Paman Moza yang sedari tadi duduk mengawasi latihan mereka bangkit menghampiri.
“Hari ini sudah cukup bagus. Kalian hanya harus menguatkan permainan masing-masing dahulu, lalu nanti tinggal menggabungkan dan menyelaraskan permainan kalian saja. Untuk hari ini mari kita akhiri dahulu,” ujar paman Moza dengan senyuman yang menandakan cukup puas akan latihan hari ini.
“Baik, paman..” jawab Keira dan Ellish bersamaan.
“Permainan mu bagus sekali, Ell. Kau dapat dengan cepat beradaptasi denganku, aku saja cukup kesulitan tadi. Tapi kau malah terlihat sangat rileks dan santai.”
“Dulu aku memang sudah terbiasa berkolaborasi dengan paman Moza. Tapi permainan mu tadi juga tidak buruk, kak..” kata Ellish.
“Keira, kau ikutlah makan malam bersama kami sekalian di sini. Kau pasti juga lapar karena belum makan malam, kan?” ajak paman Moza pada Keira.
“Baiklah, paman. Terimakasih,” ucap Keira yang memang belum makan malam dan merasa bahwa cacing-cacing di perutnya sudah meronta karena kelaparan.
Tiba-tiba tiga anak kecil tadi, Michael, Sherin, dan Aldo mengerubungi Keira sambil menggandeng tangannya. Dan yang satu anak lagi berdiri didepan seperti memimpin jalan mereka.
Mereka serta seluruh anak-anak di asrama pergi menuju sebuah ruangan untuk melaksanakan makan malam. Mereka berkumpul dan duduk di kursi yang telah disediakan. Tempat itu cukup luas, banyak pekerja di sana. Mereka terlihat sibuk menyiapkan makan malam dan dengan sigap mulai membaginya.
Anak-anak terlihat sangat senang. Tiga anak tadi meminta untuk duduk di dekat Keira, entah mengapa mereka suka sekali menempel-nempel pada Keira.
Setiap anak mulai mendapat makanannya, yang membuat Keira terkesan adalah saat anak-anak itu mendapat jatah makanan, mereka selalu mengucapkan
“Terimakasih, semoga hal baik selalu terjadi padamu.”
Mereka mengucapkan kalimat yang terdengar indah bagi Keira itu dengan wajah yang sumringah, para pekerja itupun menjawabnya dengan anggukan kepala dan tersenyum sambil mengusap kepala mereka. Keira sangat takjub dengan semua kebaikan-kebaikan yang telah diajarkan sejak dini di sini, mereka di ajarkan untuk selalu menghormati dan melakukan hal-hal yang baik pada orang lain. Terlihat dari perilaku mereka semua yang sangat sopan satu sama lain.
Keira duduk di sebuah meja yang dapat berisikan sampai tujuh orang. Ia duduk bersama paman Moza, Ellish, dan tiga anal kecil yang sangat menggemaskan itu.
Saat mereka akan mulai makan, Sean datang dengan membawa sebuah piring berisi makan malamnya. Ia langsung duduk dan ikut bergabung untuk makan.
“Astaga, bocah pengangguran ini. Kau langsung duduk begitu saja tanpa ada yang mempersilahkan sebelumnya,” kata paman Moza pada Sean yang baru saja duduk dan nyengir kuda.
“Permisi, paman. Tolong persilahkan aku untuk duduk di sini. Terima kasih,” ujar Sean dan langsung menyantap makanannya.
“Iya iya terserah kau saja, tuan dokter pengangguran..” ledek paman Moza yang lagi-lagi membuat Sean sedikit kesal dan membuat satu meja itu tertawa, tak terkecuali anak-anak yang ada disekitarnya.
“Aku ingin membantumu mengurus tempat ini saja, paman. Mengapa kau selalu meledekku dengan kata-kata yang sedikit menyakiti hati seperti itu?” jawab Sean yang hanya di balas dengan tawa oleh semua orang yang ada diruangan itu.
Mereka semua akhirnya memulai makan malamnya dengan hikmat, semua fokus dengan makanan masing-masing tanpa ada satupun yang berbicara. Ini sungguh sangat luar biasa, semua disiplin dan sangat memperhatikan perilaku masing-masing. Mereka sangat terdidik dengan baik.
Setelah selesai makan, tiba-tiba ada suara ringtone ponsel seseorang yang berbunyi. Dan ternyata itu milik paman Moza. Ia melihat layarnya untuk melihat siapa yang menelepon, dan langsung mengangkatnya.
“Halo, kakek Jo.. Ada apa?” sapa paman Moza pada seseorang yang berbicara di seberang sana.
“.............”
“Benarkah? Bagaimana keadaannya sekarang?”
“..............”
“Ahh, syukurlah.”
“..............”
“Tak apa, santai saja. Kau jagalah ia dengan baik, dan jangan lupa untuk menjaga kesehatanmu juga. Semoga ia lekas sembuh.”
Panggilan suara berakhir.
“Kakek Jo barusan menghubungiku, katanya penyakit gula darah istrinya kambuh lagi dan harus di opname. Jadi nanti yang mengantarmu pulang Sean saja ya,” kata paman Moza pada Keira dengan menghiraukan balasan dari Sean karena sudah pasti ia akan menolaknya.
“Tidak apa, paman. Bahkan aku bisa pulang sendirian,” ujar Keira menawarkan.
“Aku saja yang mengantarmu pulang. Malam-malam begini tidak baik bagimu pergi sendirian,” kata Sean yang tidak diduga-duga oleh paman Moza, karena paman Moza pikir Sean akan membantahnya namun ternyata malah tidak.
-----------------------
“Baik, waktunya istirahat anak-anak! Jangan lupa membersihkan diri dan sikat gigi dahulu, lalu segera tidur!” teriak paman Moza pada semua anak seisi ruangan tersebut.
“Baik paman, selamat malam!” ucap semua anak-anak bersamaan dan mulai bubar untuk menuju kamar mereka.
Tiga anak tadi terlihat masih tinggal di dekat Keira. Mereka tampak sedih karena akan berpisah dengan Keira malam ini. Lalu Michael yang paling terkecil dan cadel dari mereka memegang tangan Keira sambil berkata,
“Ingin tidur ditemani kakak.. sambil membaca buku cerita kita,” pinta Michael dengan wajah yang penuh harap.
“Biarkan ia segera pulang dan beristirahat, Michael. Kasihan dia juga pasti kelelahan hari ini,” sergah paman Moza dengan nada yang lembut.
“Tidak apa paman, aku ingin menemani mereka sebentar. Lalu nanti aku akan segera pulang.”
“Benarkah kak? Yeeyy.. Terima kasih kak,” ucap mereka bertiga.
“Tapi sebentar saja ya.. Kau juga perlu beristirahat,” ingat paman Moza pada Keira.
“Baik, paman.”
Lalu Keira bersama tiga anak itu pergi meninggalkan paman Moza dan Sean di sana. Mereka pergi ke kamar tiga anak kecil ini.
Ternyata kamar mereka berisi banyak anak, kasur mereka bertingkat dan ada beberapa yang lebih besar karena bisa ditempati sampai tiga orang anak. Ruangan itu cukup besar. Mereka semua tampak rapi sekali, barang-barang tidak ada satupun yang terlihat berserakan. Sangat disiplin.
Keira duduk bersandar di tengah-tengah antara mereka bertiga, mereka terlihat sangat senang dan terus memeluki tangan Keira. Keira pun mengusap kepala mereka sambil menyuruh mereka untuk segera tidur.
“Kakak, tolong bacakan buku ini pada kami. Kami akan segera tidur setelah itu,” pinta Sherin sambil menyodorkan sebuah buku pada Keira.
Lalu Keira mengambilnya dan mulai membuaka buku itu.
“Angel’s Love”
“Di sebuah desa yang kecil, terdapat tiga anak manis yang sangat suka berbuat baik pada orang lain. Anak-anak itu selalu menolong semua orang tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun. Tanpa anak-anak itu sadari ada seorang malaikat yang sangat cantik yang terus mengawasi mereka dari atas awan sambil tersenyum senang.....”
Ternyata baru di halaman pertama buku itu, tiga anak tadi sudah tertidur lelap. Bahkan Aldo sampai mendengkur. Keira tersenyum geli melihat mereka, entah kenapa ia merasa sangat bahagia bertemu anak-anak ini hari ini.
Lalu tiba-tiba Sean datang ke kamar itu dengan memunculkan bagian kepalanya saja di pintu. Sean memperhatikan Keira yang masih terlihat tersenyum geli memandang anak-anak yang tertidur di sampingnya. Tak lama Keira melihat ke arah pintu yang ternyata ada Sean di sana. Sean sedikit gelagapan lalu berusaha segera menetralkan ekspresinya.
“Sudah? Mari, akan segera ku antar kau pulang. Ini sudah larut.”
“Terkutuklah, kau, Setan sialan!” teriak Keira sambil memejamkan mata.“Enak saja setan, dokter tampan seperti ini tidak pantas di sama-samakan dengan setan manapun. Ternyata kau ini juga penakut rupanya,” ujar sang pelaku yang membuat jantung Keira hampir terpental dari asalnya ini.Keira langsung menyadarkan diri, lalu melihat siapa pria di hadapannya saat ini. Dan setelah mengenalinya Keira mulai menarik napas jengah, sambil menampakkan muka yang sangat datar.“Sepertinya aku tidak salah, tuh. Kau kan memang manusia berperilaku seperti setan, mengageti orang seperti itu. Itulah pekerjaan setan, dan kau melakukannya dengan sangat baik.”Astaga, Keira berusaha setengah mati menahan rasa malunya dan berusaha mengalihkan pembicaraan saat ini. Mengingat tingkahnya yang ketakutan tadi, ia benar-benar menyesal sempat bercerita horror dengan Rega sebelumnya. Karena hal itulah ia jadi merasa lebih was-was terhadap sekitarnya,
“Kau mengaku saja!” seru Noel dengan nada santai, namun penuh selidik. “Itu tadi kekasihmu yang waktu itu kan?” lanjutnya sambil tersenyum menggoda menatap Keira yang telah duduk di mejanya kini. Keira pun hanya memutar bola matanya malas. Pria satu ini sepertinya memang sangat kurang kegiatan, hingga memiliki banyak waktu luang untuk mengganggunya saat ini. “Paman Noir, kenapa Paman membiarkan orang aneh ini masuk, sih?” tanya Keira kesal. “Aku kira dia temanmu, Kei. Katanya dulu dia juga sering bermain denganmu,” ucap Paman Noir sambil fokus menatap layar komputer di depannya. Seperti biasa, Paman Noir pasti sedang memainkan permainan katak Zuma kesukaannya. “Tidak, dia bukan temanku,” jawab Keira acuh, sambil memutar bola matanya malas. Paman Noir hanya terkekeh mendengarnya, ia berpikir bahwa mungkin Keira dan Sean sedang bertengkar saat ini. “Paman, apakah Paman ingat dulu aku suka bermain di depan toko ini juga? Bahkan ak
“Matamu sangat indah. Jadi, aku ingin melihatnya dari dekat seperti ini... Sebentar saja,” ujar Noel sambil memajukan mukanya dan terus menatap mata Keira dalam-dalam.Sangking terkejutnya dengan perlakuan Noel tersebut, Keira hanya bisa terdiam tanpa melakukan apapun. Ia hanya bisa sedikit melebarkan matanya dengan degupan jantung yang tidak karuan karena semua yang terjadi terlalu tiba-tiba.Namun, dengan waktu yang sangat singkat mata Noel dengan mudah dapat mengunci pandangan milik Keira. Disaat yang bersamaan pun Keira ikut tenggelam di dalam mata Noel yang tampak sangat dalam itu. Rasanya terlalu dalam hingga hatinya ingin ikut terbawa, di sisi lain juga ada ketakutan jika ia akan terjatuh terlalu dalam dan sulit untuk keluar dari dasar sana.Hingga beberapa detik berlalu. Angin pun berhembus mengarah ke dataran muka milik Keira yang membuat anak-anak rambutnya ikut tersampir oleh gelombang angin yang lembut, serta membawa sebuah aroma khas mas
“Halo, Noel! Ada apa?”“..........”“Ah, iya..”“..........”“Baiklah..”“.........”“Iya, sampai jumpa besok!”Panggilan terputus.Setelah panggilan berakhir, Keira pun menaruh ponselnya kembali ke tempat asalnya lalu kembali berbaring dan memejamkan mata. Baru saja ia memejamkan matanya, lagi-lagi dering ponselnya berbunyi nyaring. Dan entah mengapa kini rasanya dering tersebut semakin terdengar menyebalkan saja, sebab Keira benar-benar sudah hampir terlelap tadi. Tapi, ada saja yang membuatnya memaksakan kedua matanya untuk terbuka secara mendadak.Keira duduk dengan perasaan fustasi, ia mengambil poselnya dengan tidak santai. Ia sekilas melihat layar ponsel, yang ternyata nama Sean lah yang terpampang di sana dan membuatnya sangat kesal. Dengan terpaksa, ia menekan tombol hijau dan mengerahkan benda pipih i
“Apa?!” tanya Keira sewot.“Sudah, ikut saja. Aku jamin kau akan merasa sangat senang nanti,” jawab Sean sambil memberikan salah satu helm nya.“Tidak, pergilah!” cetus Keira sambil melipat tanganya di depan dada.Sean menghembuskan napas sambil berpikir bagaimana cara untuk membujuk gadis pemarah di depannya ini.“Ayolah..”“Tidak!” gertak Keira lalu berbalik pergi meninggalkan Sean menuju halte di depan sana.Sean tak tinggal diam, ia sedang dalam mode pantang menyerah saat ini. Ia turun dari motor dan memarkirkannya sembarangan lalu mengekor pada Keira.“Kalau begitu aku akan terus mengikutimu seperti ini,” ancam Sean.Ia terus mengekori Keira dengan banyak tingkah. Ia mengikutinya dengan keadaan masih mengenakan helm. Kelakuannya tersebut sampai membuat Keira malu, karena beberapa orang di halte menatap mereka dengan tatapan yang sedikit aneh.Ke
Ia terlihat berdiri dengan tatapan yang sangat sulit diartikan, sangat aneh, dan terlihat seperti tengah bersedih.“Apakah Sean menangis?” batin Keira sambil mengerutkan dahi.Ia berjalan mendekati Sean dengan langkah cepat dan raut yang khawatir. Ia takut, mungkin saja saat ini Sean sedang kerasukan hantu Noni Belanda yang tengah bersedih ria.Sedangkan di sisi yang berlawanan, Sean terus menatap Keira yang kini tengah berjalan ke arahnya. Keira, dengan gaun indah serta rambut panjangnya yang terurai itu menunjukkan raut khawatir.Sean menghembuskan napas yang semakin memberat sejak beberapa waktu terakhir, banyak sekali penyesalan yang harus ia tanggung sendirian selama bertahun-tahun ini. Namun disaat yang bersamaan, ada kelegaan di hatinya. Usaha pencariannya kini telah menemui akhir, dan sama sekali tidak terduga.Beberapa bulan terakhir memang terasa makin sulit bagi Sean, ia terus terpikirkan oleh rasa bersalahnya t
Keira...Untuk pertama kalinya kini dengan berani menunjukkan diri di depan banyaknya pasang mata. Menunjukkan hal yang paling ia sukai, serta hal yang paling berharga dalam hidupnyamusik.Kakinya perlahan melangkah menaiki tangga kecil untuk segera mencapai tengah panggung di depan sana. Suara langkah kakinya yang memakai flat shoes putih polos itu beradu dengan riuhnya tepuk tangan dari para penonton.Mendadak suasana terasa semakin semu, seperti berada di dunia yang lain. Sebuah dunia baru yang tampak penuh dengan ribuan debaran. Detak jantung yang begitu terasa asing bagi Keira, namun kini ia sangat menyukainya. Waktu pun terasa memberat untuk bergulir maju, hingga memberi kesempatan padanya untuk bisa bernapas sangat panjang.Hingga sampai tepat berada di samping piano atas panggung, dua manusia yang telah siap menampilkan kumpulan melodi indah ini pun sedikit membungkuk untuk memberi salam pada ratusan pasang mata di depan sana.
Sementara itu, paman Moza dan Sean mengurus acara di aula depan sana. Mereka mengawasi tata panggung serta menyambut para tamu yang baru datang. Seringkali berbincang, menyapa, serta beberapa kali sedikit membungkuk untuk menyapa tamu lain yang baru saja hadir.Aula yayasan tersebut pun telah disulap menjadi sebuah tempat yang sangat indah. Hiasan-hiasan yang tidak terlalu kekanak-kanakan, akan tetapi tetap terlihat meriah. Panggungnya pun didirikan sedemikian rupa hingga tampak seperti panggung-panggung teater di gedung-gedung teater besar di pusat kota. Sangat mengesankan.Suasana di sana sudah sangat ramai oleh tamu. Juga, paman Noir yang telah datang dan menempati kursinya yang terletak tepat di depan panggung.Setelah jam menunukkan pukul sepuluh tepat, paman Moza dan Sean pun menghentikan kegiatannya lalu pergi ke tempat duduk masing-masing karena acara akan segera dimulai. Semua urusan tatanan acara, bahkan MC, telah disiapkan oleh para staff
Hari ini, Keira bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan diri sebelum pentas. Kemarin setelah bertemu dengan kakaknya, ia langsung pulang ke rumah dan beristirahat sepanjang hari agar hari ini tubuhnya bisa kembali pulih dan sehat bugar.Benar saja, berkat kemauannya yang besar agar dapat segera pulih serta obat dan vitamin pemberian Sean kemarin membuatnya lebih cepat melalui masa pemulihan. Hari ini rasanya segar sekali, Keira sangat besyukur dengan hal itu.Keira tidak menyiapkan terlalu banyak hal, karena paman Moza tadi malam mengabari bahwa semuanya akan disiapkan oleh yayasan. Termasuk baju, riasan dan lain-lain. Ia lagi-lagi hanya perlu menyiapkan keadaan diri sendiri dan juga mental yang siap saja. Namun, khusus untuk kali ini Keira meminta paman Moza agar tidak perlu menyuruh siapapun menjemputnya. Karena ia berencana untuk mengunjungi kakaknya di rumah sakit terlebih dahulu dan ingin lebih menikmati perjalanannya saja. Ia ingin bert