Fiona Arvisaka, seorang Event Manager di sebuah EO ternama sedang berbahagia karena jerih payahnya selama lima tahun bekerja tanpa cuti akhirnya terbayar juga, Fiona akan naik pangkat! Namun, ketika kenaikan pangkat sudah di depan mata, dia dihadapkan dengan kejadian tak terduga yang menjungkir-balikkan rencana hidupnya. Siapakah laki-laki tidak sopan yang menuduhnya perempuan nakal ketika tidak sengaja masuk ke kamar yang salah? Apakah berpacaran kontrak dengan laki-laki tidak sopan itu masuk akal? Dan yang terpenting, bisakah mereka membalaskan dendam orang-orang tidak bersalah yang hidupnya dijadikan mainan oleh orang yang berkuasa?
View MoreSatu.. Dua.. Tiga..
Sudah berapa lantai berhasil kulalui dengan tangga darurat ini? Ah sial, sepatu high heels 9 centimeter Marc Jacobs ini memang sangat cantik, tapi sama sekali tidak membantuku untuk menuruni tangga dengan lebih cepat!Segera kulihat papan nomor akrilik berwarna hijau dekat pintu darurat menunjukkan angka 701-720.Bagus, lantai di mana kamarku berada.Aku harus segera menemukan kamarku karena aku sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Perutku yang kampungan ini memang tidak bisa mentolelir santapan ikan mentah. Tiga suap raw fish Hors d'eouvres yang dipaksakan oleh atasanku langsung, Direktur Jasc EO, cukup membuat perutku langsung bergejolak. Untung aku masih sempat melihat acara yang kuatur sendiri itu selesai dengan sempurna.Aku terengah-tengah sambil meringis kesakitan menahan sakit di perutku. Tanpa pikir panjang, kubuka pintu kamarku yang ternyata tidak tertutup sempurna karena terganjal linen keset hotel yang tebal.Apakah tadi pagi aku begitu buru-buru sampai lupa memastikan pintu tertutup dengan benar?Entahlah, aku tidak sanggup berpikir lagi. Dengan tergesa-gesa aku menjangkau pintu kamar mandi yang terletak dekat dengan pintu masuk.“Ah, lega,” aku menghela nafas lega sambil menekan tombol flush di kloset duduk setelah menuruti panggilan alamku. Sungguh merepotkan jika tidak mau menggunakan toilet area umum sepertiku.Sayup-sayup terdengar suara orang bertengkar.Astaga, apakah sistem kedap suara di Hotel Grand Luxy memang seburuk ini? Padahal ini adalah hotel bintang lima yang sangat mewah, mungkinkah suara dari koridor bisa terdengar sampai ke dalam kamar mandi di dalam kamar?Suara itu terdengar semakin jelas.Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Lampu di kamar mandi ini menyala terang, padahal tadi aku tidak merasa meletakkan power key card ke power slot. Apakah tadi aku juga lupa mengambil kunci kamar sebelum naik ke ballroom? Aku mengibas-ibaskan tangan setelah mencuci tangan di wastafel. “Entahlah, aku harus segera kembali ke ballroom. Event Director sudah seharusnya ada di tempat, bukan?” Kataku pada diri sendiri, mengabaikan suara-suara dari balik dinding.Aku baru akan mengarahkan kakiku menuju pintu ketika terdengar seseorang menggedor-gedor pintu kamar mandi dari luar.Brak.. Brak.. Brak..Aku kebingungan. Siapa yang bisa masuk ke kamarku? Apakah lagi-lagi aku tidak menutup pintu dengan benar?“Hei, keluar! Aku tahu ada orang di dalam. Keluar!” Teriak seseorang dari balik pintu.Masih kebingungan, aku membuka pintu karena merasa tertantang. Jika ada orang yang bisa menerobos masuk ke kamarku, aku harus mengajukan komplain.Lagi pula atasanku adalah putri pemilik hotel ini.“Berani-beraninya Anda…,” kata-kataku terputus ketika melihat sosok pria begitu aku membuka pintu kamar mandi.Di depan mataku, terpampang sebuah dada bidang mulus yang membuatku menelan ludah. Aku mengerjapkan mata beberapa kali sebelum mendongak untuk melihat wajah si empunya dada bidang ini.Rahang tegas, wajah khas pria asia yang tampan, kulit putih mulus, dan rambut yang dibiarkan sedikit panjang terurai berantakan.Aku mengerjapkan mata sekali lagi.“Bagaimana kau bisa masuk ke sini? Siapa kau?!” Cecar pria berwajah tampan di depanku ini.“Ah..,” aku menggeleng-gelengkan kepala untuk mengembalikan kesadaran. “Bukankah seharusnya saya yang bertanya kepada Anda? Bagaimana Anda bisa masuk ke kamar saya?” Aku balas menuntut jawaban dari orang ini, menghiraukan betapa aku ingin meletakkan tangan di dadanya.Hentikan pikiran mesum itu, Fiona!
“F*ck!” Orang itu memaki sambil memegang kepalanya. Seolah-olah kesabarannya sudah habis.“Aldo! Berani-beraninya kau meninggalkan aku sendiri..,” seru seseorang yang tiba-tiba muncul dari dalam kamar. Seorang wanita ber-make up tebal dan.. hanya memakai kain putih—yang kuduga adalah sprei—yang dililitkan dengan asal-asalan di sekeliling tubuhnya. Meskipun begitu, aku masih bisa melihat lekuk tubuhnya yang sintal.Ups.. Apakah sedang ada semacam pesta telanjang di sini?“Siapa kau?” Tuntut wanita itu sambil menunjukku dengan jarinya yang memakai cat kuku berwarna merah.Aku tidak bisa berkata-kata saking kagetnya.“Kalian..” kata pria itu masih sambil memegang kepalanya. “Kalian pasti orang-orang suruhan Jasmine,” lanjutnya.“Aldo..," kata wanita itu menggelengkan kepalanya. "Jasmine memang temanku, tapi seharusnya kau tahu kalau aku juga memang menyukaimu,” kata wanita itu sambil berkacak pinggang. “Bukankah kau juga menyukaiku? Setidaknya setelah melihat tubuhku tadi?”Wanita itu benar-benar percaya diri dengan tubuhnya. Mataku tertuju pada dadanya yang menonjol seperti buah melon di balik lapisan tipis kain sprei.Aku berganti mengarahkan pandang kepada pria yang ada di hadapanku. Wajahnya semakin terlihat murka.“Lalu, kau sendiri siapa?” kata pria itu sambil melihatku dengan wajah marahnya.“Saya..” aku masih berusaha mengembalikan diri dari keterkejutanku tadi. “Saya menginap di kamar ini!” Seruku membela diri.“Apa??” Jawab orang itu tidak percaya. “Berbohonglah dengan lebih baik. Aku tinggal di kamar ini sudah lebih dari setahun yang lalu!”“Apa? Bukankah ini kamar nomor 720?” Jawabku bingung.“Hah!” Orang itu mendengus tidak percaya. “Ini kamar nomor 702. Walaupun begitu, bagaimana caranya kau masuk ke kamar ini, hah?!” Tuntut orang itu.Aku kebingungan. Aku menundukkan kepala untuk berpikir. Saat itulah aku melihat bagian tubuh bagian bawah dari pria yang sedari tadi berdiri di depanku.Boxer. Dia hanya mengenakan boxer ketat berwarna hitam.“Kyaa!!” Teriakku sambil refleks mendorong dada bidang pria itu yang membuatnya jatuh terduduk dengan wajah terkejut.“Ah, maaf! Saya tidak sengaja, itu hanya refleks. Soalnya Anda hanya mengenakan.. Um..,” aku tidak mampu menyelesaikan kata-kataku.“Hei, kau ini tidak sopan!” Teriak wanita itu.“Maaf, saya benar-benar tidak sengaja,” kataku sambil melangkahkan kaki melewati pintu kamar mandi.Pria itu mengangkat tubuhnya, aku membuang muka agar tidak melihat “benda” besar yang menempel pada tubuhnya.“Ehem,” aku mengedarkan pandang ke sekitar ruangan agar mataku berhenti menatap milik pria itu. Kamar ini jauh lebih luas daripada kamar yang semalam kutempati. Kamar yang diperuntukkan bagi karyawan Jasc EO sambil begadang menyiapkan event besar di ballroom hotel ini.Seketika aku menyadari sesuatu. Ini bukanlah kamarku.“Ma.. Maaf. Sepertinya saya memang salah masuk kamar,” kataku terbata-bata. “Saya terburu-buru karena hendak ke kamar kecil. Sepertinya saya tidak melihat nomor kamar dengan benar dan kebetulan pintunya tidak tertutup sempurna.”“Omong kosong!” Kata pria itu dengan keras. Kemudian menarik tangan wanita itu. “Keluar kalian semua!”Pria yang tadi kudengar dipanggil Aldo itu mendorong kami keluar pintu.Aku dengan cepat membuka pintu kemudian keluar kamar dengan sendirinya. Sedangkan wanita itu masih berteriak-teriak tidak terima. Hingga pintu kamar sudah ditutup, wanita itu masih menggedor-gedor pintu kamar hanya dengan balutan sprei menutupi tubuhnya.Aku berjalan cepat menuju lantai paling atas tempat acara yang diadakan perusahaanku berada. Setelah acara selesai, direktur akan sekalian mengumumkan promosi jabatan untukku. Tentu aku harus kembali cepat-cepat!Bisa dibayangkan semarah apa Aldo mengetahui adik tirinya berusaha membunuhku. Dan maksudku bukan karena aku membanggakan diri karena begitu dicintai oleh Aldo atau bagaimana, tapi seharusnya Jasmine tahu bagaimana temperamen kakaknya itu. Dia bahkan pernah melihat sendiri dia menghajar Rody tanpa ragu hanya karena kata-katanya yang merendahkanku. Kalau dia bisa berpikir jernih seharusnya dia memikirkan apa yang akan dilakukan Aldo padanya sebelum dia berani meletakkan minuman beracun itu di kantorku.Nekat kalau boleh kubilang. Bahkan di saat tubuhku lemas sehabis dikuras isi perutnya, aku masih mengkhawatirkan Jasmine. Takut kalau-kalau dia bakal dicekik oleh Aldo. Yang mungkin akan terjadi setelah Aldo merasa cukup aman untuk meninggalkanku di rumah sakit sendirian.Walaupun saat ini dia sudah tidak begitu marah, tapi siapa yang tahu apa yang ada dalam pikirannya? “Aku baru saja menelepon Papa,” lapor Aldo setelah menghabiskan beberapa waktu di luar kamar ra
"Kau ingat, bukan, kau pernah bilang kalau Jasmine sama sekali tidak mirip denganku?" Tanya Aldo, sekarang tampak bersemangat. “Lihat itu,” Aldo mengarahkan daguku ke sosok laki-laki berwajah timur tengah.Aku mengamati orang yang kini duduk berhadapan dengan Sarina. Dia laki-laki paruh baya yang mulai beruban. Tidak ada yang spesial, selain fakta bahwa dia sedang menikmati santap siang santai bersama Sarina. “Apa yang harus kulihat?” Tanyaku pada Aldo. Dia terlihat tidak sabar, tapi aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kupikirkan. “Aku pernah beberapa kali melihat orang itu. Bersama Sarina,” lanjut Aldo memberi penjelasan. “Dan aku agak curiga kepada mereka, karena aku selalu melihat mereka ketika berada di tempat yang agak tidak biasa.” Tunggu, restoran timur tengah itu tempat yang tidak biasa? Ketika aku mengungkapkan pikiranku, Aldo menjelaskan lebih detil lagi tempat-tempat yang dimaksudnya. Warehouse atau tempat pe
"Sudah kubilang, kan, kau tunggu aku di rumah saja?" Aldo menggenggam kedua lenganku, juga menatapku dengan agak terlalu serius. Menurutku.Jujur saja, aku tidak terlalu bisa mengikuti suasana serius ini.Bagaimana tidak? Kami-aku dan Santi-membuntuti Aldo dan Galih dengan gaya detektif, mencurigai Aldo akan melakukan pertemuan rahasia (dan penuh gairah-menurut Santi) dengan mantan pacarnya, itu saja sudah membuatku geli. Belum lagi mengingat betapa cepat kami ketahuan, karena sepertinya Aldo benar-benar jengah dengan pertemuan itu dan malah mengamati semua hal yang ada di dalam restoran kecuali lawan bicaranya.Begitulah kami ketahuan. Ternyata bukan hanya bentuk matanya yang tajam, tapi juga penglihatannya. Walau bagaimanapun juga, kami bersembunyi di balik roster. Siapa coba yang bisa mengenali dua orang perempuan yang sedang mengintai pasangannya, dan sedang mengenakan masker-plus kacamata berbingkai tebal pada salah satunya-, dan bersembunyi di balik susunan balok-balok berluban
Kami berdua bersantai-santai di akhir pekan untuk pertama kali setelah Aldo menyelesaikan misinya untuk masuk ke manajemen Grand Luxy. Setelah mengetahui bahwa Aldo dapat memenuhi-bahkan melebihi-ekspektasinya, Pram Sastrajaya secara terang-terangan dan tidak tahu malu membangga-banggakan Aldo pada rekan-rekan bisnisnya.“Ini putraku yang punya banyak ide cemerlang,” ujar Pram Sastrajaya dengan suara menggelegar di pesta dua hari lalu.“Kenapa baru sekarang kau tertarik terjun untuk mengelola bisnis, Aldo? Kudengar dulu kau hanya suka bersenang-senang,” ucap seorang bapak-bapak pemilik bisnis A dengan suara tidak kalah menggelegar.Aldo pun menyunggingkan senyum bisnisnya, “Saya ingin membuat istri saya terkesan.”“Kalau begitu, seharusnya kau menikah sejak dulu,” sahut seorang ibu-ibu pemilik bisnis B, diiringi dengan suara tawa yang melengking.Secara tidak terduga ternyata Aldo cocok juga berada di lingkungan para pebisnis berlidah tajam, tidak sedikit pun dia terlihat gugup atau m
Aku mencium Aldo dengan cukup panas sehingga kupikir bibirku bisa lecet. Oh tidak. Biasanya tidak ada hal bagus yang terjadi ketika aku membiarkan naluriku mengambil alih. Aldo mengerjapkan matanya dengan bingung ketika aku melepaskan diri secara sepihak. Kupikir dia pasti sangat terhanyut pada momen barusan. Aku mencoba menutup mulutku dengan tangan. Bahkan Mary Phillips pun tidak akan bisa membuat lipstik bertahan di bibirku setelah melahap Aldo dengan ganas tadi. Mukaku pasti sudah tidak karuan. Sarina dan Alysse tidak melepaskan pandangan mereka dariku, meskipun aku sudah menghentikan pertunjukan barusan. "Memalukan..," Sarina berkata lirih. Alysse ternganga dengan takjub. Aku bersumpah sempat mendengarnya menahan tawa Aku merasa terlalu malu untuk mengucapkan apa pun, maka sebelum orang-orang yang menonton pertunjukan barusan mulai bergunjing aku memutar tumit tinggi sepatuku dan berjalan menjauh dari kerumunan. "Sayang..," Aldo mengikutiku seperti terhipnotis. Di
"Aku benci padamu!" Teriakku pada Aldo, melalui telfon. Galih menatapku dengan terkejut dan takut menjadi satu. Secara tidak sadar dia menjatuhkan boks yang akan diberikannya padaku. "Maafkan saya, Nyonya.. Tapi saya benar-benar berusaha mengambil pesanan sepatu ini dari toko secepat mungkin," kata Galih sambil mengambil kotak sepatu yang tidak sengaja dia jatuhkan. "Astaga, aku yang harus minta maaf. Aku tidak membentakmu," aku menunjukkan earphone yang menempel di telinga kiriku. Galih tampak lega mendengarnya. "Meskipun begitu aku akan benar-benar marah padamu kalau kita terlambat hadir di acara malam ini," kataku sambil mengambil kotak sepatu itu dari tangan Galih. Galih menyetir dengan tenang menuju Grand Luxy, kami masih punya waktu sekitar setengah jam sebelum pesta pengangkatan CEO baru dimulai. Waktu yang pas karena aku tidak mau terlalu lama berbasa-basi dengan orang-orang di sana. "Hei, Galih," panggilku dari kursi belakang. Galih menjawab sambil melirik dari
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments