Hai guyss.. Seperti yang sudah readers ketahui, sudah beberapa hari ini author ngga update 'Love Breaking Contract'. Jadi, beberapa hari ini author sakit lumayan lama. Kupikir sakitnya bakal sembuh sehari dua hari, tapi ternyata ngga sembuh-sembuh juga 😁. Tapi syukurlah, berkat doa dan dukungan dari semuanya sekarang kondisiku sudah mulai membaik🥳 Jadi, author akan usahakan besok akan mulai update lagi. Gemes juga kenapa tiap makan bareng keluarga Sastrajaya selalu aja ada masalah. Jadi bisa ditebak kalau judulnya makan bersama pasti ada adegan heboh 😄 Tunggu cerita Aldo & Fiona terus yaaaa Thanks for the love and support ❤️❤️❤️ Note: plisss kasih masukan biar karyaku semakin baik yaa. Thanks!
“Kau harus ke rumah sakit,” kataku sambil memandang tangan Aldo yang banyak terkena pecahan kaca.“Tidak usah,” jawabnya sambil terus mendekapku.Aku berusaha melepaskan diri dari dekapannya karena sungkan dengan Galih yang sedang menyetir untuk kami.“Kau harus memeriksakannya, bisa saja masih ada pecahan kaca di dalam lukamu,” paksaku.“Kalau kau begitu mengkhawatirkanku, maka buat aku merasa lebih baik,” kata Aldo dengan wajah kesal.“Bagaimana caranya?” Tanyaku.“Cium aku,” jawabnya sambil mengalungkan tangannya ke leherku.Wajahku pasti sudah merona karena malu. Bisa-bisanya dia bicara begini dengan adanya Galih di kursi depan.“Bicara apa kau, ada Galih di sini,” kataku sambil menyembunyikan rasa malu.“Anggap saja dia tidak ada,” kata Aldo ngawur, membuat Galih sedikit berdehem.“Kau tidak boleh bicara seperti itu, itu tidak sopan!” Tegurku pada Aldo.Aldo terlihat tidak senang karena aku menegurnya, sedangkan aku bisa melihat Galih tersenyum melalui spion tengah.“Tidak apa, N
“Cakep banget!” Beberapa perempuan muda berteriak tertahan dengan heboh sambil terkikik-kikik. Aku mengarahkan mataku kepada sesuatu yang membuat mereka tertawa dan saling sikut satu sama lain.Di ujung pandangan mata mereka tampak Aldo dengan balutan setelan kerjanya sedang berdiri di depan meja salad, sibuk memilih topping.Aku sama sekali tidak menyalahkan mereka, karena Aldo memang terlihat luar biasa. Apalagi rambutnya yang sudah mulai terlalu panjang kini bisa dikuncir kecil, membuat kesan excecutive muda rebel.Walaupun begitu, ada perasaan tidak suka mengganjal di hatiku. Perasaan yang mendorongku untuk menepuk punggung mereka dan berkata ‘Hei, yang kalian lihat itu suamiku. Jaga mata kalian dan makan saja.’Tapi aku masih bisa menahan diri untuk tidak melakukannya. Karena pertama, aku adalah istri dari calon penerus hotel ini dan mereka adalah tamu hotel. Dan kedua, membayangkan melakukannya saja sudah membuatku sangat malu.“Kenapa mukamu merah begitu? Kau sakit?” Aldo menyo
Hatiku terasa membumbung bahagia karena ayah mertuaku menyetujui konsep rencana Aldo untuk menaikkan pendapatan Grand Luxy. Kami baru saja selesai mempresentasikan konsep tersebut di hadapan beliau, dan beliau menyetujuinya secara langsung. Rasanya aku ingin meloncat sambil berteriak ‘cihuy!’Tapi tidak mungkin aku melakukannya, aku pergi ke kantor CEO sebagai direktur Grayscale, jadi aku harus menjaga martabatku. Maka, kami keluar pintu kantor dengan tenang walaupun hatiku ingin meledak saking gembiranya.Sayangnya, kegembiraan yang kurasakan langsung lenyap ketika aku melihat sosok Rody berpapasan dengan kami, rupanya dia hendak masuk ke kantor CEO.Rody pun juga terlihat sama tidak sukanya melihat kami. Aku hampir melihatnya meludah ketika mata kami bertemu.“Seharusnya kau pergi ke rumah sakit untuk merawat luka di wajahmu,” kata Aldo mengomentari luka pukulan hasil karyanya di wajah Rody. “Bukannya malah pergi menyelinap untuk mengacak-acak rumah orang lain.”Rody berhasil terpan
Aku memaksakan diri membuka mata walaupun kepalaku sangat pusing dan tubuhku sangat lemah.Gelap dan dingin. Aku menyadari bahwa aku terbaring di atas lantai yang dingin. Bukankah terakhir tadi aku sedang ada di depan rumah?Kepalaku semakin pusing ketika berusaha mengingat-ingat apa yang telah terjadi padaku.Ah, orang itu. Apakah dia berpura-pura menjemputku padahal dia mau mencelakaiku? Lalu, siapa dia? Atau, siapa orang yang ada di baliknya?Tidak ada siapa pun di dalam ruangan yang gelap ini yang bisa kutanyai. Setelah sadar sepenuhnya, aku mencoba untuk berteriak. Aku menyadari bahwa seseorang sudah menculikku.“Tolong! Ada orang di luar?!” Aku berteriak sekuat tenagaku yang masih lemah.Aku tidak sepenuhnya merasa takut. Justru aku merasa aneh. Seorang Fiona, anak yatim piatu dari kota kecil yang mencari peruntungan dengan bekerja di kota besar tidak mungkin akan diculik. Seandainya aku tidak terlibat dengan keluarga Sastrajaya.Mungkin inilah yang dikatakan ayah mertuaku, aku
Satu.. Dua.. Tiga..Sudah berapa lantai berhasil kulalui dengan tangga darurat ini? Ah sial, sepatu high heels 9 centimeter Marc Jacobs ini memang sangat cantik, tapi sama sekali tidak membantuku untuk menuruni tangga dengan lebih cepat!Segera kulihat papan nomor akrilik berwarna hijau dekat pintu darurat menunjukkan angka 701-720.Bagus, lantai di mana kamarku berada.Aku harus segera menemukan kamarku karena aku sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Perutku yang kampungan ini memang tidak bisa mentolelir santapan ikan mentah. Tiga suap raw fish Hors d'eouvres yang dipaksakan oleh atasanku langsung, Direktur Jasc EO, cukup membuat perutku langsung bergejolak. Untung aku masih sempat melihat acara yang kuatur sendiri itu selesai dengan sempurna.Aku terengah-tengah sambil meringis kesakitan menahan sakit di perutku. Tanpa pikir panjang, kubuka pintu kamarku yang ternyata tidak tertutup sempurna karena terganjal linen keset hotel yang tebal.Apakah tadi pagi aku begitu buru-buru s
Tidak.. Tidak mungkin.Aku sudah bekerja dengan sangat keras. Atasanku juga dengan jelas mengatakan untuk menaikkan jabatanku menjadi wakil direktur setelah event besar kali ini.Setelah event selesai, para karyawan yang bertugas berkumpul untuk evaluasi dilanjutkan dengan penunjukkan wakil direktur baru.Coba tebak siapa direktur baru itu? Yang pasti bukan aku, meski sudah melakukan berbagai pekerjaan yang setara dengan pekerjaan direkturku.Tapi Si Anak Baru, yang setahuku masih memiliki pengetahuan yang sangat minim mengenai bisnis EO ini, yang merupakan anak dari pengusaha lain. Bangsat.Benar-benar nepotisme busuk.“Ck.. Benar-benar keterlaluan,” kata sebuah suara yang tidak asing.Aku mendongakkan kepala cukup tinggi agar bisa melihat orang yang ada di depanku. Wajahnya disinari lampu jalan yang temaram.“Bagaimana sekarang kau akan menjelaskan keadaan ini? Pertemuan karena takdir?” Tanya orang itu sambil berdiri di pinggiran trotoar tempatku berhenti setelah berjalan tanpa arah
Hati dan pikiranku diliputi amarah yang luar biasa. Walaupun begitu, aku tidak bisa menolak Aldo yang menggenggam tanganku dengan sangat erat.Sepertinya dia lebih marah daripada aku.“Kau mau membawaku kemana?” Tanyaku ketika kami sampai di depan pintu kamar 702.Aldo tetap diam sambil membuka pintu. Dia bersikeras membuatku ikut masuk ke dalam kamarnya.Hanya keheningan yang ada di dalam kamar ini. Aldo tidak banyak bicara, dia hanya duduk menunduk di kursi sofa sambil memegang kepalanya. Keheningan ini membuat semua memori pengkhianatan tadi menyerang pikiranku kembali.Aku ikut-ikutan memegang kepala seperti Aldo.“Benar-benar tidak bisa dipercaya. Tidak hanya mengangkat anak bau kencur menjadi wakil direktur, tapi juga menghapus prestasiku?!” Kataku frustasi.“Berhentilah mondar-mandir. Kau membuatku pusing,” kata Aldo yang sudah berhenti memegang kepalanya.“Dan dia ternyata adalah adikmu??" Aku masih tidak percaya. Secara fisik, mereka memang sangat berbeda. Aldo bertubuh tinggi