. Oma gak salah pilih istri buat Devan," puji Oma.

Devan merasa geli mendengar pujian Oma kepada Chika. Walau begitu, Devan tak bisa mencintai Chika.

"Hoooaaamm, Oma udah ngantuk, Oma tidur duluan yaa?" kata Oma.

"Oma tidur dimana?" tanya Devan.

"Di kamar ini," tunjuk Oma.

"Tapi, Oma..."

"Oh yaa, Oma, Good night, have a nice dream," kata Chika menoleh ke hadapan Oma.

Devan merasa kesal karena dia harus tidur bersama Chika.

"Ya sudah, Mas. Aku juga mau tidur," kata Chika.

"Terserah."

Chika menaiki tangga dan menoleh ke arah Devan, "Mas, Mas, aku yakin,suatu saat kamu akan mencintai aku dan meninggalkan wanita itu," ucapnya.

Devan melihat Chika yang sedang memperhatikannya. Chika segera berjalan lagi karena dia tak mau mendapat semprotan lagi dari Devan.

Chika segera merebahkan dirinya di atas kasur dan tertidur lelap.

*

Pada saat tengah malam, sekitar pukul 01.00, Chika terjaga dari bangunnya. Dia melihat ke arah kiri dan kanan.

"Mas Devan tidur dimana, yaa?" ucap Chika.

Chika berjalan dan menemukan Devan tertidur di bawah kasurnya, tepatnya di lantai. Dia hanya menggunakan kasur busa disana.

"Mas, malah tidur di bawah. Hmmm, apa kamu segitu bencinya sama aku?" ucap Chika menyelimuti Devan dengan selimutnya.

Tanpa disadari, Devan mengigau, "Clar, sayang, aku janji kita akan nikah," ucapnya pelan.

"Iuuuww sampe terbawa mimpi gitu," kata Chika memutar kedua bola matanya.

"Ra, siniiii," ucap Devan menarik tangan Chika. Dia fikir Chika itu Clara.

Bug! Chika terjatuh tepat di atas dadanya Devan. Dia mengelus rambutnya, wajahnya dan memeluk tubuh Chika.

"Andaikan kamu memperlakukan aku seperti ini," lirih Chika.

Chika tak ingin melewatkan moment itu, dia tetap berada di pelukan Devan.

_____

Hari sudah pagi, Chika terbangun dan langsung pindah ke atas kasur lagi. Dia bahagia karena sudah dipeluk oleh suaminya, walaupun saat Devan sedang tak sadarkan diri. Chika kini mulai menyusun rencana untuk membuat Devan jatuh cinta kepadanya. Dia akan menjadi cewek yang manja dan juga perhatian kepada Devan.

"Kalau aku diem, cuek dan tak perhatian ke Mas Devan, aku pasti akan kalah. Hmmm, lebih baik aku coba dengan cara itu," kata Chika tersenyum-senyum.

Chika segera mandi.

Di bawah, Oma sudah duduk di ruang makan untuk menunggu sarapan.

Devan terbangun dan dia langsung ke kamar mandi.

"Aaaaaaaaaa!!!" teriak Devan dan Chika.

Chika lupa mengunci pintu kamar mandinya, sehingga Devan langsung membukanya.

Devan segera pergi keluar dan masuk ke dalam kamar mandi bawah. Sementara, Chika langsung mengunci pintu kamar mandi. Dia lupa kalau Devan ada di kamarnya. Selama ini, dia tak khawatir kalau dia sedang berada di dalam toilet, makanya Chika tak pernah mengunci pintunya.

Chika dan Devan bersamaan menuju ke ruang makan. Mereka saling melirik dan Chika tersenyum tapi diacuhkan.

"Oma denger, kalian teriak, tadi ada apa?" tanya Oma.

"Enggak, Oma!" jawab Chika dan Devan bersamaan.

"Ekhm, kalian tuh lucu banget deh, cocok pokoknya," kata Oma dengan nada gemas.

Chika menatap ke arah Devan dan teringat kejadian tadi di kamar mandi. Chika malu karena dirinya sedang mandi dan menghadap ke pintu.

"Hmm, padahal udah suami istri, tapi aku masih canggung kepada Mas Devan. Tapi, aku harus bisa memperhatikan Mas Devan, ngasih dia perhatian lebih dan membuatnya jatuh hati kepadaku," kata Chika dalam hati.

Mereka pun sarapan bersama.

"Ujang, sekarang kamu temenin saya ke Mall yaa?" ucap Oma ketika Mang Ujang lewat.

"Baik, Oma."

"Tapi, gimana sama Chika, Oma?" tanya Devan.

"Kan bareng sama kamu. Biasanya kalian berangkat bareng 'kan?" tanya Oma.

"Oh, iya Oma. Mas Devan tuh suka lupa kalau selalu berangkat bareng sama aku," ucap Chika dengan cepat.

Lagi-lagi Devan tak bisa berkutik, dia harus membuat Oma bahagia dengan pura-pura baik kepada Chika. Padahal hatinya sangat bertolak belakang dengan ucapan Chika.

"Oma, kita pamit dulu yaa," kata Chika mencium tangan Oma.

"Kalian hati-hati yaa? Dan, kondisikan Restonya agar rame terus," ucap Oma.

"Pasti, Oma," kata Devan.

Chika mendekati Devan, dia menggandeng tangan Devan.

"Mas, jangan lepasin," bisik Chika.

Devan menuruti permintaan Chika sampai di depan rumah, "Udah lepasin!" bentak Devan.

"Sssttt, Mas Devan jangan keras-keras, nanti Oma denger gimana?"

"Iya, tapi kamu bisa naik taxy 'kan?" tanya Devan.

Oma berjalan keluar dan melihat Chika masih di depan bersama Devan.

"Ekhm, kalian belum jalan?" tanya Oma.

Chika dan Devan menengok ke belakang. Chika segera meraih tangan Devan agar terlihat mesra di depan Oma.

"Nih, kita mau berangkat, iya 'kan, Mas?" tanya Chika.

"Iya, ayo," ajak Devan.

Devan membuka pintu mobilnya dan Chika masuk. Untuk pertama kalinya, Chika menaiki mobil mewah milik Devan. 

"Andai semuanya seperti ini, pasti aku bahagia sekali, Mas," ucap Chika.

Di dalam perjalanan, mereka hanya diam-diaman. Chika pun berusaha mengajak ngobrol Devan, tapi Devan tak menggubris perkataannya. Chika pun memilih untuk diam, karena dia memikirkan rencana untuk membuat Devan mencintainya perlahan-lahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status