Share

BAB 8 Sesosok Lelaki Bernama Takuya

Lelaki itu, Murakami Takuya. Ia melepaskan kostum boneka anjing putih yang melekat di tubuhnya. Sebuah kostum yang dijadikan maskot produk boneka yang dijualnya dan sekedar untuk menarik perhatian para pengunjung yang tertarik untuk masuk ke dalam toko. Diletakkannya boneka tersebut di atas meja sebelum dimasukkan ke dalam lemari kaca. Ia kembali mengenakan pakaian kerjanya dan menemui si empunya toko mainan. Seorang lelaki tua bernama Ogawa Sachio, si tua berusia 61 tahun itu sedang membersihkan boneka-boneka yang terbuat dari lilin.

“Takuya, apa kau sudah selesai menyebarkan brosur?” tanya lelaki tua itu yang kini mengambil kemucingnya dan membersihkan kaca etalase.

“Sudah, Pak.” Jawabnya singkat. Takuya mengeluarkan semua boneka yang masih ada di dalam karung untuk dimasukkan ke dalam etalase.

“Aku tadi melihatmu di depan, untung saja kau menyelamatkan gadis itu.”

“Ya, untung saja. Kalau tidak dia sudah terluka, mobil itu kencang sekali, fiuuh!” Takuya menghembuskan napas lega karena ia baru saja menyelamatkan nyawa gadis itu.

“Dia baru saja melamar kerja di sini, ini lamarannya.” Sachio, si tua itu menyodorkan kertas lamaran gadis itu pada Takuya.

“Hah?” Takuya sempat tercengang beberapa detik. “Apa dia melamar di sini? Oh, suatu kebetulan.”

“Ya, aku akan memanggilnya besok pagi.”

*

Kyoto Apartment 11 Kodaiji Temple

Lelaki itu meletakkan sebuah meja di atas tatami[1] di dalam kamarnya. Kemudian ia keluarkan semua peralatan dari dalam tas, sengaja ia mencecerkan semuanya kecuali botol-botol tinta warna ia letakkan khusus di dalam sebuah boks kecil di samping meja. Setelah itu ia mulai mempersiapkan buku gambar khusus untuk menggambar komik yang baru saja dibelinya di toko alat tulis. Lelaki itu menarik napas panjang sebelum akhirnya ia sibuk dengan pena G-nya dan daya imajinasinya untuk menuangkan segala kisah ke dalam gambar.

“Sepertinya pertemuanku dengan gadis itu bisa jadi ide nih! Keren juga adegan tabrakan maut itu. Gadis itu… cantik juga.”

Menit itupula Takuya tenggelam ke dalam dunianya. Di mana hanya ada dirinya dan gambar-gambar yang kini menjadi bagian dalam hidupnya. Saat dimana ia tak lagi bersatu dengan waktu yang begitu cepat berubah. Pagi, siang, malam. Dan lalu kembali menjadi pagi lagi.

*

Nindy berjalan mondar-mandir di kamar apartemennya yang kecil. Terkadang ia berhenti di depan pesawat telepon lalu kembali berjalan mondar-mandir seperti orang kebingungan. Entah sudah berapa kali ia melihat jam tangannya, sedang di depannya sebuah kardus mie instan hanya tinggal dua bungkus saja.

“Oh, biasanya di tanggal sepuluh ini mama mengirim uang. Tapi aku tidak mau menyusahkannya, aku tidak ingin meminta. Jadi Tuhan, kabulkanla doaku. Agar aku bisa diterima bekerja di toko boneka itu. Biarkan aku mencoba untuk menjadi seorang anak yang mandiri.” Harapnya cemas kala itu. Tepat pukul tujuh pagi terdengar suara bel di kamar apartemennya.

TING..TONG…

Nindy lekas berlari membuka pintu kamar apartemennya dan melihat sesuatu di sana. Bukanlah sesosok manusia yang berdiri di hadapannya, melainkan sekotak bekal makan siang ‘Bento[2] teronggok di depannya. Gadis itu membungkukkan punggung dan mengambil kotak makanan itu yang diatasnya tertulis sederet kalimat pesan;

Aku tidak ingin melihatmu mati kelaparan,

Ini makanan kesukaanmu, Nindy.

“Rafael?” gadis itu masuk kedalam kamar apartemennya dan meletakkan bento itu di sebelah pesawat telepon. Rupanya ia masih terus menunggu deringan telepon itu berbunyi. Ia melirik ke arah jam dinding, dihitungnya tiap detik saat jarum jam itu terus berjalan tanpa henti.

TAK..TIK..TAK..TIK…

Hingga akhirnya telepon itu berbunyi, suara deringan mengejutkan dari lamunan beberapa saat.  Lekas disambarnya gagang telepon itu;

Moshi-moshi? Disini Nindy-chan.” Sapa gadis itu dengan gugupnya. Ia berharap orang yang menelpon adalah orang yang paling dinantinya.

“Ya, saya pemilik toko boneka ‘Irasshaimase’, apakah saya sedang berbicara dengan Nindy-san?”

Hai.”

“Bisakah Nindy-san hari ini datang ke toko saya? Saya ingin membicarakan tentang gaji Anda.”

*

‘Hosh…hosh…hosh…’

Gadis itu turun ke loteng bawah sambil di tangannya membawa bekal bento pemberian Rafael. Ia hendak mengucapkan terima kasih pada sahabatnya itu yang telah bersikap baik padanya. Ia kini berhenti tepat di depan kamar Rafael, diketuknya pintu itu tiga kali.

“Rafael! Rafael!” panggilnya keras sambil ia menggedor-gedor pintu padahal sudah disediakan bel di samping pintu tersebut. Tapi lantaran karena ia terlalu senang sampai membuatnya tidak ingat sama sekali.

Pintu itu pun terbuka, Rafael melongo melihat Nindy berdandan cantik dan tengah tersenyum penuh arti padanya.

“Kau mau kemana pagi ini?”

“Aku, sebelumnya aku mau ngucapin terima kasih ya karena kamu sudah memberiku bekal makanan. Tapi, mulai besok tidak usah karena aku sudah diterima bekerja di toko boneka itu, Rafael.” Ucapnya sumringah, mata gadis itu berbinar-binar.

Rafael melongo, “Hah, serius?”

“Ya, aku serius. Tadi pemilik toko itu menghubungiku dan aku diminta untuk datang hari ini. Aku…, aku takut kalau terlambat, jadi aku pergi dulu ya!” Nindy lekas berbalik punggung dan keluar apartemen meninggalkan sosok Rafael yang masih diam melongo. Ia berpikir gadis itu melakukan satu kegilaan dalam hidupnya setahun ini. Padahal selepas itu, ia tidak akan pernah lagi bisa kembali ke Jepang lagi. Sementara, dan gadis itu menyibukkan dirinya sendiri, bukan untuk menikmati.

*

[1] Tatami adalah Tatami adalah tikar bambu tebal khas jepang yang biasa digunakan pada rumah gaya jepang. Tatami ini berbentuk persegi panjang, dan walaupun ukurannya berbeda-beda namun ukuran standarnya adalah. sekitar 91 cm x 182 cm per lembar tatami.

[2] Bento merupakan makanan Jepang yang dikemas dalam sebuah kotak. Isinya biasanya berupa nasi, ikan atau daging, juga sayuran. Bento juga memiliki kreatifitas penataan yang unik. Biasanya dibuatkan dari rumah sebagai bekal makan siang atau untuk piknik.

`

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status