Di satu ruangan rapat, terlihat Marcel dengan menerima tamu sang penting. Ia terlihat sangat serius mendengar penjelasan demi penjelasan ketika ada satu perusahaan menengah yang ingin memasukkan inovasi terbaru untuk perusahaan.
Namun di tengah ke seriusan rapat tersebut tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka dengan sangat kasar.
BRAK!!
Sontak para anggota rapat memalingkan muka dan menatap dengan wajah tak nyaman pada saat itu.
Dan kening Marcel terlihat berkerut ketika melihat sosok saudara kembarnya, Maya datang dengan wajah sembab.
"Maya??"
Langkah wanita muda itu terlihat marah dan menuju kursi depan. Namun Marcel dengan cepat mendekat dan menahan lengan Maya.
"Papa??"tanya Maya dengan wajah frustasi menatap wajah kembaran ya.
"Ada apa?" seru Marcel yang terkaget melihat wajah frustasi Maya.
"Aku tanya Papa dimana!!" pekik Maya marah pada Marcel yang masih saja lamban.
Marcel terkaget lalu ia pun terlihat kesal dengan tingkah Maya yang tiba-tiba berubah gila.
"Apa yang terjadi pada mu!! Papa tak ada di sini, dia di ruangannya!!" hadrik Marcel menyadarkan Maya.
"Kita harus menghentikan kerjasama dengan Star Tomo!!" ucap Maya penuh penekanan.
Sontak wajah Marcel terkaget.
"Apa maksudmu?? kau kenapa?? apa yang sebenarnya terjadi??" tanya Marcel bertubi-tubi.
Wajah Maya mengang dengan kedua bola mata yang mulai terlihat kembali bening-bening air mata .
"Kau benar" lirih Maya menyesali dirinya.
"Apa?"
Maya menarik nafas panjang, sebelum menjelaskan permasalahan yang terjadi.
"Dimas Anggara, ternyata pria brengsek!! dia.. dia.. berani bersetubuh dengan wanita murahan di kantornya" ucap Maya dengan tak kuasa menahan tangisnya yang seketika tumpah.
Marcel mematung, terlihat jelas jika rahangnya mengeras.
"Dimas Anggara??"
"Iya.. si brengsek itu ternyata punya tabiat binatang!!" pekik Maya yang benar-benar kecewa.
Para tamu Marcel pun berbisik-bisik mendengar ucapan Maya.
Marcel pun terlihat mencoba menenangkan sang kembaran.
"Kau tenanglah, aku pasti akan membalas hal itu.. kita akan membuat Star Tomo keluar dari New-A" ujar Marcel.
Namun Maya tak bisa tinggal diam, ia harus segera mencari sosok sang Papa. Direktur Aritama harus mengetahui hal ini segera.
"Aku akan mencari papa"
"Maya??" Marcel mencegah.
"Kau harus tenangkan diri dulu" pinta Marcel menahan sang kembaran untuk bertemu dengan sang Papa."Bagaimana aku bisa tenang" hardik Maya yang benar-benar tak bisa mengendalikan amarahnya.
"Aku tidak ingin masalah ini berlarut lebih lama, aku tak bisa melihat pria brengsek itu terus ada disekeliling kita, Marcel""Aku tau, tapi... " ucap Marcel terhenti dengan berat.
"Kau harus bisa menangkan diri dulu, kau tak bisa bertemu Papa dengan keadaan yang kacau begini""Aku tidak peduli" sela Maya.
Dan ia pun berlalu pergi meninggalkan ruangan itu begitu saja
Marcel terlihat tak habis pikir dengan mood Maya yang sangat berubah. Lalu ia pun terdengar suara bisik-bisik yang menyadarkan keterkaitannya tadi.
Dan dengan cepat ia mengambil alih ruangan rapat itu dengan mencoba berbasa-basi.
"Maaf .. maaf.. atas kejadian ini, ini hanya sedikit hal di luar perkiraan" tutur Marcel.
***
Di satu ruangan lain, terlihat seorang Erwin Aritama duduk di kursinya dengan wajah pucat. Sakit kepalanya saat mudanya kini mulai kembali timbul.
BRAKKK!! pintu terbuka dengan sedikit kasar.
Erwin pun berbalik menatap sosok yang masuk kedalam ruangan dengan sang tidak sopan.
Dan sosok putrinya, Maya masuk dengan wajah tak bersahabat.
Gadis muda itu terlihat berhenti di hadapan meja kerja sang Papa yang terlihat tak begitu sehat.
"Sayang?? apa yang terjadi??"seru Erwin menatap cemasan di wajah sang putri, lalu perlahan bangun dari kursinya.
Dagu Maya bergetar dengan butiran air mata yang kian tumpah.
"Pah!!"
"Ma-ya mohon, tolong batalkan pernikahan Maya dengan Dimas Anggara!!" ucap Maya bersusah payah dengan menahan gemuruh kekecewaan di hatinya.Wajah terkejut sang Papa pun terlihat jelas, ia pun dengan cepat mendekat pada sang putri yang terlihat terguncang.
"Ada apa sayang? mengapa kamu mengatakan hal seperti itu?"ujar Erwin dengan meraih lengan sang putri.
"Kenapa nak??"Tangis Maya tak dapat di tahan, air matanya turun tanpa henti.
"Dia pria brengsek pah" seru Maya yang tak sanggup untuk berbicara.
Erwin menghela nafas pelan lalu merangkul tubuh sang putri dengan erat.
"Sayang? ini bukan hal mudah, pasti kalian sedang menghadapi masalah kecil sebelum menikah, itu hal yang wajar" ujar sang Papa mencoba menenangkan sang putri.
Namun hal itu menjadi kan Maya merespon dengan tidak senang.
"Pah?? Maya gak bisa? Dimas itu pria bajingan yang punya sifat binatang!!" cecar Maya kesal.
Papa Erwin terkaget.
"Apa??""Apa maksudmu, Maya??"Dengan tersedu-sedu Maya mulai menceritakan hal yang ia alami dan ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.
"Dia berani bermain perempuan di ruangan kantornya pah"
Nyiiit... rasa sakit yang kuat menerpa Erwin.
Erwin yangterlihat syok dan seketika sakit kepalanya pun kian memuncak, hingga tubuhnya sedikit limbung.
Dengan cepat tangannya menopang pada satu tempat.
Maya terlihat cepat.
"Papa??"
"Sa-yang"
"Papa kenapa??" seru Maya yang panik dan dengan cepat menahan tubuh sang Papa.
"Kepala Papa sakti" ujar Erwin.
Wajah Maya seketika pucat.
"Papa??"
Namun tanpa di duga sakit nyeri kian kuat menerpa kepala Erwin. Erwin tak kuat menahan sehingga tubuhnya pun jatuh tanpa dapat di tahan oleh Maya.
Braaakkk..
"Papaaaah" pekik Maya syok ketika melihat tubuh pria paruh baya itu roboh di depan mata.
Maya dengan cepat meraih tubuh sang Papa yang terlihat terkulai di atas lantai.
"Papa?? Papa??" seru Maya yang panik dengan wajah syok melihat sang Papa terbujur di atas lantai.
"Papa bangun?? Papa??" seru Maya yang berusaha menyadarkan sang Papa.
Maya panik karena sang Papa tak memberi respon.
Ia pun akhirnya memekik kuat.
"PAPAAA!!"
Seketika ruangan Direktur itu pun di datangi oleh dua orang pria yang kaget melihat Direktur Aritama jatuh pingsan di lantai.
"Direktur!!" seru keduanya bersamaan dengan berlari cepat mendekat pada tubuh pimpinan mereka.
"Apa yang terjadi Maya??"
Maya terlihat menangis kuat.
"Apa yang terjadi pada Direktur??"
"Berhentilah bertanya..!!" hardik Maya marah.
"Dan tolong... tolong bawa Papa kerumah sakti.. sekarang" perintah Maya yang terlihat kehilangan kendali.
Salah satu dari pria itu pun berlari cepat keluar untuk mencari bantuan agar dapat mengangkat tubuh sang Direktur.
Kegaduhan pun terjadi. Beberapa karyawan lain pun jadi ikut penasaran akan kegaduhan itu lah menjadi sebuah tontonan yang mengerikan.
Marcel yang berlari menuju tempat Direktur pun terlihat terpaku ketika melihat Maya menangis dan sang Papa yang terlihat di bopong oleh beberapa karyawan mereka.
"PAPAAA!!" seru Marcel kencang.
Maya mengeliat manja pada tempat yang terasa nyaman ia peluk."Nyamannya.. dan ada detak jantung" gumam batin Maya dalam dunia mimpi.Hening, ia kian mendengar jelas detak jantung yang membuatnya harus segera sadar.Kedua mata Maya terbuka dengan terkaget melihat dirinya memeluk tubuh sang suami yang terlihat tidur dengan lelapnya."Aaaaaaaa" jerit Maya yang histeris. Lalu ia cepat-cepat menjauh dari tubuh Ferdian yang terlihat terusik dengan jeritan histeris Maya."Ada apa??" seru Ferdian dengan berusaha benar-benar sadar.Maya terlihat kelabakan meraba tubuhnya sendiri. Lalu menatap wajah Ferdian yang baru saja bangun dengan terpaksa."Ma-s?? ki-ta?? ki-ta??" ucap Maya terbatah-batah mencoba mencerna situasi macam apa pagi ini."Apa?? kita kenapa??" tanya Ferdian kesal karena terbangun dengan kegaduhan."Mas harus jelasin, kenapa Maya sampai ada di ranjang ini?" tuntut Maya dengan wajah gusar."Kan kau sendiri y
"Mulai detik ini, aku umumkan jika New-A akan berganti menjadi New-Dragon.. dengan Direktur pelaksanaan Zarulita Maya" ucap Ferdian lantang saat itu.Dan ucapan itu kian terngiang di benak Maya. Kini Maya berada di ruang Direktur utama. Ia termenung menatap kursi Direktur yang kosong.Tak lama terdengar suara pintu di ketuk, lamunan Maya buyar.Tok..tok..Ceklek...pintu ruang Direktur terbuka.Akhirnya sang pahlawan itu datang. Maya pun berbalik untuk menyambut suaminya itu. Namun ketika ia berbalik, tatapan terpaku ketika melihat sang kembaran lah yang masuk."Marcel?"Senyum dari wajah sang kembaran terlihat jelas."Selamat kembaran ku, kau akhirnya bisa mengakhiri perang ini" ucap dengan berjalan lalu seketika memeluk tubuh Maya.Maya hanya bisa menerima tanpa menolak. Ia menikmati pelukan saudara kandungnya itu.Pelukan itu tererai, Marcel menatap wajah kembarnya."Kalau begitu, aku akan kembali k
Keesokan paginya.Tidur lelap Ferdian pun terusik ketika mendengar suara guyuran air shower dari ruang wadrobe.Perlahan ia pun bangun dari tidurnya lalu terduduk dengan menoleh pada ruang wadrobe."Apa dia mandi sepagi ini lagi??" seru Ferdian sembari merenggangkan tubuhnya dan menatap sofa tempat tidur Maya yang kini kosong.Lalu sekilas ia melihat di sisi tempat tidurnya terlah tersusun bantal-bantal dengan rapi.Ferdian pun berdecak sehingga terlihat senyum simpul dari wajahnya. Ternyata ia benar-benar tertidur dengan lelap sampai tak menyadari jika wanita itu bangun lebih awal dan merapikan bantal seperti perintahnya tadi malam.Sekilas ia mengingat ucapan Maya."Mungkin mas gak akan faham arti kehadiran orang tua, karena kehilangan mereka itu benar-benar sangat menyakitkan" tutur Maya malam itu.Namun tak lama, lamunan Ferdian bayar ketika mendengar langkah Maya yang baru saja keluar dari ruang wadrobe dengan handuk melil
Waktu berjalan cepat hingga jam menunjukkan 12 malam.Maya dan Ferdian berdiri di depan rumah mereka dengan melambaikan tangan pada Papa Johan yang pergi meninggalkan kediaman Bastian."Apa tadi terjadi pertengkaran??" singgung Maya bertanya dengan ekspresi datar dan masih menatap mobil sedan mewah itu pergi meninggalkan halaman rumah.Ferdian hanya diam tak menjawab, lalu tanpa di duga ia pergi meninggalkan Maya sendiri di sana.Maya menoleh dengan wajah bingung."Ckckck.. heran, kok bisa ada orang kayak begini, di tanya gak di jawab.. di diemin malah maen tinggal aja.. manusia gak sih nie orang??" gumam Maya sendiri sembari ikut melangkah di belakang suaminya."Tunggu mas!!" seru Maya dengan sedikit mempercepat langkah kakinya. Namun hal itu malah menimbulkan rasa sakit di bekas jahitan."Akh!!"pekik Maya yang reflek menahan perutnya yang sakit dengan tangan.Hal itu membuat Ferdian mencuri perhatian dirinya yang akhirn
Waktu pun berlalu.Kini Maya pun kembali ke kediaman Bastian. Maya berjalan dengan sedikit pelan, walau dokter menyatakan bekas operasi aman. Namun Maya tidak boleh gegabah dalam berjalan agar bekas lem jahit operasi tidak rusak. Dan hal itu di patuhi oleh Maya.Dirumah Bastian pun, Mami Sari menyambut Maya dengan suka cita. Ia memberi perhatian ekstra pada cucu menantunya itu."Lain waktu, kamu harus makan tepat waktu.. kesehatan itu mahal harganya Maya" ceramah Mami Sari panjang lebar.Maya yang hanya bisa tersenyum kecil mendengar ceramah sang nenek."Untuk sementara waktu kamu makan bubur saja, jangan makan yang pedas-pedas dulu.. dan harus banyak makan buah juga sayur" timpal sang nenek menyambung ceramahnya yang kian panjang."Iya mami" sahut Maya patuh sembari berjalan pelan menuju ruang makan.Ferdian pun mengikuti langkah keduanya dari belakang.Dan tanpa terduga, sosok pria paruh baya pun terlihat duduk dengan w
Kehadiran sang mama telah membuat sisi manja Maya pun muncul.Maya kembali bersama sang Mama yang membantunya berjalan hingga ke kamar pasien super VIP itu."Syukurlah jika kamu sekarang jauh lebih baik, mama panik sekali ketika mendengar kabar dari suamimu" jelas sang Mama dengan duduk di sisi kiri sang putri.Maya terlihat merasa bersalah ketika mendengar ucapan sang mama."Maaf ya mah, Maya udah buat mama jadi khawatir"Mama Marwah menghela nafas pelan sembari mengenggam jemari sang putri."Mama cuma bisa bersyukur jika saat ini kamu memiliki pendamping hidup, yang sangat menjaga kamu.." ujar sang mama nanar."Dia, pasti suami yang sangat baik" timpal sang mama dengan menoleh pada pintu yang terdapat kaca bening. Sehingga sosok sang menantu yang berada di luar kamar itu terlihat.Maya pun ikut melihat dengan terteguh pada pria yang terlihat serius berbicara dengan handphonenya itu.Lalu mama kembali menatap