Di satu rumah sakit keluarga Sandres. Terlihat keluarga dr. Safa dan dr. Daniel memeriksa tubuh Erwin dengan sesama.
Keduanya tak bisa menyimpulkan dengan pasti gejala yang terjadi pada ipar mereka. Sehingga dr. Safa dengan cepat memanggil tim dokter spesialis untuk menangani Direktur utama Aritama itu.
Mama Marwah yang baru saja tiba di rumah sakti di sambut dengan sang putri yang terlihat gelisah dan wajah sembab.
"Mama??" seru Maya dengan cepat berlari kecil dan memeluk sang mama.
Wajah gusar Marwah terlihat jelas, ia syok ketika mendengar sang suami jatuh pingsan di kantor dan kini berada di rumah sakit Petramedika.
"Apa yang terjadi??" tanya mama Marwah dengan perasaan gundah.
Wajah penyesalan Maya terlihat di sana, hingga dengan berat hati ia menceritakan kronologis peristiwa-peristiwa yang akhirnya membuat sang Papa jatuh pingsan.
"APA??" seru Marwah tak percaya.
"Maaf mah?? semua salah Maya, mah" ucap Maya dengan penuh penyesalan dan derai air mata yang tak kunjung berhenti.
Tubuh Marwah terguncang hebat, hingga ia merasa akan roboh. Namun dengan cepat Marcel sang putra meraih tubuh sang mama.
"Mah!!" seru Maya dan Marcel bersamaan. Dan keduanya terlihat di kalut dengan rasa cemas.
"Mas??" ucap Marwah lirih. Ia sangat takut jika sesuatu terjadi pada suaminya itu.
Namun tak lama, pintu ruangan intensif pun terbuka. Terlihat dr. Safa dan suami keluar bersama.
Marwah melihat dengan wajah cemas dan berusaha kuat untuk bertanya pada sang kakak.
"Marwah??"
"Kak Safa?? Mas Erwin??" serunya dengan mencoba mengapai lengan sang kakak.
Wajah gelisah dr. Safa terlihat jelas. Ia menoleh sesaat pada sang suami yang berada di sampingnya untuk meyakinkan diri. Dan dr. Daniel pun mengangguk pelan dengan wajah yang sama gelisahnya dengan sang istri.
"Erwin, terserang stroke!!" ujar dr. Daniel pada Marwah dan kedua anaknya.
Syok.. dan seketika tubuh Marwah jatuh pingsan.
Kepanikan pun terjadi ketika Marcel dan dr. Safa dengan cepat menahan tubuh Marwah.
Namun wajah syok Maya terlihat mematung dengan tak bisa berkata-kata di depan pamannya.
"Apa?" ucap Maya lirih dengan tubuh bergetar.
"Pa-pa? Stroke??" tanya Maya dengan tak bisa membendung rasa bersalah ya.Sang Paman mencoba mendekat pada Maya yang terlihat benar-benar terguncang.
"Maya??"
"Paman pasti BOHONG!!"pekik Maya marah dengan berusaha tak mempercayai berita ini begitu saja.
"Maya??" ucap dr. Daniel pelan dengan mencoba menenangkan sang keponakan.
"Mana mungkin? Papa!!" ucap Maya yang seketika berlari menuju kamar intensif itu untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri.
dr. Daniel tak bisa mencegah Maya. Ia pun hanya bisa membiarkan sang keponakan untuk melihat langsung kondisi Erwin Aritama.
Marcel dan dr. Safa terlihat masih mencoba menangani mama Marwah yang akhirnya harus di rawat dengan bantuan beberapa suster.
***
Diruangan intensif itu, terlihat Maya masuk dengan wajah gusar dan frustasi. Dua orang perawat tengah memasang alat medis di tubuh sang Papa.
Tatapan Maya terpaku, ia tak bisa mempercayai sosok yang selalu memeluk manja kini terdiam di atas ranjang pasien.
Maya mendekat dengan tubuh gemetar, perlahan jemarinya hendak menyentuh punggung jemari sang Papa.
Seorang suster menoleh dengan tatapan datar.
"Keluarga pasien??"
Maya tak menjawab, ia hanya berdiri mematung.
Melihat sosok Maya yang mematung dua perawat itu hanya saling memandang lalu perlahan keluar dari ruangan.
Sesaat hening.
Hawa dingin menyelimuti tubuh Maya yang masih tak percaya dengan apa yang menimpa sang Papa.
Maya mendekat.
"Pah" bisik Maya lirih. Suara paraunya terdengar kentara, ada ketar rasa takut dan penyesalan yang berkecambuk di hati Maya.
"Pa-pah" panggil Maya kembali dengan berharap kedua mata sendu itu terbuka dan menatapnya.
Gemuruh hati Maya kian memunca ketika tak terdengar balasan yang seperti ia harapankan dari sang Papa.
"Pah? bangun pah!!"seru Maya dengan isak tangis sedih yang akhirnya tumpah. Tubuhnya roboh di sisi samping ranjang pasien. Isak tangis Maya benar-benar tak terbendung, entah bagaimana musibah ini menimpa keluarganya.
***
Di sisi lain, di sebuah kantor pengacara. Kabar tentang Direktur New-A jatuh pingsan pun sampai pada sahabatnya Johan B. Bastian.
"APA??" nada suara syok dari Johan terdengar jelas ketika menerima telfon dari sekertaris pribadi Erwin, Billy.
Tubuh pria paruh baya itu terlihat bangun dengan keterkejutannya berita yang baru saja ia dengar.
"Petramedika?? aku akan kesana!!" seru Johan dengan segera memutuskan komunikasi telfon tersebut.
Wajah gelisah dan gusar pun terlihat, ia dengan bersegera menghubungi satu nomor penting.
Dan tak lama nomor itu terhubung.
"Ferdian!!"
"Segera ke Pertamedika!!"Lalu dengan cepat pula ia memutuskan komunikasi itu. Dan bersegera pergi meninggalkan ruangan kerjanya dengan tergesa-gesa.
Di tempat berbeda, di sebuah dermaga kapal besar. Terlihat seorang pria yang baru saja hendak menyelesaikan misinya.Namun hal itu ia urungkan ketika mendapat telfon genting yang membuatnya harus mengikuti perintah sang pemberi telfon.Kedua mata hitam nan tajam memandang sosok pria gondrong yang telah bersimbah darah di sudut gudang pabrik es dengan wajah ketakutan."Mas-master..to-long..beri saya waktu" ucap pria gondrong itu dengan menahan sakit untuk memelas.Ia mendekat dengan sebuah senyum mematikan."Kau beruntung!! aku masih beri waktu untuk berpikirlah sebelum masalah jauh lebih runyam" ujar pria dingin itu dengan sedikit berjongkok di hadapan lawannya yang baru saja ia beri pelajaran.Lalu tak berapa lama, jemari Master pun memberi kode pada anak buahnya yang berjumlah 4 orang."Awasi!! dan tahan semua asetnya jika ia masih belum menandatangani surat pengadilan 1x24 jam!!" perintah Master dengan beranjak pergi meninggal
Derap langkah kaki seorang pria terlihat mendekat dengan jelas.Johan melihat dengan wajah kesal. Dan ketika langkah kaki pria itu berhenti tepat di hadapannya pun wajah kesalnya kian terlihat jelas."Kemana saja? sudah 1 jam setengah dan kau baru muncul!!" cecar pada putranya yang terlihat diam dan berekspresi datar.Chandra melihat sosok pria muda itu dengan seksama."Putramu??"Johan mengangguk dengan memperkenalkan putranya."Ya, Ferdian Bastian.. pengacara"Ferdian dengan sopan memberi tangan untuk menjabat tangan teman orang tuanya itu.Chandra melihat dengan wajah kagum."Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" ucap Chandra.Johan mendengus pelan."Tidak semua" selanya cepat."Paman Erwin, terserang stoker" jelas Johan pada Ferdian yang hanya mendengar tanpa menjawab."Dan ini akan jadi masalah baru" timpal Chandra menyambung ucapan Johan.Ferdian hanya mengangguk pelan.Namu
Malam harinya Maya berdiri di balkon kamarnya dengan tatapan nanar. Ucapan Paman Johan sudah membuat gelisah."Seharusnya, kamu berpikir sebelum memutuskan semua ini, karena pada akhirnya New-A akan jatuh jika kamu tidak berpikir matang.. dan Erwin, pasti akan sangat sedih jika mendengar hal buruk terjadi pada New-A" ucap Paman Johan dengan serius."Apa yang harus aku lakukan??" gumam Maya bertanya pada diri sendiri.Ia pun mulai mengingat-ingat teman-teman yang bisa ia minta tolong."Reno Barack?? atau Aldi Bakri??" gumamnya lagi dengan mengingat-ingat, namun nyatanya tak satu pun bisa ia pegang."Atau?? Sausan Holmen?" sebutnya lagi."Ck?" decak Maya yang kian pusing, ia merasa jika pikiran kini buntu."Mereka pasti tidak mau, ah.. New-A.. New-A?? apa yang harus kita lakukan??" rutu Maya dengan memijit-mijit kepalanya yang seakan ia rasa berdenyut sakit.Tak lama terdengar suara deringan telfon masuk. Maya pun bergerak untuk
Maya berdiam diri dikamar selama hampir dua hari. Ia berpikir keras cara untuk dapat membayar finalty pada Star Tomo.Ia membaca ulang berkas perjanjian kerja dengan Star Tomo. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke kantor pengacara Johan B. Bastian.Ia ingin minta pendapat Paman Johan. Dan ia sangat berharap jika Paman Johan bisa memberikan sedikit solusi pada dirinya.Ia menelfon Marcel untuk menangani sementara waktu kantor dengan berbagai rapat yang sangatlah penting.Namun sebelum ia pergi kekantor pengacara tenar itu, Maya terlebih dahulu berkunjung kerumah sakit untuk menjenguk sang Papa tercinta.Dan saat ia menjenguk sang Papa, tanpa terduga ia mendengar pembicaraan sang dokter dengan sang Mama.Jika saraf pada batang otak belakang Papanya koyak sehingga suatu hal yang mustahil bagi Papa Erwin dapat kembali seperti sediakala.Berita yang cukup berat untuk di terima oleh Mama Marwah, ia benar-benar syok mendengar penjela
Keesokan paginya.Rapat pemegang saham tahunan pun di gelar. Hari ini adalah keputusan akhirnya yang harus di ambil.Marcel dan Maya sudah memikirkan hal terburuk jika para pemegang saham akan hengkak dari perusahaan New-A.Debat segit pun terjadi, Marcel angkat bicara sebagai wakil Direktur. Ia mencoba menarik simpati para tertua di New-A untuk mendukungnya.Namun pihak Zinus keberatan karena latar belakang pendidikan Marcel tidak sejalan dengan bisnis.Gebrina bersikeras memberi ide baru jika mereka memberi jalan untuk New-A marjer di bawah naungan Star Tomo.Beberapa pihak sudah mulai memilih jalan voting sebagai hasil akhir.Marjer atau hengkang??.Maya benar-benar dibuat pusing dengan semua ide ini. New-A benar-benar di ujung tanduk.Dan Gebrina dengan senyum percaya diri akan memenangkan pertarungan akhir ini.Marcel kehilangan simpatik para petinggi pemegang saham, tak terkecuali Paman Johan yang juga
Kini Maya berada di kamarnya, ia pulang lebih cepat dari biasa demi untuk menyambut sang Papa tercinta.Papa Erwin akhirnya kembali kerumah setelah hampir 3 bulan berada di rumah sakti. Walau kondisinya tak begitu baik.Maya mendorong kursi roda sang Papa, dan terlihat Marcel menemani sang Mama yang terlihat kelelahan."Selamat kembali pah" seru Maya pelan.Perlahan ia berbalik untuk bisa turun di hadapan sang Papa."Pah, berjanji lah untuk selalu semangat menjalani terapi, Papa pasti bisa berjalan lagi, Maya yakin dan percaya Papa pasti bisa lewati ini" ucap Maya memberikan suport positif untuk sang Papa.Mama Marwah mendekat dan ikut membelai lembut pundak suaminya yang terlihat kaku."Kita akan suport dan semangatin Papa selalu" ucap sang istri dengan penuh sayang dan ia menjatuhkan satu kecupan di punca kepala sang suami.Dan malam harinya syukuran kecil pun di buat untuk menambah semangat bagi Papa. Tante Safa
Waktu berjalan, dan Maya tak menyia-yiakan waktu yang masih ia punya sebelum peresmian Star Tomo dan New-A.Kini ia duduk di ruang kerja pengacara Ferdian Bastian seorang diri. Maya sengaja memilih untuk menunggu pria itu. Setidaknya itu adalah sebagai penilaian Ferdian bahwa ia benar-benar serius.Namun sampai menjelang sore hari. Sosok Ferdian Bastian tak kunjung tampak. Maya pulang dengan wajah kecewa dan tangan kosong.Hal itu terus terjadi hingga hampir 1 minggu lebih.Hingga satu ketika saat seluruh karyawan kantor Bastian telah pulang. Maya masih mencoba untuk menunggu pengacara Ferdian hingga sore hari.Dan karena kelelahan, tanpa di sadari Maya tertidur di sofa ruangan itu dengan menopang keningnya.Tak lama, perlahan terdengar langkah derap kaki yang kian mendekat masuk ke dalam ruangan kerja itu.Namun betapa kagetnya Ferdian ketika melihat sosok wanita yang terlihat tertidur tengan di sofa tersebut."Sejak kapan??"
Terlihat Maya tengah termenung di kamarnya.Ia akhrinya pulang dengan tangan kosong, harapan terakhir benar-benar gagal. Ferdian Bastian memang benar-benar pria yang susah di mengerti apa lagi di takluk kan."Tante Lusya??" ucap Maya mengulang nama wanita yang membuatnya penasaran."Apa mas Ferdian suka tipe Tante-tante??" gumamnya lagi dengan berpikir."Huuufft, dunia oh dunia.. makin hari makin banyak saja orang berselera aneh" decak Maya dengan mengelengkan kepala.Mata Maya terpejam sesaat, rasa lelah dan stres mulai menghinggapi dirinya. Ia tak bisa membayangkan jika Dimas akan menguasai Star Tomo.Ini benar-benar mimpi buruk, ia tak bisa membayangkan jika Dimas Anggara akan menjadi suaminya. Akan jadi seperti apa rumah tangga dengan suami yang suka main perempuan.Maya menghela nafas pelan."Tuhan, kuatkan aku.." bisik Maya pasrah.šššDi lain tempat, Master duduk di satu sofa mewah. Ia di jamu dengan sanga