Share

BAB 8 ~ YESTERDAY

“Sudah? Mari.. akan segera ku antar kau pulang. Ini sudah larut,” ajak Sean lalu berjalan mendekati Keira dengan gaya sok kerennya.

“Iya.. sebentar,” ucap Keira sambil turun dari ranjang anak-anak dengan sangat perlahan, agar mereka tidak terbangun karena pergerakan Keira.

Mereka berjalan bersama, keluar dari asrama menuju ke parkiran belakang. Untuk pergi ke tempat itu mereka harus melewati sebuah lorong yang sedikit gelap, mungkin karena lampunya ada beberapa yang mati karena rusak. Di yayasan itu di setiap sisinya selalu terang, hanya bagian itu saja yang tergelap.

Saat mereka sudah keluar dari bangunan, tempat itupun juga minim penerangan. Entah mengapa, di tempat seperti ini malah banyak lampu yang rusak. Di sekitar parkiran itu terdapat banyak sekali pepohonan yang mengitari, dan juga semak-semak yang sedikit rimbun.

Tepat sebelum mereka memasuki area parkiran, tiba-tiba ada suara seperti pergerakan seseorang di balik semak-semak dekat mereka. Mereka pun langsung menoleh ke asal suara itu dengan was-was. Mereka tampak sedikit khawatir dan wajah Sean yang tampak menahan rasa takut. Suara itu tiba-tiba makin lama makin keras dan yang terakhir sangat mengagetkan. Sean langsung melompat kaget sambil berteriak,

“YA TUHAN, LINDUNGI KAMI DARI SETAN-SETAN KURANG KERJAAN ITU!!!” teriaknya dengan mata tertutup karena takut akan apa yang sedang mengganggu mereka itu.

Tak lama terdengar suara kucing yang mengeong-ngeong seperti sedang kehausan, karena suaranya terdengar sangat serak.

Keira memandang Sean sambil menahan tawanya yang sangat ingin meledak saat itu juga. Saat Sean membuka matanya, ia pun merasa kaget bahwa yang keluar dari semak-semak ternyata hanyalah seekor kucing. Lalu ia melihat Keira yang terlihat sedang menahan tawa, namun sialanya ia tidak bisa menahannya lagi.

“HAHAHA... astaga kau ini penakut sekali! Itu hanya kucing, kau tahu? Perilakumu sangat bertolak belakang dengan otakmu sepertinya. Kukira orang yang pandai akan bersikap lebih berwibawa dan cool. Ternyata aku salah, HAHAHA...” ucap Keira dengan susah payah karena sambil menahan tawa, bahkan mukanya kini berubah warna menjadi kemerahan karena tawa yang sedang berusaha sangat ia tahan.

Sedangkan Sean hanya memandang Keira tak lama lalu berkata,

“Hei.. orang yang pandai sepertiku ini juga memiliki kekurangan,” kata Sean salah tingkah karena malu akan kelakuannya sendiri di depan Keira tadi.

“Kau sangat lucu, aku sampai kesulitan untuk berhenti tertawa sekarang. Astaga.. bagaimana ini?” ujar Keira yang masih terlihat berusaha menahan tawanya, ia selalu terngiang-ngiang kata Sean yang, “setan kurang kerjaan” itu. Padahal Sean sendiri adalah seorang pengangguran.

“Sudahlah, kau ini. Aku merasa sangat malu jika kau seperti itu.. Tolong berhentilah tertawa,” kata Sean dengan nada menyerah.

“Baiklah-baiklah, ma’afkan aku. Aku akan berhenti tertawa,” kata Keira sambil menetralisir tawanya agar mau berhenti.

Tiba-tiba, kucing yang tadi disangka setan oleh Sean mendekat dengan terus mengeong dengan suara yang semakin serak. Sepertinya ia memang benar-benar sedang kehausan. Keira merasa iba.

“Apakah di sekitar sini ada kran atau semacamnya?” tanya Keira pada Sean.

“Di sebelah sana ada ember berisi air yang biasa digunakan untuk menyiram bunga-bunga kecil milik anak-anak,” jelas Sean sambil menunjuk ke sebuah kebun kecil dekat pintu masuk asrama tadi.

Tak lama Keira langsung berlari kecil menuju kesana, dan entah kenapa kucing tadi juga mengikutinya. Mungkin kucing itu berharap diberi sesuatu untuk dapat melegakan tenggorokannya.

Keira sampai di kebun itu, ia melihat banyak sekali ember-ember berisi air yang ditutup sebuah ember lainnya yang berukuran lebih gepeng. Ia segera mengambil air itu di sebuah gelas pelastik kecil yang berada di sampingnya, dan memberikannya pada kucing tadi yang ternyata telah berada di belakangnya.

Sean masih berdiri di tempatnya. Ia memperhatikan semua apa yang dilakukukan oleh Keira. Tak lama setelah Keira memberikan air pada kucing itu, ia berlari kembali menuju Sean untuk segera pulang.

“Ma’af membuatmu menunggu.. Mari kita pulang sekarang,” ajak Keira sambil membersihkan tangannya dari sedikit pasir yang tak sengaja terkena saat mengambilkan air tadi.

“Mari,” kata Sean langsung berjalan menunjukkan jalan menuju motornya.

Motor Sean memang terlihat klasik, namun sepertinya telah banyak dimodifikasi sedemikian rupa hingga terlihat sangat apik. Dan suaranya pun tak terdengar berisik sama sekali, seperti motor matic namun sedikit lebih lembut.

Sean memberikan salah satu helm nya pada Keira, lalu ia segera memakai helm nya sendiri agar bisa segera berangkat. Sebelum Keira naik ke motor, Sean bertanya,

“Rumahmu di mana?”

“Tolong antarkan aku ke rumah sakit di pusat kota saja. Aku akan mengunjungi seseorang disana,” pinta Keira.

“Lalu bagaimana kau akan pulang nanti? Ini sudah larut, dan lagi pula setelah kegiatan hari ini apa kau tidak kelelahan?” tanya Sean yang tiba-tiba merasa khawatir, ia sendiri bingung ada apa dengannya padahal sebelumnya ia tak pernah merasa sekhawatir ini pada orang lain.

“Tak apa. Rumahku dekat dengan rumah sakit itu, aku sangat mengenal daerahnya. Jadi, kau tenang saja. Aku bisa menjaga diri,” jelas Keira.

“Ahh, baiklah..”

Keira pun segera naik ke motor dan mereka pun memulai perjalanan mereka. Mereka melewati gerbang di bagian belakang bangunan itu, seperti yang dikatakan oleh paman Moza saat Keira pertama masuk tadi.

Mereka mulai melewati jalanan besar yang sedikit ramai. Aroma kendaraan dapat mereka hirup saat ini. Anginnya pun terasa sangat dingin karena gerimis yang mengguyur kota sore hingga malam tadi.   

Keira merasa sedikit kedinginan karena baju yang dikenakannya tidak terlalu tebal, dan juga bagian lengannya yang terus di biarkannya terbuka karena tragedi kopi panas tadi membuatnya sedikit perih jika tergesek oleh baju.

“Apakah kau kedinginan?” tanya Sean yang melihat Keira melipat tangannya serta menggesekkan telapak tangannya pada lengan bagian atas itu melalui kaca spion.

“Lumayan sih,” jawab Keira sambil mendekatkan kepala pada Sean agar ia dapat mendengar suaranya dan Keirapun dapat mendengar suara Sean dengan jelas juga.

“Sama.. Aku juga kedinginan,” ucap Sean yang memang hanya memakai baju kaos yang sedikit tipis sambil terus fokus menyetir.

“Iya, terus manfaat dari pertanyaanmu itu apa?” tanya Keira.

“Tidak ada sih, aku hanya ingin berbicara padamu. Karena dari tadi kita hanya diam saja, aku bisa mengantuk karena itu, hahaha....”

“Ahh, benarkah? Lalu aku harus bagaimana agar kau tidak mengantuk? Bisa berbahaya kalau sampai kau tertidur di jalan,” tanya Keira bingung karena pernyataan Sean barusan.

“Emm, bagaimanma kalau kau menceritakan sebuah lelucon? Jika aku tertawa dijamin aku tidak akan mengantuk sampai tiba ditempat nanti,” suruh Sean mencoba mengerjai Keira. Karena sebenarnya Sean bukan orang yang mudah mengantuk, sedari tadi ia berbohong pada Keira.

“Aku bukan orang yang bisa membuat lelucon seperti itu. Sepertinya yang bisa melakukan hal seperti itu adalah kau sendiri,” kata Keira.

“Astaga, bagaimana ini aku bisa mengantuk nanti,” ujar Sean sambil menahan tawa dengan melipat bibirnya. Astaga menyenangkan sekali mengerjai gadis itu, batin Sean.

“Tapi aku bisa sedikit bernyanyi, apakah dengan itu bisa menghilangkan kantuk mu?” tanya Keira karena mendapatkan sebuah ide.

“Mungkin. Kau coba saja dulu.” 

Lalu Keira mencoba mulai bernyanyi, awalnya ia memang kurang percaya diri dan canggung. Namun setelah beberapa saat, ia menyanyikan lagu kesukaanya waktu kecil bersama kakaknya itu dengan percaya diri. Saat itu ia tak sadar ada sedikit sekali air mata yang mulai merembes di ujung matanya. Karena setiap lirik lagu itu mengingatkannya pada sosok kakaknya saat masih selalu ada untuk keira dan menemaninya dahulu. Ia sudah sering mendengarkan lagu ini, tapi entah kenapa saat ia menyanyikannya kali ini terasa sangat mendalam.

Yesterday – The Beatles.

“Sepertinya aku mengenal lagu ini,” ujar Sean dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status