Setelah Bowo dan Lintang keluar meninggalkan ruangan Ishan, bukannya kerja Ishan justru duduk termenung dengan pikiran yang di penuhi tanya tentang Lintang.
Sesaat kemudian, lamunannya buyar oleh ketukan pintu sekretaris yang datang dengan setumpuk berkas.
"Pak, hari ini ada laporan dari pihak agensi model untuk fashion show yang tengah di tangani pak Bowo."
"Apakah Lin ... ah! Maksudku wakil direktur juga ikut andil dalam proyek ini?"
"Iya pak."
"Kalau begitu panggil wakil direktur ke mari dan tinggalkan berkas-berkasnya."
"Baik pak."
Segera ia melupakan tentang apa yang menggangu pikirannya. Kini ia tengah di sibukkan dengan setumpuk berkas mengenai proyek yang di tangani oleh direktur sebelumnya. Profesionalitasnya memang tak diragukan lagi, dalam sekejap Ishan memahami permasalahan yang tengah dihadapi.
Selang beberapa saat,
tok ... tok ... tok ....
Pintu kembali di ketuk dan Ishan mulai merasa kesal karenanya.
"Iya masuk. Lain kali langsung masuk aja! Saya paling nggak suka mendengar suara ketukan pintu yang mengganggu!" ucapnya tegas. Dalam sekejap pria bodoh yang tadi berulah berganti menjadi sosok yang kharismatik dan tegas saat berhadapan dengan setumpuk berkas dan beberapa persoalan mengenai pekerjaan. Auranya membuat Lintang yang biasanya angkuh menjadi segan untuk membantah.
"Ya, maaf pak. Kalau begitu ada yang bisa saya bantu pak?"
"Iya, coba kamu lihat ini, tadi pihak agensi model menelepon untuk meminta kenaikan gaji sebesar 10 kali lipat dari kesepakatan awal. Jika kita tidak bersedia, mereka meminta untuk mundur dari proyek ini. Tapi jika kita membatalkan kontrak dengan mereka, kita nggak mungkin dapat model dalam waktu sesingkat ini, apa solusimu?"
Lintang kembali membaca berkas dan mengambil surat kontrak yang mereka tanda tangani. Dengan seksama Lintang memeriksa satu persatu surat kontrak itu.
Di dalam ruangan yang sama dan seprofesional apapun seorang Ishan, namun jika di hadapkan dengan Lintang seorang gadis yang masih menghuni hatinya maka matanya pun tak mungkin bisa di ajak kompromi. Sesekali Ishan mencuri pandang pada Lintang yang tengah sibuk memeriksa berkas dengan wajah seriusnya.
Sejenak wajah itu membuat Ishan terlena.
"Yaps! Masalah ini biar saya yang tangani. Jika sudah hanya ini saja, saya pamit undur diri untuk segera menyelesaikan masalah ini," tegas Lintang yang membuat Ishan terkejut kelimpungan mengalihkan pandangan lantaran khawatir kepergok curi pandang.
"Eh, tunggu! Memangnya apa rencanamu?"
"Tentu saja menemui mereka untuk membuat kesepakatan baru."
"Apa semudah itu? Apa kau yakin bisa?"
"Ya, kita coba saja dulu."
"Baiklah! Aku akan pergi bersamamu! Aku khawatir mereka akan berbuat nekat saat kau mulai memprovokasi mereka."
"Lalu siapa yang akan bertanggung jawab di kantor jika direktur kita yang agung ini ikut keluar? Seharusnya jika anda ingin ngintilin saya lagi, anda bukan menjabat sebagai direktur utama, tapi asisten pribadi saya!" ucap Lintang yang kesal karena sikap kekanakan Ishan.
"Itu ide yang bagus! Tunggu sebentar."
Ishan bergegas keluar dan kembali mengumpulkan para karyawan.
Lintang bingung melihat apa yang akan di lakukan Ishan.
"Pengumuman! Mulai hari ini akan ada pergantian posisi untuk beberapa karyawan. Untuk Indra, kamu saya angkat jadi wakil direktur, dan Selena kamu menjadi manager menggantikan posisi Indra. Lintang saya tempatkan sebagai asisten pribadi saya. Saya harap kalian yang baru berganti posisi dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Sekian, terima kasih dan silahkan lanjutkan pekerjaan kalian."
Lintang melongo mendengar dan melihat apa yang baru saja di lakukan oleh Ishan.
"Wah ... wah ... luar biasa! Anda benar-benar menggunakan wewenang anda dengan bijak!" ucap Lintang sambil tepuk tangan dan tak hentinya menggelengkan kepalanya karena heran dengan kelakuan direktur muda itu. Ishan hanya tersenyum sombong menanggapi sindiran Lintang.
Tepat saat jam istirahatkan makan siang mereka pergi meninggalkan kantor menuju tempat Denny berada.
Saat sampai di parkiran, Ishan meminta Lintang yang mengemudikan mobilnya. Tanpa membantah Lintang melaksanakan perintah Ishan. Saat dalam perjalanan, Ishan memecah sunyi dengan sedikit basa-basi.
"Tapi apa om Bowo sering seperti ini? Maksudku apakah om Bowo sering membuat kesepakatan dengan perjanjian yang dapat merugikan kita seperti ini?"
"Iyups! Begitulah pamanmu, selalu membuatku kelelahan dan kerepotan membereskan masalah yang beliau buat," jawab Lintang kesal.
"Pfft! Tidak heran setelah tujuh tahun berlalu kamu kelihatan lebih tua. Bwahahaha ...."
"Yah! Dan yang membuatku heran setelah tujuh tahun berlalu kamu masih belum move on," ucapan Lintang membuat Ishan terdiam seketika.
"Hey! Dari mana kepercayaan dirimu itu? Aku yang sekarang tampan dan gagah ini, kini telah menjadi penakluk wanita! Mana mungkin aku nggak bisa move on dari gadis kurang ajar sepertimu? NA-JIS!" umpatnya yang berusaha menyangkal pernyataan Lintang.
"Padahal aku hanya asal bicara. Kenapa reaksimu berlebihan seperti itu? Tampaknya ucapan ku tadi benar!"
"Benar kepalamu! Justru sebaliknya, aku sangat membencimu!" jawab Ishan meninggikan suaranya.
"Kau tau? Bisa jadi, bencimu hanyalah pelampiasan dari perasaan tersakiti, perasaan campur aduk yang membuatmu frustasi. Benci tapi masih merindu." Dalam sekejap suasana di dalam mobil menjadi melankolis. Ishan terhanyut dalam rangkaian kalimat Lintang.
"Tentu saja itu cukup untuk membuktikan jika cinta itu masih ada dan masih duduk tenang di sana. Perasaan bertanya-tanya, 'tak pernahkah sekalipun kau mengingatku?' dan ku bilang 'blasss ra tau!' (gak pernah sekalipun!) lanjut Lintang yang di akhiri dengan nada bicara yang ngegas untuk merusak suasana melow yang ia ciptakan.
"Dasar wanita gila! Dengan kepribadianmu ini, ku yakin kamu nggak akan pernah menikah!"
Pernyataan Ishan bukanlah pernyataan asal. Melainkan pernyataan yang memancing untuk melihat tanggapan dan reaksi Lintang. Dari pernyataan itu terselip sedikit harap untuk sebuah jawaban yang ia cari.
Namun, tanggapan Lintang yang dingin dan tanpa terucap apapun dari bibir mungilnya justru membuat pikiran Ishan semakin penasaran tak berarah.
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya mereka sampai di sebuah gedung agensi milik Denny.
Sayangnya Denny sedang tak ada di tempat. Sekretarisnya mengatakan jika Denny akan mengadakan pesta ulang tahun di sebuah hotel berbintang.
Dengan susah payah akhirnya Lintang dapat informasi tentang di hotel mana dan pukul berapa Denny akan mengadakan pestanya.
"Informasi tadi cukup. Selanjutnya kita kembali saja dulu, nanti malam biar saya sendiri yang menyelesaikannya."
"Apakah kamu selalu bertindak sembrono seperti ini? Kamu ini wanita!"
"Memangnya kenapa jika saya seorang wanita? Salahkah?"
Mendengar pertanyaan Lintang, Ishan baru sadar jika Lintang adalah gadis angkuh yang tak pernah suka di remehkan ataupun dianggap lemah.
"Ah sudahlah sepertinya trombositmu menurun. Kita cari makan siang dulu! Bertengkar dan berdebat juga butuh tenaga!" sanggah Ishan tak ingin memancing kemarahan Lintang.
"Tunggu dulu! Maksudmu tadi apa? Kenapa kalau aku seorang wanita?"
"Tidak! Tidak apa-apa, aku hanya salah bicara. Ayo cepat cari makan! Aku sudah kelaparan!" ucap Ishan yang enggan memberi penjelasan. Ia hanya langsung membuka pintu mobilnya dan duduk di kursi kemudi.
Sementara Lintang masih berdiri dengan wajah masam, seolah siap untuk menelan lshan hidup-hidup.
42. Teman SMP Darah yang tadinya hanya merembes, kini mulai mengalir layaknya saluran air yang mulai lancar, David mulai panik dan sesak napas menyaksikan Lintang bersimbah darah.“Memuakkan!” Pria yang masih berpakaian formal lengkap itu, kini mengendurkan dasinya yang tiba-tiba terasa mencekik. Tidak hanya itu, David juga melempar jas hitamnya secara sembarangan, sehingga tampaklah darah yang merembes di lengan bajunya.Seolah tak menyadari bahwa dirinya sendiri juga terluka, David kembali nekat, mengabaikan peringatan Lintang sebelumnya, dan memantapkan langkah ke arah Lintang.“Jangan protes lagi! Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh!” seru David seraya kembali menggendong Lintang menuju ke ranjang pasiennya.“Dokter! Dokter!” David berteriak seperti orang kesetanan.Apakah kali ini Lintang hanya diam dan menurut, setelah David menunjukkan sikap setengah bengisnya? Tentu saja tidak. Sama seperti sebelumnya, kali ini pun Lintang meronta dan menjambak rambut David. Bahkan Lintang
"Tentu saja, karena dia wanita yang istimewa dan berbeda!" jawab Bintang spontan."Hmh! Apakah selera kalian adalah wanita rendahan yang hypersex?"Lagi-lagi Bambang merendahkan Lintang."Kakek!" teriak Bintang yang marah mendengar Lintang dihina sang kakek. Namun, sang kakek hanya mendengkus dengan seringai senyum menghina. Sebelum melanjutkan ucapannya, Bintang sempat menatap Ishan untuk melihat reaksinya. Namun, reaksi Ishan yang hanya diam saja justru semakin membuatnya geram. "Jika seandainya hal yang sama menimpa Kejora, apakah Kakek masih bisa mengatakan hal demikian?" Bintang mengepalkan tangannya gemetaran. Telinga dan lehernya merona merah, keringatnya pun bercucuran sebab menahan amarah yang sudah di ambang batas. Plak!Kini gantian tamparan sang kakek meninggalkan bekas merah di pipi Bintang."Jaga ucapanmu! Dasar bocah sialan! Kamu dilahirkan bukan untuk menjadi budak wanita rendahan!""Kakek, cukup! Cukup aku saja. Aku mohon ...."Suara Ishan bergetar pasrah memohon
Kini, semua orang tengah menanti jawaban Kejora. Mereka semua mengubah suasana yang tadinya gaduh menjadi tenang dan kondusif. "Aku bersedia menerima perjodohan ini!"Jawaban Kejora membuat mata Bowo dan yang lainnya terbelalak. Kecuali Bambang—sang kakek dan biang keladi dari pupusnya harapan Ishan untuk membangun rumah tangga bersama Lintang. "Ta–tapi ... bagaimana bisa kau menerimanya? Bukankah kau ....""Maaf! Tapi sejujurnya, aku juga sudah lama memendam rasa untuk Mas Ishan, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidupku." Penjelasan itu membungkam mulut-mulut yang sebenarnya sudah siap untuk membombardir Kejora dengan ribuan pertanyaan. "Tapi, jelas-jelas kau sudah tahu persis bagaimana aku mencintai Lintang, tapi ....""Stop!" Bambang menyela dengan suaranya yang lantang. "Sebaiknya kamu terima apa pun keputusan Kakek! Kau tahu pasti apa yang akan terjadi jika kau nekat menikahi gadis kotor itu, 'kan?" Peringatan yang
Keadaan semakin kacau karena kakek dan nenek Ishan tiba-tiba datang. Na'asnya, kakek dan nenek Ishan sempat menyaksikan video tersebut pada bagian Lintang yang tengah dilecehkan. "Apakah memutar adegan menjijikkan seperti ini adalah trend dalam acara pernikahan masa kini!" bentak Bambang Prioko Kartadwinanta, kakek Ishan."Memalukan! Matikan video itu!" perintahnya dengan wajah merah padam. Para tamu undangan terkejut melihat kehadiran orang nomor 3 di negara itu. "K—kakek. Bagaimana kakek bisa ...,"Rita gelagapan mendengar Ishan memanggil 'kakek' pada pria tua yang merupakan orang nomor 1 di kota itu. "Apakah Ishan merupakan cucu dari Bambang Prioko yang merupakan orang terkaya no 3 di negara ini?" batin Rita mulai panik dan ketakutan."Bawa gadis itu!" Bambang menggunakan isyarat tangannya untuk memberikan perintah pada para pengawalnya. Bersamaan dengan itu, para tamu undangan juga langsung diarahkan untuk segera meninggalkan ruangan. Bambang berjalan mendekat ke arah Bowo d
Lintang tersedak mendengar ucapan Alex. "Kenapa? Apa candaku berhasil menyentuh hatimu?"Alex segera memberikan segelas air minum pada Lintang."Ku kira kamu serius. Padahal jika benar, aku akan memilih menikahimu saja." Alex tercekat mendengar ucapan Lintang. "Kenapa kau diam saja? Iya! Aku tahu kamu tidak pernah memandangku sebagai seorang wanita. Aku hanya merasa sudah terbiasa denganmu. Sejujurnya, aku mempercayai dirimu melebihi diriku sendiri."Alex termangu mendengar penuturan Lintang. "Jika besok pagi aku yang mengajakmu menikah, apakah kau masih bersedia?"Lintang mengangguk tanpa ragu. Alex mengusap kepala Lintang sambil berujar, "Dasar bodoh! Aku tidak akan melakukan hal gila itu. Aku senang akhirnya kau berada di tangan orang yang tepat. Pria yang benar-benar mencintaimu.""Jadi ... kau benar-benar tidak mau menikahiku, nih?" seloroh Lintang. Alex menggeleng sambil tersenyum. "Aku lebih senang menjadi pelindung rahasiamu, Lintang," ucapnya dalam hati. ***Dekorasi
Sepanjang perjalanan pulang, Ishan terus saja memikirkan tentang Lintang. Bagaimana mungkin, seorang gadis yang tangguh dan cerdas bisa terjebak dalam kondisi mental yang sangat miris seperti itu? Kejadian macam apa yang telah Lintang lalui?Rasa penasarannya itu memenuhi kepala Ishan, sehingga membuatnya hilang konsentrasi mengemudi.Ckiit ... BRAK!Seorang pedagang asongan tersungkur dengan kue bolu kukus yang berhamburan ke jalanan.Ishan turun dari mobilnya dan segera menolong pedagang asongan yang ia tabrak itu."Bapak tidak apa-apa?" tanya Ishan."I—iya, Mas. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ...."Pedagang asongan tersebut melirik sedih pada dagangannya yang sudah berceceran ke mana-mana, bahkan sebagian ada yang terlindas kendaraan lain."Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Pak. Mari saya antar untuk ke rumah sakit,