"Kamu ngomong apa sih Mas! Aku masih ada di luar negeri. Jangan asal bicara!" Yuli meninggikan suaranya, tak terima mendengar tuduhan mantan suami.
"Aku tahu kau berbohong! Coba tunjukkan kalau memang kau ada di luar negeri!" "Aku memang ada di luar negeri bersama Anggun." Yuli mengubah mode telepon menjadi mode video call. Ia memperlihatkan apartemen di luar negeri dan posisinya yang tengah duduk berdua dengan sang anak. Anugrah hanya diam sambil memperhatikan mantan istri dan anaknya. "Hay, Pa. How are you?" sapa Anggun sambil melambaikan tangan di depan layar ponsel. Anak satu-satunya mantan pasangan itu, tersenyum simpul pada ayahnya. "Sekarang kamu percaya kan? Aku gak bohong. Aku ada di luar negeri dan aku belum pulang ke Indonesia. Untuk apa aku berbohong? Lagi pula, aku gak punya urusan apapun di sana, buat apa aku pulang." Yuli mempertegas ucapannya dengan wajah dingin. Senyum yang terukir di wajah ibu beranak satu itu, terlihat kecut. "Kalau kamu nelpon aku cuma untuk menuduh aku yang bukan-bukan, lebih baik kamu gak usah menghubungi aku lagi!" tegas Yuli. Anugrah menganggukkan kepala pelan. "Aku sudah selesai. Aku hanya ingin memastikan kau tidak membuat keributan dengan seseorang. Kalau sampai aku tahu kau yang melakukan perbuatan memalukan itu, aku tidak akan memaafkanmu!" Yuli tersenyum kecut, "Silakan cari buktinya kalau kamu bisa, Mas. Jelas-jelas aku ada di luar negeri. Aku gak punya urusan lagi sama kamu." Telepon diakhiri oleh Yuli. Setelah mendengar penjelasan Yuli dan melihat langsung mantan istrinya masih berada di luar negeri, bahkan bersama anak perempuannya. Anugrah sedikit merasa lega. Namun, masih ada yang mengganjal pikirannya tentang penyerangan di rumah Bella. Entah siapa orang di balik penyerangan itu. Apa mungkin Bella memiliki musuh? Pikiran Anugrah berkecamuk. Ia mencoba menstabilkan emosi lalu kembali mengendarai roda empatnya menuju kantor Polisi. Perjalanan yang cukup lancar berakhir dalam waktu singkat. Anugrah turun dari mobil mewahnya dan berjalan memasuki kantor yang terlihat ramai tersebut. Dari jarak ratusan meter, sang Direktur melihat Bella sedang duduk di depan meja Polisi. "Saya sama sekali gak punya musuh, Pak. Saya juga kaget saat penyerangan itu terjadi. Saya shock berat. Seingat saya, saya gak pernah berseteru dengan orang. Kecuali .... " Bella menggantung ucapannya saat mengingat satu-satunya orang yang pernah berseteru dengannya ... Yuli. Nama itu yang terlintas. "Kecuali apa, Bu?" Polisi membeo pernyataan Bella sambil menggerakkan jari tangan dengan lincah di atas mesin tik. "Kecuali wanita yang datang ke rumah sakit. Dia datang dan marah-marah sama saya. Dia juga mengancam saya," lanjut Bella, mengingat kedatangan Yuli pada sore itu. "Mengancam?" tanya Polisi. "Iya Pak. Wanita itu mengancam saya." "Mengancam seperti apa? Apa Anda bisa menjelaskan dengan rinci? Apa motif wanita itu mengancam Anda? Apa kalian memiliki permasalahan sebelumnya?" Bella terdiam sejenak, lalu kembali menjelaskan, "Kemungkinan motifnya cemburu buta, Pak. Wanita itu mantan istri kekasih saya. Dia masih mencintai kekasih saya dan dia menuduh saya pelakor." Polisi mengangguk paham. "Kemungkinan semua yang terjadi ada hubungannya dengan mantan istri kekasih Anda? Apa Anda bisa memberitahu saya siapa nama mantan istri kekasih Anda itu?" "Namanya .... " "Namanya Yuliana Pak, tapi mantan istri saya berada di luar negeri," seru Anugrah dari kejauhan. Bella menoleh ke belakang saat mendengar suara yang tak asing di telinga. Ia melihat Anugrah melangkah menghampiri. "Mas." Anugrah tersenyum. Ia menghentikan langkah kaki di samping kursi yang diduduki Bella. "Aku ada di sini untuk melindungimu, Honey." "Makasih Mas." Bella tersenyum. Satu tangannya melingkar di pinggang sang kekasih. Polisi yang tengah mencatat keterangan Bella, menatap ke arah Anugrah. "Jadi Anda kekasih korban penyerangan ini?" "Iya Pak, saya kekasihnya dan saya mantan suami dari wanita yang disebut kekasih saya tadi," jawab Anugrah sambil mengangguk. "Bisa Anda jelaskan tentang mantan istri Anda? Apa benar mantan istri Anda tinggal di luar negeri?" tanya Polisi. Bella mendongak, menatap kekasihnya. "Kamu yakin Mas? Apa mungkin mantan istri kamu langsung pulang ke luar negeri setelah dia mendatangi aku di rumah sakit? Bisa saja kan dia membayar seseorang untuk menyerang aku." Anugrah mengangguk sependapat. "Aku juga berpikir begitu, kemungkinan dia membayar seseorang untuk menyerangmu." Pandang mata Anugrah beralih pada Polisi. "Tolong selidiki penyerangan itu Pak. Kemungkinan memang mantan istri saya yang ada di balik penyerangan." "Baik, kami akan mengumpulkan bukti dan menanyakan pada para saksi yang ada di lokasi kejadian. Kami juga akan memanggil mantan istri Anda untuk dimintai keterangan lanjutan." "Terima kasih banyak, Pak." Anugrah menyalami Polisi tersebut lalu melangkah keluar dari kantor bersama Bella. *** Di dalam mobil~ Bella hanya diam sepanjang perjalanan menuju hotel_tempatnya tinggal untuk sementara waktu. "Kamu terluka?" Anugrah menatap kekasihnya sesaat, lalu kembali fokus mengendarai mobil. "Gak Mas," jawab Bella lesu. Anugrah menghela napas lega. "Aku sudah menghubungi Yuliana. Aku pastikan dia tidak akan menggangumu lagi." Bella menoleh ke samping, menatap kekasihnya. "Dia gak akan mengaku, Mas. Pasti dia mengelak dari semua tuduhan. Iya kan?" Anugrah mengangguk, "Iya, dia tidak mengaku. Dia memang berada di luar negeri bersama Anggun_anakku." Bella menaik napas panjang. "Sudah aku duga. Dia pasti langsung terbang ke sana setelah mendatangi aku. Aku yakin dia yang membayar para preman itu untuk menyerangku di rumah." "Kita serahkan semuanya pada Polisi, kalau memang benar dia pelakunya. Dia akan mendapatkan hukuman setimpal." "Siapa lagi pelakunya selain dia, Mas? Aku gak punya musuh. Lagi pula sebelum dia datang, hidup aku tenang saja. Sama sekali gak pernah ada gangguan." Bella mendengus emosi. Kejadian penyerangan yang dialami membuatnya nyaris berhenti bernapas karena ketakutan. Teringat jelas para preman itu mengincar nyawanya. Untung saja dia bisa cepat lari dan diselamatkan warga sekitar komplek. Anugrah melirik sambil menghela napas panjang. Ia paham apa yang dipikirkan sang kekasih. Ketakutan itu terlihat jelas di raut wajah cantik itu. "Aku akan melindungimu, Honey." Ia menggenggam jemari lentik Bella. "Aku takut Mas." Bella menyandarkan kepalanya di lengan kekar Anugrah. "Aku tahu. Aku akan melindungimu. Aku tidak akan membiarkanmu sendiri." "Makasih, Mas." Ucapan Anugrah sedikit menenangkan perasaan kalut yang menguasai hati Bella saat ini. Ia tidak memiliki siapapun untuk berlindung dan meminta pertolongan. Hanya Anugrah satu-satunya tempat bersandar. "Kamu mau tinggal di rumahku, Honey?" tawar Anugrah. Bella menggeleng cepat. "Gak Mas, aku tinggal di Hotel saja. Lagi pula kita kan belum menikah." Deg! Anugrah tertegun mendengar jawaban Bella. Kata-kata menikah seperti sindiran keras untuknya yang sampai saat ini belum mempersiapkan itu.Suasana menjadi canggung saat Anugrah dan Yuliana duduk saling berhadapan di depan meja makan. Hidangan mewah dan lezat yang tersusun rapi di atas meja, tidak membuat selera makan kedua mantan pasangan itu naik. Sesekali Anugrah melihat jam yang melingkar di lengannya sambil berdecak kasar. Seolah waktunya terbuang percuma hanya untuk menghadiri makan malam ini. Meski wajah ayah satu anak itu terlihat kesal, tetapi Anggun tak memperdulikan. Ia tetap menikmati acara makan malam kali ini. "Ayo dimakan dong Ma, Pa," ucap Anggun membuka pembicaraan. Sejak tadi sudah beberapa menu yang ia cicipi. Anugrah melirik anaknya dengan curiga, "Katanya kamu lagi nunggu pacar kamu, kenapa kamu makan duluan?" tanyanya sedikit ketus. Anggun menghentikan suapan ke mulut. Matanya membulat dengan alis yang sedikit naik ke atas. Ia pun menyunggingkan senyuman tanpa dosa pada ayahnya yang terlihat kesal. "Maaf Pa, aku sudah lapar," kekehnya. Anugrah mendengus. "Mana pacar kamu? Kenapa di
Malam ini Anugrah akan menghadiri undangan makan malam dari putri satu-satunya.Persiapan pun sudah selesai. Pria tampan itu sudah mengenakan pakaian formal lengkap dengan jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan.Semua dilakukan demi menuruti keinginan anak semata wayang. Malam ini Anugrah akan keluar untuk pertama kalinya semenjak kepergian Bella.Selama beberapa bulan ini ia hanya menghabiskan waktu di kamar hotel. Meratapi kesedihan karena kehilangan separuh jiwanya.Dring! Keheningan kamar hotel itu seketika pecah saat suara ponselnya berdering. Ia melihat satu panggilan masuk dari 'Anggun.'Dengan cepat ia menerima telepon itu agar anaknya tidak kembali merajuk dan meragukan kasih sayang darinya."Tumben cepat angkat telepon dari aku," sindir Anggun dari ujung sambungan."Maaf kalau selama ini kamu merasa Papa abaikan. Kadang Papa terlalu sibuk. Kamu tahu 'kan pekerjaan Papa itu bukan hanya mengurus
Anggun memiliki rencana yang diyakini akan berhasil. Ia akan mempersatukan kedua orang tuanya dalam pernikahan yang sah. Tepat di jam lima sore, Anggun mendatangi kamar hotel tempat sang ayah menginap. Sudah beberapa bulan sejak kepergian Bella, sang Direktur tidak pernah meninggalkan kamar hotel tempatnya memadu kasih dengan dokter cantik itu. Saat berdiri di depan pintu kamar, Anggun menekan bel berkali-kali. Menunggu dengan sabar hingga pintu dibuka. Beberapa menit waktu terbuang percuma, akhirnya pintu kamar dibuka oleh Anugrah yang langsung memutar tubuhnya dan melangkah mendekati ranjang berukuran king size. "Papa baik-baik saja 'kan?" Anggun mengekor Anugrah dari belakang kemudian melangkah mendekati jendela kamar hotel. Matanya mengedar, memperhatikan seluruh ruang mewah itu sambil tersenyum kecil. "Kamu mau apa ke sini, Nak?" tanya Anugrah yang saat ini duduk di bibir ranjang. Wajah tanpa gairah sudah menjelaskan kesedihan pria paruh baya itu. Anggun mengalihkan
Jauh dari pemukiman warga. Jauh dari kota besar yang menjadi tempatnya mencari uang dan mewujudkan mimpi sebagai Dokter Kandungan. Kini, kehidupan Bella berubah seratus delapan puluh derajat.Dokter Cantik itu memilih mengasingkan diri dengan tinggal di rumah sederhana yang terletak di dekat pegunungan.Rumah peninggalan neneknya dipilih untuk menjalani kehidupan baru, meski bukan lagi sebagai seorang Dokter.Beberapa bulan berlalu, Bella sudah mulai terbiasa dengan kehidupannya sekarang. Meski kadang kali ia merasa rindu pada pekerjaannya, dan juga mantan kekasihnya ... Anugrah."Neng Bella, udah sarapan belum? Mau nggak makan singkong rebus? Kebetulan Ibu baru panen singkong di belakang rumah. Kalau mau nanti Ibu suruh anak Ibu antar ke sini."Seorang wanita paruh baya yang kebetulan melewati rumah Bella, menawarkan makanan pada Dokter cantik itu."Boleh Bu. Saya mau," jawab Bella yang saat ini sedang menjemur pakaian.
"Aku menemukan cincin berlian di atas meja kerja Papa."Setelah menemui ayahnya di rumah sakit, Anggun mendatangi ibunya di restoran mewah, salah satu bisnis keluarga yang dihandle langsung oleh Yuliana.Mendengar ucapan sang anak, Yuliana tampak biasa saja, seperti sudah mengetahui tentang cincin berlian itu. Sikap yang ditunjukkan sang ibu membuat Anggun bertanya dalam hati. Ia menatap bingung ke arah ibunya yang tengah berkutat dengan laptop di atas meja kerja."Mam!" panggil Anggun. "Are you okay? Mam?"Yuliana menghela napas panjang, menatap anaknya sambil tersenyum tipis. "Mama baik-baik saja Sayang. Memang kenapa? Apa Mama kelihatan sakit hati?"Anggun berdecak jengkel. Bukan ekspresi seperti itu yang ingin dilihat dari ibunya. Seharusnya sang ibu marah, kecewa pada wanita yang dicintai mantan suaminya itu."Mama nggak marah sama Papa dan selingkuhannya? Mama pasti tahu 'kan cincin itu untuk siapa? Bukan untuk Ma
Cincin batu permata berbentuk love yang dilihat Anggun adalah cincin berlian yang ingin diberikan Anugrah pada Bella. Beberapa hari sebelum tragedi kecelakaan yang menghilangkan Bella, sang Direktur sudah mempersiapkan acara lamaran dan pertunangan mereka, bahkan membeli cincin dengan harga fantastis, tetapi nasib buruk justru menimpa sang kekasih. "Ini cincin pernikahan untuk siapa?" Anggun mengambil cincin itu dan menyematkannya di jari manis, tetapi karena jari tangannya cukup besar, cincin itu tidak cukup. "Kayaknya ini bukan ukuran tangan segede aku." Ia menatap ayahnya sambil senyum-senyum. Anugrah menelan ludah, gugup. Sebenarnya ia ingin memberitahu tentang Bella pada Anggun, tetapi ternyata wanita cantik itu menghilang entah kemana. "Papa mau melamar Mama lagi ya?" ledek Anggun sambil tersenyum. "Iya kan? Papa mau melamar Mama lagi untuk menjadi istri Papa?" Mendengar