Axelle dan Stela saling menatap. Gurat kekecewaan nampak jelas di wajah Axelle. Lelaki itu menundukkan kepala, menyandarkan kening di bahu Stela. Ketukan pintu itu sunghuh mengganggu, sangat mengganggu. Stela menepuk-nepuk pundak Stela. Istri kecilnya mengacungkan arah pintu. Suara ketukan juga semakin terdengar keras. Ia merasa sangat malas. Terpaksa Axelle membalikkan badan, berjalan bebebrapa langkah ke depan lalu membuka pintu. Mirza nampak berdiri dengan wajah sendu. Axelle mengernyitkan kening.Dia bernapas lega. Setidaknya bukan wanita ular yang mengganggunya. "Hay, Nak. Kau kenapa?" tanya Axelle. "Masuklah!" perintah Axelle menepuk pundak Mirza. "Sekarang harus bagaimana, Om," ucap Mirza. Axelle merasa canggung mendengar Mirza memanggilnya dengan sebutan lain. "Bagaimana apanya?" telisik Axelle. &
Giliran Mirza yang kini terbatuk, tersedak makanan. Dia meraih gelas dan meminumnya hingga gelas tersebut kosong. Matanya kemudaian melebar, mulutnya menganga membentuk huruf O besar. Stela terbahak melihat wajah Mirza memerah, Axelle sendiri kembali menyantap makanan dengan tenang tanpa rasa bersalah. "Papa melihatnya?" tanya Mirza. "Iya, Om Axelle melihatnya," jawab Stela malu-malu. "Aku tidak sengaja berpapasan dengan beliau yang berdiri mematung, kau tahu Mirza, wajahnya memerah mirip apel. Kami tidak sengaja berpapasan ketika aku berlari hendak masuk ke dalam rumah waktu itu. Kau bisa menebaknya sendiri, Mirza," cerocos Stela. "Mana ada wajahku memerah, Sayang," kilah Axelle melirik istrinya. "Benarkah," kata Stela menggoda. Mirza yang awalnya malu kemudian
Sembilu menusuk, mengoyak hati, perih. Tatapan dingin sang suami menambah lara hati. Tangisan, penyesalan tulus tidak menggoyahkan kelaki yang telah mendingin tersebut. Bongkahan es itu tidak mencair, harapan hampa, atas kesalahan besar yang Freya perbuat di masa lalu. Freya sadar, dirinya serakah, menginginkan harta, dan kini cinta. Cinta sang suami yang karena kesalahannya berpindah ke lain hati. Miris, penyesalan yang datang terlambat. Wanita itu masih bersimpu memeluk kaki suaminya, memohon ampun. Semua kesalahan dan kebodohan ia ungkap segalanya tanpa mengurangi atau menambah. Menitik beratkan kesalahan pada dirinya sendiri, tanpa menyalahkan orang lain. Hati Axelle mulai iba, sayangnya, cinta tidak lagi sama. Semua pupus sudah, hilang lenyap tidak bersisa. Terkubur dalam dengan sakit hati. Lelaki itu menghela napas panjang, berat tanpa kata. Axelle berkecak pinggang, menggelengkan kepala,
Stela tercekat, dia bimbang harus berbuat apa. Di sisi lain ia begitu mencintai suaminya namun, di sisi yang satunya ia merasa iba dengan istri siri sang suami. Pikirannya pelik, dia menggebrak meja, meraup wajah. Mengingat kembali beberapa saat yang lau. Freya terlihat begitu menyedihkan, dia bercerita tentang kesalahannya dengan uraian air mata. Wanita tersebut tidak menghakiminya, tidak membencinya. Dia menyalahkan diro sendiri. Stela ternganga mendengar semua penuturan tersebut. "Mungkin kita bisa hidup rukun, tanpa harus berpisah dengan satu dan lainnya," ujar Freya waktu itu. "Aku yakin kamu juga tidak mengharapkan perpisahan dengan Axelle, Stela. Aku bisa berbagi suami dengan dirimu, mungkin aku istri siri, tapi aku adalah istri pertama Axelle. Bisakah kita bersama-sama meraih cinta darinya tanpa harus, mengusik, menyalahkan," imbuhnya. Kalimat tersebut terngiang di pikiran Stela hingga membuatnya pening. Di hela napas cukup panja
Langkah Axelle gontai menaiki satu demi satu anak tangga. Dia mengenakan set piyama satin lengan panjang berwarna navy. Dengan tangan kiri menenteng laptop. Lelaki tersebut mondar-mandir di depan pintu kamar lamanya. Dia bimbang, tangannya meraih pengait pintu untuk membukanya, tapi kembali ia urungkan lagi. Begitu dia melakukan berulang-ulang. Di hela napas panjang, Axelle menempelkan jidatnya pada pintu. Dia memantapkan hati, berdiri tegak, dan langsung membuka pintu. Freya yang tengah berbaring di ranjang terbangun. Bangkit, beringsut duduk, berulang kali ia menguap. Matanya kemudian melebar melihat Axelle berdiri di dekat pintu. 'Bagaimana Stela bisa melemparku pada wanita lain, kenapa dia begitu polos sekali, astaga!' gerutu Axelle di dalam hati. Axelle berjalan mendekat ke arah ranjang. Dengan lap top yang sedari ia tenteng dengan satu tangan. Dietakkan pelan di atas meja kecil dekat ranjang. Lelaki itu kemudian naik ke peraduan dan duduk di dekat F
Malam semakin larut, kamar terlihat gelap gulita. Kecuali jendela dengan korden terbuka. Cahaya samar sang rembulan, manembus jendela kaca. Di sana ada seorang perempuan dengan tubuh mungilnya duduk di sebuah kursi kayu, kursi dari meja rias yang berdiri di sampingnya. Axelle terbengong sesaat, dia menatap sang istri yang samar terlihat. Lelaki tersebut meraba dinding di samping pintu, menekan saklar. Lampu kamar menyala, Stela terlihat terkejut, dia menoleh ke arah sang suami yang berjalan mendekat. Axelle dapat melihat dengan jelas wajah istri kecilnya yang menunduk. "Kenapa kau mematikan lampunya, Sayang?" tanya Axelle semakin mendekat. Dia meletakkan laptop di atas meja kecil seberang ranjang. Kemudian berjalan mendekat ke arah sang istri. Stela tidak menyahut, dia masih tertunduk. Khawatir, Axelle menarik dagu Stela dengan tangan kanannya. Linangan air mata membasahi pipi Stela. Isakannya mulai terdengar. Axelle menarik Stel
Bagaimana Freya dapat ikhlas meninggalkan Axelle. Sedang hati wanita tersebut terpaut dengan diri lelaki itu kini. Freya pikir dengan penyatuan dirinya dan Axelle yang kembali terjadi, mebuatnya sedikit berharap. Namun, ia salah. Salah kaprah dengan pemikiran tidak logisnya. Freya menitihkan air mata. Ucapan Mirza terus menari di kepala. Freya kembali berjalan, kali ini ia ingin menilik Stela. Sumbee dari renggangnya hubungan dia dan sang suami. Freya mengendap-endap membuka pintu, bukan ingin menyakiti. Ia hanya berhati-hati, takut istri muda sang suami terbangun. Freya menelusup masuk ke dalam kamar. Stela masih terlelap dalam tidurnya. Tangan mulus gadis tersebut terpampang jelas. Ada beberap cupangan di tangan tersebut dan juga di punggung yang sedikit terbuka. Axelle memang lelaki yang perkasa jika menyangkut masalah ranjang. Freya ingat benar dengan setiap penyatuan menggelora, yang pernah terjadi pada dirinya dan sang suami. Cukup lama Fre
Baik Stela maupun Rafael terkejut, mereka langsung menoleh ke arah pintu. Stela mengangkat alis menahan senyum melirik Dokter Rafael yang gelagapan. Pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Kenapa Om bisa berada di sini?" tanya Stela. "Sayang, kau tidak suka kehadiranku, kah?" tanya Axelle mengerutkan kening. Stela tersenyum, "Mana mungkin Om, Stela akan selalu senang dengan kehadiran Om," jawab Stela. Axelle melangkah cepat, dia berdiri tepat di depan Rafael. Membuat dokter muda tersebut menyingkir. "Apa yang sakit, Sayang?" tanya Axelle penuh perhatian. Lelaki itu mengecup pipi dan kening Stela. 'Astaga,' keluh Rafael dalam hati. Dia memutar bola matanya, merasa lucu dengan tingkah Axelle yang selalu terlihat seperti binatang