Mereka tiba di rumah sakit. Keira menuruni motor sambil membuka helm yang dipakainya tadi lalu memberikannya pada Sean.
“Terimakasih banyak karena telah mengantarkanku sampai ke sini dengan selamat.”
“Sama-sama gadis tomat. Tapi omong-omong suaramu tadi lumayan,” kata Sean sambil menggantungkan helm yang diberikan Keira tadi ke jok bagian depan.
“Kau tidak perlu meledekku seperti itu, aku bisa sadar diri kok. Dan ya, untuk sebutan gadis tomat itu, lumayan lucu. Aku hampir saja tertawa lagi karena kau hari ini,” kata Keira dengan ekspresi yang entah, sangat sulit diartikan oleh Sean.
“Aku serius, suaramu sama sekali tidak buruk. Dan lagu tadi,.. apa judulnya?” tanya Sean yang penasaran karena merasa seperti pernah mendengarnya sebelumnya.
“Terima kasih, judul lagunya Yesterday-The Beatles. Aku pergi dulu,” jawab Keira dengan tersenyum tipis sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi.
Keira berjalan masuk menuju dalam rumah sakit. Sedangkan Sean masih di sana menunggu sampai Keira benar-benar masuk dan akan segera pergi setelahnya.
“Astaga, lagi-lagi aku lupa bertanya siapa nama gadis tomat itu. Tapi sepertinya ia senang-senang saja ku panggil dengan sebutan itu,” batin Sean yang lagi-lagi lupa untuk sekedar bertanya siapa nama Keira.
Sean menyalakan motornya, ia mulai menjalankan motornya keluar dari area rumah sakit itu. Lalu, tiba-tiba ia teringat akan seseorang. Seseorang yang menjadi alasannya untuk segera pulang ke negara ini, meskipun ditentang oleh banyak orang. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah seseorang itu terlebih dahulu sebelum benar-benar kembali ke asrama yayasan.
“Rumahnya masih di sekitaran sini, setidaknya aku harus mampir dulu. Siapa tahu aku dapat bertemu dengan mereka,” ujar Sean pada dirinya sendiri sambil terus mengendarai motornya dengan fokus.
Sean sudah sampai di dekat rumah orang yang ingin ia tuju, ia menghentikan motornya sedikit lebih jauh dari tempat itu karena melihat sebuah mobil hitam besar yang mewah masuk kedalam sana. Sean mulai mendekat untuk melihat siapa yang baru saja datang.
Ia melihat beberapa orang di sana, satpam serta pelayan dan juga seseorang yang berada di dalam mobil tadi telah keluar. Mereka tampak asing sekali. Ia ingat, dahulu pelayan dan satpamnya bukanlah mereka. Sean berpikir bahwa, mungkin orang yang dicari-cari nya selama ini sudah tidak menempati rumah itu lagi.
Lalu ia pergi pulang menuju asrama dari tempat itu dengan sedikit kecewa, ia bingung harus mencari kemana lagi.
--------------------
Keira memasuki kamar Rega. Ia terlihat sudah terlelap, sangat tenang. Keira menghampiri ranjang kakaknya itu dengan menggeser sebuah kursi disampingnya, agar bisa mendekat kearah kakaknya. Ia memegang dan mengelus tangannya dengan lembut. Tak terasa tiba-tiba air matanya lolos mengalir begitu saja dari pertahanannya. Entah mengapa setiap ke sini rasanya mudah sekali untuk menangis bagi Keira.
Keira mengusap air matanya pelan, lalu menyenderkan kepalanya ke bahu kakaknya itu dan mulai memejamkan matanya sejenak. Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu di kepalanya, ia mendongak dan melihat bahwa itu adalah tangan kakaknya yang sedang mengelus kepalanya dengan lembut. Rega membuka matanya perlahan
“Sudah larut, kau tidak pulang Kei?” tanyanya dengan suara yang sangat lemah seperti biasa.
“Aku baru saja sampai di sini, kak. Mengapa kau mengusirku?” rengek Keira sambil mendudukkan kembali tubuhnya.
“Bukan begitu, kau pasti lelah hari ini karena baru bisa mengunjungiku jam segini. Kalau sekiranya sudah larut seperti ini harusnya kau pulang saja, Kei. Kalau papa mama tahu kau pulang selarut ini mereka pasti tidak akan senang.”
“Biarkan saja, kak. Aku tidak peduli. Mereka saja mana pernah mau peduli dengan kita? Kau tidak perlu khawatir,” ujar Keira dengan nada yang sedikit kesal.
Eantah mengapa jika menyangkut orangtuanya, Keira langsung kesal sendiri dibuatnya.
“Tapi setidaknya pikirkanlah dirimu sendiri, Kei. Kau pasti kelelahan hari ini.”
“Iya-iya, habis ini Keira pulang. Hari ini memang cukup melelahkan, kak. Tapi aku sangat senang. Karena bertemu dengan banyak anak-anak yang menggemaskan, di sana ramai sekali. Seperti yang ku ceritakan kemarin, hari ini aku pergi berlatih untuk persiapan kontes yayasan panti asuhan. Di sana sangat menyenangkan, aku makan malam bersama mereka semua dan...............” curhat Keira panjang lebar pada Rega dengan nada penuh kegembiraannya.
Sean mendengarkan adiknya tersebut sambil tersenyum, melihat adiknya bisa merasakan kebahagiaan seperti itu membuatnya ikut bisa merasakannya juga.
“Kau pasti sangat lelah hari ini, Kei. Aku senang bisa melihatmu dapat tersenyum seperti ini,” ujar Rega sambil terus memandangi wajah bahagia adiknya tersebut.
“Iya, kak. Aku merasa sangat lelah tapi juga bahagia.”
“Kalau begitu segeralah pulang dan beristirahat. Besok kau harus berangkat kuliah pagi-pagi kan?” suruh Rega.
“Baiklah-baiklah, kak. Aku pulang,” jawab Keira sambil mengerucutkan bibirnya yang manis tersebut.
Keira membereskan barang-barangnya dan melangkah keluar dari kamar.
“Hati-hati di jalan adik kesayangannya kakak,” teriak Rega pada Keira yang sudah melangkah keluar, agar ia bisa mendengarnya.
“Baiklah kakak kesayangannya Keira,” jawab Keira yang tiba-tiba memunculkan kembali kepalanya dari balik pintu untuk melihat kakaknya tersebut.
Setelah itu, Keira langsung berbalik dan melanjutkan langkahnya kembali untuk segera pulang. Jika dipikir-pikir memang sedikit mengerikan juga jika orangtuanya mengetahui ia pulang selarut ini.
Saat Keira masuk ke gerbang besar rumahnya, ia melihat mobil orangtuanya sudah terparkir di halaman. Keira sedikit takut dan khawatir atas apa yang akan terjadi. Karena orangtuanya termasuk orang yang sangat keras. Meskipun mereka sangat tidak peduli atas keberadaannya dan kakaknya, tapi jika mereka sampai melihat keburukan dari apa yang dilakukan anak-anaknya mereka akan tetap marah besar.
Keira membuka pintu dengan sangat pelan, ia tak ingin seorangpun sadar akan kehadirannya saat ini. Perlahan ia melangkah tanpa menghadirkan suara sedikitpun.
Ia mengawasi sekitar dengan awas, sangat hati-hati. Ruang tamu sebesar itu telah terlewati dengan aman terkendali. Lalu tinggal ruang tengah dan di sebelah sanalah tangga menuju kamar Keira berada.
Saat melewati ruang tengah dengan santai, Keira tiba-tiba terkaget karena melihat kehadiran seorang pria yang sedang duduk membelakanginya karena menghadap ke arah tv ruang itu.
Pria itu bukanlah papa Keira, Keira mencoba mendekat. Namun sepertinya orang itu pun sadar akan kehadiran Keira. Ia berbalik lalu menyapa Keira,
“Halo, Keira. Bagaimana kabarmu?” katanya sambil berjalan mendekati Keira.
“Ahh, paman Gio. Kabarku baik. Ada apa kau datang kemari, paman? Papa mama dimana? Aku melihat mobil mereka di depan tadi,” tanya Keira sambil tersenyum sedikit kaku.
“Yang membawa mobil orangtuamu di depan itu aku, Kei. Orangtuamu sedang tidak berada di sini,” kata paman Gio menjelaskan.
“Makanya, rumah terasa sepi sekali. Dan kamar papa mama pun lampunya masih mati seperti tak ada orang,” ujar Keira merasa bingung atas situasi yang sedang terjadi.
Karena paman Gio tiba-tiba datang sendirian ke rumah dengan membawa mobil orangtuanya tanpa hadirnya mereka.
Paman Gio tak biasa berkunjung ke rumah selarut ini. Keira merasa khawatir dengan apa yang akan dilakukan paman Gio sekarang di sini.
“Iya, sebenarnya ada yang ingin kusampaikan padamu, Kei. Ini tentang orangtua mu.”
“Terkutuklah, kau, Setan sialan!” teriak Keira sambil memejamkan mata.“Enak saja setan, dokter tampan seperti ini tidak pantas di sama-samakan dengan setan manapun. Ternyata kau ini juga penakut rupanya,” ujar sang pelaku yang membuat jantung Keira hampir terpental dari asalnya ini.Keira langsung menyadarkan diri, lalu melihat siapa pria di hadapannya saat ini. Dan setelah mengenalinya Keira mulai menarik napas jengah, sambil menampakkan muka yang sangat datar.“Sepertinya aku tidak salah, tuh. Kau kan memang manusia berperilaku seperti setan, mengageti orang seperti itu. Itulah pekerjaan setan, dan kau melakukannya dengan sangat baik.”Astaga, Keira berusaha setengah mati menahan rasa malunya dan berusaha mengalihkan pembicaraan saat ini. Mengingat tingkahnya yang ketakutan tadi, ia benar-benar menyesal sempat bercerita horror dengan Rega sebelumnya. Karena hal itulah ia jadi merasa lebih was-was terhadap sekitarnya,
“Kau mengaku saja!” seru Noel dengan nada santai, namun penuh selidik. “Itu tadi kekasihmu yang waktu itu kan?” lanjutnya sambil tersenyum menggoda menatap Keira yang telah duduk di mejanya kini. Keira pun hanya memutar bola matanya malas. Pria satu ini sepertinya memang sangat kurang kegiatan, hingga memiliki banyak waktu luang untuk mengganggunya saat ini. “Paman Noir, kenapa Paman membiarkan orang aneh ini masuk, sih?” tanya Keira kesal. “Aku kira dia temanmu, Kei. Katanya dulu dia juga sering bermain denganmu,” ucap Paman Noir sambil fokus menatap layar komputer di depannya. Seperti biasa, Paman Noir pasti sedang memainkan permainan katak Zuma kesukaannya. “Tidak, dia bukan temanku,” jawab Keira acuh, sambil memutar bola matanya malas. Paman Noir hanya terkekeh mendengarnya, ia berpikir bahwa mungkin Keira dan Sean sedang bertengkar saat ini. “Paman, apakah Paman ingat dulu aku suka bermain di depan toko ini juga? Bahkan ak
“Matamu sangat indah. Jadi, aku ingin melihatnya dari dekat seperti ini... Sebentar saja,” ujar Noel sambil memajukan mukanya dan terus menatap mata Keira dalam-dalam.Sangking terkejutnya dengan perlakuan Noel tersebut, Keira hanya bisa terdiam tanpa melakukan apapun. Ia hanya bisa sedikit melebarkan matanya dengan degupan jantung yang tidak karuan karena semua yang terjadi terlalu tiba-tiba.Namun, dengan waktu yang sangat singkat mata Noel dengan mudah dapat mengunci pandangan milik Keira. Disaat yang bersamaan pun Keira ikut tenggelam di dalam mata Noel yang tampak sangat dalam itu. Rasanya terlalu dalam hingga hatinya ingin ikut terbawa, di sisi lain juga ada ketakutan jika ia akan terjatuh terlalu dalam dan sulit untuk keluar dari dasar sana.Hingga beberapa detik berlalu. Angin pun berhembus mengarah ke dataran muka milik Keira yang membuat anak-anak rambutnya ikut tersampir oleh gelombang angin yang lembut, serta membawa sebuah aroma khas mas
“Halo, Noel! Ada apa?”“..........”“Ah, iya..”“..........”“Baiklah..”“.........”“Iya, sampai jumpa besok!”Panggilan terputus.Setelah panggilan berakhir, Keira pun menaruh ponselnya kembali ke tempat asalnya lalu kembali berbaring dan memejamkan mata. Baru saja ia memejamkan matanya, lagi-lagi dering ponselnya berbunyi nyaring. Dan entah mengapa kini rasanya dering tersebut semakin terdengar menyebalkan saja, sebab Keira benar-benar sudah hampir terlelap tadi. Tapi, ada saja yang membuatnya memaksakan kedua matanya untuk terbuka secara mendadak.Keira duduk dengan perasaan fustasi, ia mengambil poselnya dengan tidak santai. Ia sekilas melihat layar ponsel, yang ternyata nama Sean lah yang terpampang di sana dan membuatnya sangat kesal. Dengan terpaksa, ia menekan tombol hijau dan mengerahkan benda pipih i
“Apa?!” tanya Keira sewot.“Sudah, ikut saja. Aku jamin kau akan merasa sangat senang nanti,” jawab Sean sambil memberikan salah satu helm nya.“Tidak, pergilah!” cetus Keira sambil melipat tanganya di depan dada.Sean menghembuskan napas sambil berpikir bagaimana cara untuk membujuk gadis pemarah di depannya ini.“Ayolah..”“Tidak!” gertak Keira lalu berbalik pergi meninggalkan Sean menuju halte di depan sana.Sean tak tinggal diam, ia sedang dalam mode pantang menyerah saat ini. Ia turun dari motor dan memarkirkannya sembarangan lalu mengekor pada Keira.“Kalau begitu aku akan terus mengikutimu seperti ini,” ancam Sean.Ia terus mengekori Keira dengan banyak tingkah. Ia mengikutinya dengan keadaan masih mengenakan helm. Kelakuannya tersebut sampai membuat Keira malu, karena beberapa orang di halte menatap mereka dengan tatapan yang sedikit aneh.Ke
Ia terlihat berdiri dengan tatapan yang sangat sulit diartikan, sangat aneh, dan terlihat seperti tengah bersedih.“Apakah Sean menangis?” batin Keira sambil mengerutkan dahi.Ia berjalan mendekati Sean dengan langkah cepat dan raut yang khawatir. Ia takut, mungkin saja saat ini Sean sedang kerasukan hantu Noni Belanda yang tengah bersedih ria.Sedangkan di sisi yang berlawanan, Sean terus menatap Keira yang kini tengah berjalan ke arahnya. Keira, dengan gaun indah serta rambut panjangnya yang terurai itu menunjukkan raut khawatir.Sean menghembuskan napas yang semakin memberat sejak beberapa waktu terakhir, banyak sekali penyesalan yang harus ia tanggung sendirian selama bertahun-tahun ini. Namun disaat yang bersamaan, ada kelegaan di hatinya. Usaha pencariannya kini telah menemui akhir, dan sama sekali tidak terduga.Beberapa bulan terakhir memang terasa makin sulit bagi Sean, ia terus terpikirkan oleh rasa bersalahnya t