Share

BAB 7

•••

Duke dan Elena kini sedang berjalan- jalan di sekitar taman.

"Bagaimana dengan kondisi kerajaan?" tanya Elena ingin tahu.

Duke melihat bunga yang semi dengan ayunan kepalanya, "Ayahmu terlihat cemas dan panik."

Elena kini merasa sedikit bersalah, namun ia sendiri juga tidak bisa menerima pernikahan tersebut.

Duke yang bisa memahami pikiran Elena sontak melontarkan sesuatu, "Jangan merasa bersalah, tidak semua orang tua bisa memaksakan kehendaknya."

Elena melihat Duke dari samping, "Menurutmu tindakanku tidak salah?" tanya Elena yang diangguki oleh Duke.

"Bukankah kamu bisa menolaknya? Tidak semua perintah orang tua bisa kita lakukan," beritahunya pada Elena.

Elena berhenti berjalan, berpikir sejenak akan komentar Duke barusan, "Benar juga, aku bisa menolak jika tidak menyukainya."

Duke manggut- manggut setuju akan ucapan Elena barusan.

"Apa kamu akan ke kerajaan sekarang?" tanya Elena saat melihat Duke yang hendak pergi.

"Duke mengangguk, melihat Elena,"Tenang saja, mereka tidak akan menemukanmu, kau akan aman di sini."

Elena mengangguk dengan senyuman tipis, "Terima kasih, tapi ayah tidak hanya memiliki satu helai benang emas itu, melainkan 7 helai."

Duke sedikit terkesima dengan ucapan Elena barusan, "7 helai? Wah apa dia berniat untuk membunuhmu? Bagaimana bisa ia melakukan itu pada putrinya?" gumam Duke yang tak percaya dengan sikap Talamus.

Elena tersenyum tipis kala mendengar gumaman Duke, "Setidaknya kamu sudah menghancurkan salah satunya, itu sangat membantuku sekali, karena sinyal yang akan diberikan akan berkurang jika salah satunya hancur," jelas Elena membuat Duke melihat iba Elena.

Duke melihat pergelangan tangan Elena, "Tenang saja, aku akan menghancurkan yang lainnya."

Elena mendongak melihat Duke dengan sedikit cemas, "Tolong berhati- hati dengan ayah, dia sangat kejam tanpa pandang bulu terhadap mereka yang ikut campur dengan urusannya."

Duke yang mendengar hal itu sedikit tak percaya juga ingin tertawa.

Elena yang melihat ekspresi Duke tampak menahan tawa sontak bertanya, "Kenapa?Apa ada yang lucu?" tanya Elena dengan sedikit geram.

"Baru kali ini ada seseorang yang mencemaskanku. Apa kamu sedang meremehkanku?" gurau Duke menutupi rasa senangnya saat ini.

Elena berdecak kala mendengar ucapan Duke, "Aku benar- benar cemas denganmu, aku takut sesuatu terjadi denganmu, aku akan merasa sedih jika kamu terluka karena ayahku."

Duke diam, menatap lekat Elena yang terlihat dengan tulus mencemaskan dirinya.

Elena yang melihat tatapan sendu Duke sontak bertanya dengan pelan dan hati- hati, "Kenapa? Apa ucapanku menyakitimu?" Duke menggelengkan kepalanya dengan senyuman yang tipis.

"5 tahun terakhir aku dikurung di ruangan yang gelap dan lembab, jauh dari kerumunan orang- orang, bahkan ayahku sendiri takut denganku, dan ini kali pertamanya ada seseorang yang mencemaskanku," jawab Duke jujur di mana hatinya berdebar saat ini.

"Kamu juga dikurung sepertiku? Kenapa?" tanya Elena ingin tahu kala ada seseorang yang juga dikurung seperti dirinya.

"Semua orang mempercayai akan kutukan pada kekuatan yang kumiliki, Moon Goddes juga menjelaskan jika kekuatanku bisa membahayakan orang- orang di sekitarku, karena itu semua orang takut dan menghindar saat melihatku," jelas Duke dengan suara yang terdengar kecewa dengan sikap mereka semua yang mempercayai ramalan gila tersebut.

"Tak hanya itu, bahkan semenjak rumor kutukan itu beredar, semua raja di hutan melarang putri mereka untuk menikah atau berdekatan denganku, bahkan Moon Goddes juga melarang agar aku tidak mencari mateku, karena itu akan membahayakan mereka saat di dekatku," tambahnya yang terdengar pilu.

Elena yang mendengar hal itu merasa iba dengan Duke.

Duke terkesima bukan main saat Elena memeluknya secara tiba- tiba.

"Jangan dengarkan ramalan konyol itu, kamu masih punya paman dan teman- temanmu, dan aku juga akan berteman denganmu," ujar Elena sembari menepuk pelan punggung kekar Duke.

Duke langsung mendorong Elena dengan sedikit gelagapan juga salah tingkah.

"Yaa, kenapa kamu memelukku?" pekik Duke yang tiba- tiba marah.

"Aku hanya berniat untuk menghiburmu, aku tidak memiliki niatan untuk melecehkanmu," gurau Elena di akhir kalimatnya membuat Duke melihat Elena tak percaya.

"Menghibur? Dengan memelukku? Wah bagaimana bisa ada wanita seberani dirimu," gumam Duke tak percaya.

Elena mengernyitkan keningnya heran dengan sikap Duke barusan, "Memangnya kenapa? Bukankah kamu belum menikah? Apa itu melanggar hukum?" tanya Elena geram kala sikap Duke tampak berlebihan.

Duke melihat Elena dengan senyuman yang benar- benar tak percaya, "Bukan melanggar hukum tapi kamu tidak bisa melakukannya pada pria."

Elena menyipitkan matanya, merasa tak setuju dengan pernyataan Duke barusan,"Sejauh ini tidak masalah saat aku memeluk siapapun, ada apa denganmu ini," gumam Elena heran.

Duke membuka mulutnya tak percaya kala mendengar pengakuan Elena barusan, "Jadi selama ini kamu selalu memeluk mereka para pria? Dengan alasan menghibur? Wah kau sungguh teman yang sangat baik sekali," puji Duke membuat Elena menyipitkan tatapannya.

"Ada apa denganmu ini, kau sungguh berlebihan sekali perihal memeluk tadi, aku jadi menyesal melakukannya," gumam Elena melenggang pergi meninggalkan Duke sendiri di taman.

"Menyesal karena memelukku? Ahh dia salah paham dengan ucapanku, padahal aku hanya mengatakan untuk tidak memeluk sembarang pria, kenapa ia merajuk begitu saja," gumam Duke yang heran dengan sikap Elena.

Duke diam, kembali mengingat bagaimana Elena yang begitu gamblangnya memeluk dirinya disaat semua orang menjauh dan ketakutan saat di dekatnya.

Perlahan Duke tersenyum tipis melihat kanan kirinya dengan sedikit salah tingkah.

Siapa yang tahu jika perdebatan mereka berdua terpantau oleh Astra yang sejak tadi diam dan duduk di bangku taman yang tak jauh dari tempat Duke berdiri.

"Jika aku menjadi Duke, aku tak akan mendorong Elena seperti tadi," gumam Matteo mengomentari.

Galen mengangguk setuju, "Aku akan memeluknya seerat mungkin, atau bahkan tidak akan melepasnya."

Paman Hoba yang mendengar hal itu terlihat menghela napas di mana tatapannya masih tertuju pada Duke, "Apa hati esnya sudah tercairkan? Senyumnya sudah mulai mengembang seperti adonan kueku."

Astra yang mendengar semua itu hanya bisa menghembuskan napas pasrah.

Ia bangkit dari kursinya, berbalik melihat mereka bertiga yang sudah berdiri di belakangnya sejak tadi.

"Kamu sudah lama di sini?" tanya paman Hoba pada Astra.

"Apa paman tidak sedang membuat kue?" tanya Astra yang tahu akan rutinitas paman Hoba.

Paman Hoba yang ditanya Astra kini merasa terintimidasi dan mendadak gugup, "Sepertinya tepungnya sudah mengembang, paman akan melihatnya."

Paman Hoba langsung kembali ke dapur sebelum terkena intimidasi dari Astra.

Kini tatapan Astra beralih pada sikembar.

"Kalian akan di sini?" tanya Astra dengan kedua tangan yang bersedekap di depan dada.

Matteo dan Galen yang baru menyadari sesuatu sontak langsung pergi dari taman, "Sebelum rotinya jadi, kita harus segera pergi."

Astra yang mendengar hal itu sontak bergegas pergi dari taman sebelum menjadi tumbal masakan paman Hoba.

Dan benar saja, tak lama dari itu paman Hoba kembali ke taman dengan secuil tepung.

"Kemana mereka pergi? Aku ingin mereka mencicipi tepungnya," gumamnya lirih sembari menelisik setiap penjuru taman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status