Bella berlari cepat masuk ke dalam kamar, mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja kecil samping tempat tidur sambil mengawasi sekitar.
Tangannya gemetar hebat. Seluruh tubuh terasa dingin seperti es. Wajahnya memucat panik dengan detak jantung tak beraturan. Ia terhentak kaget setiap kali terdengar suara benda dilempar dari arah luar. Air matanya mengalir deras membasahi wajah. Sambil menghubungi seseorang, Bella memperhatikan keadaan di ruang kamarnya. Tak berapa lama, telepon darinya diterima oleh seseorang dari ujung sambungan. "Halo, kantor Polisi? Sa-saya ingin melaporkan penyerangan di rumah saya. Tolong datang Pak. Saya takut," ucap Bella dengan suara gemetar. "Baik Bu, tenang dulu. Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan di sana? Anda ada di mana sekarang?" "Saya ada di rumah Pak, tolong kirim bantuan ke sini. Alamatnya di komplek perumahan Permai Indah. Nomor rumah dua ratus satu. Blok G. Tolong secepatnya ke sini Pak. Saya takut." "Tenang dulu Bu, bisa jelaskan kronologi kejadian? Apa Ibu punya musuh atau pernah bertengkar sebelumnya?" Mendengar ucapan polisi yang seolah tak mempercayai laporannya, Bella membulatkan kedua mata lebar. "Pak, saya sedang diserang, bisa-bisanya Anda bertanya ini dan itu! Anda bisa datang atau gak?" "Baik Bu, maaf. Saya akan mengirim tim saya ke sana. Untuk sementara waktu, Anda bisa berlindung di rumah tetangga Anda. Atau minta bantuan orang sekitar." Bruk! Tubuh Bella terhentak saat mendengar suara kencang dari luar. "Gak ada siapapun di sini Pak! Saya sendiri. Saya ada di dalam kamar dan saya tak berani keluar. Mereka menyerang saya dan berkumpul di luar rumah saya. Gimana caranya saya keluar?" "Oke, baik laporan saya terima. Anggota Polisi akan secepatnya ke rumah Ibu." Tut! Bella mengakhiri telepon, meletakkan ponsel ke atas meja lalu berdiri dan berjalan mendekati jendela kamar. Ia membuka tirai dan melihat orang-orang yang menyerang rumahnya mulai membubarkan diri saat keributan itu mengundang para warga keluar dari rumah. Bella menghela napas lega, melangkah mendekati pintu lalu keluar dari kamar. Ia memberanikan diri melihat keadaan teras rumahnya yang berantakan. "Bu Bella, Anda tidak apa-apa?" tanya seorang laki-laki paruh baya yang diketahui sebagai RT setempat. Bella mengangguk lirih, menahan tangisannya. "Saya gak apa-apa Pak. Saya cuma kaget dan takut." Seorang wanita paruh baya merangkul Bella, membawanya melangkah keluar dari teras, keluar pagar. "Tadi itu siapa Bu Bella?" tanya salah satu warga yang ikut mengusir sekelompok anak muda tadi. "Iya Bu, apa Anda kenal dengan mereka?" tanya warga lain. Bella menggeleng. "Gak Pak, saya gak kenal sama sekali sama mereka. Saya juga gak tahu mereka siapa. Saya takut Pak, Bu." Ia menjelaskan dengan suara gemetar hebat. Para warga saling tatap dan mengangguk paham. Pak RT dan ibu-ibu lain membawa Bella ke tempat yang lebih aman. "Untuk sementara, Anda bisa tinggal di rumah saya Bu Bella, sampai suasana tenang," tawar salah seorang warga. "Gak usah Bu, biar malam ini dan seterusnya saya tidur di hotel saja. Saya takut para pemuda tadi menyerang saya lagi dan merusak rumah Ibu," tolak Bella dengan halus. Ibu-ibu mengangguk setuju dengan ucapan Bella. "Kira-kira mereka siapa ya? Apa Anda punya mereka punya dendam pribadi sama Anda?" Bella bergeming dengan helaan napas panjang. "Apa Anda mengalami masalah dengan seseorang akhir-akhir ini?" tanya ibu-ibu lain. Bella masih bergeming, berpikir keras. "Mungkin mereka orang suruhan. Mungkin Bu Bella memiliki musuh atau pernah berseteru dengan seseorang?" "Kemungkinan begitu, gak mungkin mereka langsung datang tanpa sebab. Pasti ada sesuatu. Mungkin juga Bu Bella pernah berantem sama seseorang. Coba ingat-ingat dulu, Bu." Deg! Ingatan Bella tertuju pada mantan istri Anugrah yang datang ke rumah sakit kemarin sore. 'Apa mungkin semua ini ada hubungannya dengan mantan istri Mas Anugrah?' batinnya. Setelah keributan berakhir, Polisi datang dan menginterogasi Bella. Para warga juga memberikan kesaksiannya pada Polisi. *** Baru saja tiba di rumah, Anugrah mendapat telepon dari Bella_kekasih hatinya. Ia menerima telepon tersebut setelah mematikan mesin mobil di garasi rumah mewahnya. "Halo, Honey, ada apa? Aku baru saja sampai ke rumah. Kamu kangen ya? Nanti malam kan kita ketemu." "Bukan Mas, aku menghubungi kamu cuma mau bilang, nanti malam kamu jangan ke rumah. Malam ini dan malam-malam berikutnya. Aku nginep di hotel." Anugrah tersenyum simpul, "Oke, jadi malam ini dan malam berikutnya kita nginep di hotel? Kenapa? Kamu bosan sama suasana rumah?" "Bukan Mas." Suara Bella terdengar parau. Anugrah mengerutkan kening, mendengar suara kekasihnya serak. "Kamu kenapa Honey? Kamu sakit?" tanyanya khawatir. "Gak Mas, aku gak sakit. Aku ... aku, tadi rumah aku di serang sekelompok orang Mas." Kedua mata Anugrah membulat sempurna. "Diserang? Maksudnya gimana? Siapa yang nyerang kamu? Siapa?" "Aku gak tahu Mas. Tiba-tiba aja mereka datang pas kamu baru pulang dari rumah aku. Mereka nyerang rumah aku. Menghancurkan pintu pagar, dan semua pot bunga. Mereka juga ngelempar aku pakai pisau, untung aja gak kena. Aku takut banget Mas." Anugerah terhenyak kaget. Napasnya memburu dengan detak jantung tak karuan. "Mereka siapa? Kenapa mereka menyerangmu? Hah! Apa yang sebenarnya mereka inginkan?" "Aku gak tahu Mas. Kata Polisi, kemungkinan motif mereka itu perampokan. Tapi Polisi belum bisa menyimpulkan. Sekarang aku ada di kantor Polisi. Kamu bisa datang ke sini gak Mas?" Anugrah kembali menghidupkan mesin mobil. "Iya, bisa. Aku akan secepatnya ke sana. Kamu tunggu ya. Aku akan datang dan mencari tahu siapa mereka dan apa motif mereka melakukan itu." "Iya Mas, makasih banyak ya. Aku tunggu kedatangan kamu." Tut! Telepon diakhiri oleh Bella. Anugrah melajukan mobil yang baru saja masuk ke garasi rumah. Ia menatap ponsel dan menghubungi seseorang yang kemungkinan ada hubungannya dengan penyerangan tersebut. Tak berapa lama, telepon darinya diterima oleh Yuli_mantan istrinya. "Halo Mas, kenapa kamu menghubungi aku? Tumben. Kamu mau ngomong sama Anggun? Ini ada dia di samping aku," ujar Yuli. "Jangan basa-basi! Aku tahu kamu berbohong! Kamu ada di Jakarta 'kan?Kamu pulang ke Indonesia dan sudah tinggal di sini! Iya 'kan? Kamu tidak lagi tinggal di luar negeri. Jangan membohongi aku!" "Kamu ini ngomong apa sih Mas? Aku sama sekali nggak ngerti. Jelas-jelas aku ada di luar negeri dan aku sedang bersama dengan Anggun_anak kita. Kok kamu bisa nuduh aku begitu." Anugrah mendengus emosi. " Aku tidak percaya dengan ucapanmu itu. Aku yakin kamu berada di Jakarta." "Terserah kalau kamu nggak percaya. Mau aku Kirim buktinya sekarang? Lebih baik kita video call aja biar kamu ngeliat aku lagi ada di mana," tantang Yuli. Telepon diubah ke mode video call.Meski tak mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien, Bella tetap akan melakukan operasi secar, karena kondisi pasien kali ini benar-benar membutuhkan pertolongan secepatnya. "Siapkan ruang operasi secar sekarang!" titah Bella pada perawat. "Tapi Dok, suami pasien menolak operasi secar. Apa kita tunggu saja sampai suami pasien datang? Bagaimana, Dok?" "Suami pasien ada di mana?" "Dia sedang pergi, Dok. Sudah beberapa jam tapi belum datang lagi." Bella membuang napas panjang. "Tidak ada pilihan, karena kondisi pasien sudah melemah. Kita harus secepatnya melakukan tindakan operasi secar untuk menyelamatkan pasien." "Kalau ada yang melaporkan, gimana Dok?" Perawat terlihat cemas. Kejadian seperti ini baru pertama terjadi di rumah sakit, dimana ... keluarga pasien menolak memberi ijin pada Dokter agar melakukan tindakan secepatnya. Bella terdiam. Tatapannya beralih pada lantai. Ia berpikir keras, tahu resiko yang akan diambil. Kondisi pasien yang semakin melemah, membua
Selesai berbagi kehangatan di atas ranjang. Paginya Anugrah bersiap-siap untuk kembali beraktivitas. Bukan hanya sang Direktur. Bella yang juga bekerja di rumah sakit sebagai Dokter Kandungan, mulai bersiap untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Bella sudah berpenampilan rapi, menggunakan kemeja panjang pink muda dengan bawahan rok span selutut. Sedangkan Anugrah menggunakan jas biru tua pilihan Bella yang memang ada di dalam koper. "Kita sarapan dulu," kata Anugrah mengajak kekasihnya keluar dari kamar hotel. Mereka sengaja tak meminta pelayanan hotel yang biasa mengantar sarapan, karena ingin sarapan di luar. Keduanya melangkah beriringan menuruni bangunan hotel bintang lima tersebut, menuju parkiran. "Kamu mau sarapan apa?" tanya Anugrah setelah mereka sampai di tempat parkir. Ia membukakan pintu mobil untuk kekasihnya. "Sarapan bubur ayam aja, Mas. Kita ke tukang bubur ayam langganan aku." Bella masuk setelah melihat anggukkan kepala setuju pria tampan itu. Anugrah
Malam harinya setelah selesai menyantap makan malam di restoran hotel bintang lima, yang menjadi tempat tinggal sementara. Bella dan sang kekasih kembali ke kamar hotel. Keduanya duduk di balkon kamar sambil menikmati pemandangan indah langit gelap berselimut bintang. "Terima kasih untuk hari ini," ucap Bella sambil menatap Anugrah. "Kamu meluangkan waktu satu hari full untukku. Padahal aku tahu kamu sibuk." Anugrah membalas tatapan itu dengan senyuman. Senyum hangat yang menggetarkan hati Bella. Ia sangat mencintai pria itu, pria yang selalu ada untuknya selama beberapa bulan ini. Namun sayang, kisah cinta yang dia pikir mulus ternyata penuh lika-liku. Siapa yang menyangka, kalau mantan istri Anugrah belum sepenuhnya menerima perceraian mereka. "Mas," panggil Bella. Ada sesuatu yang mengganjal pikiran, dan sudah sejak lama ingin dia tanyakan pada sang kekasih. "Ya, ada apa?" Anugrah meraih jemari lentik Bella yang berada di atas meja. Ia tatap wanitanya dengan penuh kasih sa
Setibanya di kamar hotel, Bella melangkah lesu mendekati ranjang. Ia duduk di sudut kasur empuk itu dengan wajah tak bersemangat. Rasa lelah yang menguasai seluruh tubuh bukan berasal dari aktivitas seharian, namun lelah itu muncul karena ketegangan pikirannya. "Aku pesan makanan untukmu ya," ucap Anugrah sambil meletakkan tas tenteng Bella ke atas meja kecil di samping tempat tidur. Ia menatap wajah kekasihnya yang terlihat murung. Mungkin satu gelas susu panas dan makanan ringan bisa membuat mood Bella kembali, pikirnya. Bella menarik napas panjang lalu melirik sang Direktur. "Aku gak mood makan Mas. Aku mau mandi dulu." Ia berdiri, melangkah gontai mendekati kamar mandi lalu masuk. "Aku tetap pesan makanan. Kamu pasti belum makan, Honey," seru Anugrah sebelum Bella menutup pintu kamar mandi rapat-rapat. Tak ada sahutan, hanya terdengar suara kucuran air shower yang dibuka oleh Bella. Meskipun Bella menolak, Anugrah tetap memesan makanan ringan dan berat pada resepsionis h
"Kamu ngomong apa sih Mas! Aku masih ada di luar negeri. Jangan asal bicara!" Yuli meninggikan suaranya, tak terima mendengar tuduhan mantan suami. "Aku tahu kau berbohong! Coba tunjukkan kalau memang kau ada di luar negeri!" "Aku memang ada di luar negeri bersama Anggun." Yuli mengubah mode telepon menjadi mode video call. Ia memperlihatkan apartemen di luar negeri dan posisinya yang tengah duduk berdua dengan sang anak. Anugrah hanya diam sambil memperhatikan mantan istri dan anaknya. "Hay, Pa. How are you?" sapa Anggun sambil melambaikan tangan di depan layar ponsel. Anak satu-satunya mantan pasangan itu, tersenyum simpul pada ayahnya. "Sekarang kamu percaya kan? Aku gak bohong. Aku ada di luar negeri dan aku belum pulang ke Indonesia. Untuk apa aku berbohong? Lagi pula, aku gak punya urusan apapun di sana, buat apa aku pulang." Yuli mempertegas ucapannya dengan wajah dingin. Senyum yang terukir di wajah ibu beranak satu itu, terlihat kecut. "Kalau kamu nelpon aku cuma unt
Bella berlari cepat masuk ke dalam kamar, mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja kecil samping tempat tidur sambil mengawasi sekitar. Tangannya gemetar hebat. Seluruh tubuh terasa dingin seperti es. Wajahnya memucat panik dengan detak jantung tak beraturan. Ia terhentak kaget setiap kali terdengar suara benda dilempar dari arah luar. Air matanya mengalir deras membasahi wajah. Sambil menghubungi seseorang, Bella memperhatikan keadaan di ruang kamarnya. Tak berapa lama, telepon darinya diterima oleh seseorang dari ujung sambungan. "Halo, kantor Polisi? Sa-saya ingin melaporkan penyerangan di rumah saya. Tolong datang Pak. Saya takut," ucap Bella dengan suara gemetar. "Baik Bu, tenang dulu. Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan di sana? Anda ada di mana sekarang?" "Saya ada di rumah Pak, tolong kirim bantuan ke sini. Alamatnya di komplek perumahan Permai Indah. Nomor rumah dua ratus satu. Blok G. Tolong secepatnya ke sini Pak. Saya takut." "Tenang dulu Bu, bisa jelaskan k
Selesai bercinta di dalam kamar mandi, keduanya melanjutkan peraduan peluh itu di atas ranjang berukuran king size. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, ketika suara desahan dan lenguh memenuhi ruang sunyi dengan pencahayaan temaram itu. Anugrah melakukan tugasnya dengan baik, memberi kenikmatan tak tertahankan pada Bella yang berada di di atas tubuhnya. Beberapa kali mereka mengulang dengan berbagai gaya, hingga permainan panas itu tetap dimenangkan oleh sang Direktur yang tersenyum puas sambil mengatur napas terengah. "Kamu luar biasa, Honey," puji Anugrah, menghargai kerja keras Bella untuk membuatnya puas setiap saat. Bella turun dan duduk di samping kekasihnya sambil menarik selimut, kemudian berbaring. "Aku gak ada apa-apanya dibandingkan kamu, Mas." Ia memiringkan posisi tidur, menatap sang kekasih lekat. "Kamu luar biasa. Makasih ya." Sang Direktur menenggelamkan Bella dalam pelukan hangat, mengecup mesra puncak kepala kekasihnya dengan lembut dan penuh kasih
Napas terengah Anugrah terdengar. Hembusannya menyapu kulit mulus Bella yang tengah berada di bawah kungkungan sang Direktur. Bella menatapnya lekat. Bibirnya terkunci, tak bisa mengatakan sepatah katapun, atau menolak. Ajakan bercinta itu membuat desir darah Bella mengalir deras, mengantarkan hangat ke seluruh tubuh. Kecupan nakal bibir Anugrah menjelajahi setiap inci jenjang leher Bella yang wangi dan bersih. Puas menikmati harum lembut kulit leher, kecupan Anugrah turun ke bagian dada, membuat tubuh Bella menggeliat liar. Ia tahu semua yang dilakukan salah! Namun sialnya, hasrat di dalam tubuh seolah menerima dan menginginkan lebih dari sekedar ciuman panas. "Emh!" desah tak tertahan lolos dari mulut Bella saat Anugrah melumat bulatan ranum buah dada yang tegang. "Mas!" racaunya pelan. Mencoba untuk diam, namun suara lenguh itu keluar begitu saja. Yang dilakukan Anugrah sukses membuat Bella kehilangan akal sehat. Ingin terus merasakan sentuhan lebih liar lagi. Pri
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Bella lebih banyak diam dan menatap pemandangan malam dari luar jendela. Sementara di sampingnya, Anugrah tampak fokus mengendarai mobil sambil memikirkan, 'Apa benar Yuli mendatangi kekasihnya?' karena seingat sang Direktur, mantan istrinya itu berada di luar negeri bersama anak mereka. Ditatapnya wanita Kesayangan yang melamun sambil menyandarkan kepala di kaca jendela mobil. "Tidurlah, kalau sudah sampai, aku bangunin kamu." Ia belai rambut hitam panjang dan lembut itu. Samar-samar ia mendengar helaan napas panjang Bella, yang mengabaikan ucapannya. Ia mulai menangkap adanya kekesalan yang ditunjukkan sang kekasih, mungkin karena pertemuan tidak mengenakan tadi. "Aku benar-benar tidak tahu dia sudah kembali ke Indonesia," kata Anugrah, menyesal karena tidak berada di samping Bella tadi. Dokter kandungan itu menoleh, "Aku tahu Mas. Ini semua bukan salah kamu. Aku hanya merasa sakit hati karena mantan Istrimu mengatakan aku pelakor." Keni