Salah seorang pramusaji menghampiri meja Thea dengan sebuah nampan yang penuh dengan makanan dan minuman. "Permisi, pesanan atas nama Theana?" "Oh? Ah... iya, betul," jawab Thea sedikit terbata-bata.Thea melihat isi nampan yang begitu banyak hingga sedikit ruangan yang tersisa. Ia berpikir, pasti itu pesanan dari beberapa meja."Satu kentang goreng ukuran besar, satu burger dengan ekstra keju dan tanpa tomat, satu pasta," ucap sang pramusaji sembari menurunkan satu demi satu piring dari nampan yang ia bawa. "dan satu lemonade. Pesanan lainnya masih kami buat, mohon ditunggu," pungkasnya setelah mengosongkan nampan.Mata Thea masih terheran-heran melihat meja yang tadinya hanya diduduki oleh dua gelas kini tiba-tiba penuh."Masih ada lagi?" tanya Thea kepada pramusaji perempuan di depannya."Iya. Yang belum datang... ada iced lemongrass tea, chocolate ice cream cake dan hot lava," papar sang pramusaji sambil mengecek daftar pesanan yang tertera pada kertas nota di tangannya.Mark mun
Thea membungkus tubuhnya dengan selimut hingga menyisakan bagian kepala saja. Beberapa saat yang lalu ia telah memutuskan untuk mengakhiri liburan singkat di kota kelahirannya besok. Satu hari lebih cepat dari rencana awal. Oleh karena itu, ia harus segera tidur agar tidak terlambat esok hari.Ponselnya bergetar. Padahal baru beberapa detik saja ia memejamkan mata. Mark. Nama itu tertera di layar ponsel Thea. "Halo?" "Kakak sudah tidur?" tanya Mark."Aku masih mengangkat telpon dari kamu. Menurutmu aku sudah tidur atau belum?" Thea mendengus."Itu... aku ada di depan pintu. Boleh Kakak buka sebentar?"Thea melonjak dari rebahnya. "Sedang apa kamu di depan?"Thea menghentakkan kakinya cukup keras ketika berjalan menuju pintu depan untuk menyambut kedatangan Mark yang tidak diduga.Dengan saluran telepon yang masih terhubung, Thea melihat Mark berdiri di depan pintu. Ponsel mereka masih sama-sama menempel di telinga masing-masing."Aku butuh bantuan Kakak, hehehe," Mark meringis.Thea
Terhitung sudah dua batang rokok yang habis dihisap oleh Antonio. Angin meniup asap rokok yang Antonio hembuskan ke luar jendela kembali masuk dan mengisi ruangan. Bahkan Lucas yang sedari tadi hanya duduk turut terkena aroma khas dari asap itu. Mereka mudah menempel di baju.Antonio menekan ujung rokok yang masih membara hingga sinar merah dari sana hilang kemudian membalikkan badan. "Ayo pulang sekarang. Tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan lagi malam ini, kan?" ucap Antonio kepada Lucas.Lucas berdiri dan memberi jawaban, "Iya, Pak. Mari pulang."Antonio dan Lucas meninggalkan ruangan tempat mereka menikmati minuman serta rokok—hanya Antonio—untuk pulang. Ada ratusan anak tangga yang harus dilalui dari lantai lima hingga dasar. Elevator sudah tidak beroperasi di atas pukul sepuluh malam."Berapa usiamu sekarang?" tanya Antonio ketika mereka telah turun dua lantai dari tempat mereka berangkat pulang."Dua bulan lagi saya akan berumur 29 tahun.""Yang benar? Seingatku kamu mas
"Aku akan bantu selagi kau dan ibumu mau dibantu. Jadi berusahalah agar ibumu mau aku bantu. itu saja." Lucas berjalan ke dapur. Ia memasukkan dua sendok kecil bubuk kopi ke dalam cangkir dan menuangkan air panas di dalam cangkir yang sama. Setelah diaduk hingga airnya berubah menjadi hitam pekat, Lucas membawa secangkir kopi dan satu toples gula ke ruang tamu. Minuman yang ia buat untuk menjamu serang laki-laki yang bahkan belum ia kethui namanya. "Paman bisa memberikan gula sesuai selera Paman," kata Lucas. "Masukkan seujung sendok kecil saja. Aku minta tolong, Lucas." Lucas terkejut. Bagaimana bisa pria itu tahu namanya? Antonio menunjuk salah satu foto berbingkai yang mengabadikan seorang bayi laki-laki yang baru lahir. Di bagian paling bawah foto tertulis nama yang diberikan kepada bayi laki-laki itu. "Ah, iya," Lucas bernapas lega. Lucas memasukkan gula ke dalam cangkir berisi kopi dengan takaran telah diberitahu oleh Antonio sebelumnya kemudian mengaduknya dengan sendok
Terhitung hanya ada dua mobil yang melintas sepanjang Antonio menempuh perjalanan menuju apartemennya. "Terima kasih sudah menemani makan malam saya," ucap Juan yang sedari tadi berjalan di belakang Antonio.Antonio menoleh ke sumber suara. Berkat lelaki yang berusia jauh di bawahnya itu Antonio mendapatkan oleh-oleh wajah yang lebam sebelum pulang.Penutupan hari buruk yang sempurna. Saking sempurnanya keburukan yang menimpa Antonio, setidaknya tiga jam waktu tambahan harus diberikan setelah waktu pada hari itu habis. Juan memperbesar langkahnya untuk memangkas jaraknya dengan Antonio demi menyampaikan pesan terakhir sebelum mereka berpisah. "Semoga Tuan bisa beristirahat dengan lebih nyaman dan lama. Saya anggap makan malam tadi adalah pertemuan pengganti untuk agenda kita pagi ini," kata Juan tepat di telinga kiri Antonio."Iya," jawab Antonio singkat."Tersenyumlah sedikit, Tuan. Bukankah hari ini Anda akan menyambut kepulangan putri tercinta Anda?" Juan tersenyum.Sekali lagi,
"Terima kasih banyak untuk minumannya," kata Thea yang baru saja masuk ke dalam ruangan apartemennya.Lucas memberikan satu kantong berisi kue cokelat dan macaron kemudian berkata, "Harusnya kamu lengkapi kalimatnya, tambahkan kata 'makanan' juga."Ya, Thea harus berterima kasih karena Lucas tidak hanya membelikan dua gelas minuman tapi juga satu katong makanan ringan yang manis. Dan jangan lupakan juga jasa penjemputan dari bandara hingga ke apartemen.Tangan Thea menyambut dengan gembira sekantong makanan yang diulurkan Lucas. "Jadi ini untukku? Aku kira kamu membelinya untuk diri sendiri. Terima kasih lagi, kamu sungguh tahu seleraku.""Tidak masalah," kata Lucas yang kemudian mengusap puncak kepala Thea dan melanjutkan kalimatnya, "aku pergi dulu. Masih ada pekerjaan yang harus aku lakukan setelah ini.""Iya, hati-hati di jalan. Mampirlah sesekali kalau kamu punya waktu luang. Aku akan buatkan pasta pedas yang sangat enak," lontar Thea."Aku akan menantikannya," pungkas Lucas.Luc
Tangan kekar Antonio menenteng satu tas berukuran cukup besar. Dari otot yang timbul di sekujur tangan lelaki itu, sudah bisa dipastikan bahwa terdapat benda yang cukup berat di dalam tas.Setelah berjalan sekitar dua puluh meter dari mobil yang ia kendarai, pria itu tiba di depan sebuah gudang terbengkalai—tempat ia dan David bertemu tempo hari. Terlihat bekas kerusakan yang Antonio tinggalkan pada pintu gudang itu.Antonio mencengkeram kuat leher tas yang ia bawa kemudian mendorong pintu gudang dan masuk. Bukan hanya pintu, tapi hampir seluruh isi gudang kecil itu rusak berantakan."Apa lagi sekarang? Saya kira Anda akan menghabiskan hari ini dengan beristirahat dan menghabiskan waktu bersama putri kesayangan Anda," ucap Juan, Ia memutar tubuhnya hingga menghadap ke arah Antonio kemudian kembali berucap, "tapi Anda justru memilih untuk berkencan dengan saya?"Antonio melempar tas di tangannya hingga benturan antara lantai dan benda besar itu menciptakan suara yang menggaung di dalam
"Tiba-tiba? Malam ini juga?" Thea mengernyitkan dahi, masih belum memercayai apa yang Antonio katakan."Lebih cepat lebih baik, bukan?" Antonio merespon pertanyaan Thea kemudian berkata kepada dua karyawan yang masih berdiri canggung, "Hei kalian, ayo kita makan dulu sebelum mulai membereskan barang-barang. Lagipula tidak banyak yang harus dibawa jadi pasti akan selesai dengan cepat."Antonio menikmati makan tengah malamnya—lagi—bersama Thea, Lucas, dan dua karyawannya. "Kamu tidak mau ayamnya, Thea? Atau kentang?" Antonio menawari Thea yang hanya mengambil tumisan buatan Lucas saja tanpa menyentuh ayam ataupun kudapan lain yang Antonio telah beli."Tidak. Ini sudah cukup," tukas Thea singkat.Hanya Antonio yang makan dengan lahap. Thea menyuapkan nasi dan lauk dengan malas, sementara tiga laki-laki lainnya makan dengan canggung dan sesekali saling melirik."Aku sudah selesai," cetus Thea. Ia memang hanya mengambil sedikit sekali makanan. Meski begitu ia bahkan tidak menghabiskan is