“Kita benar-benar berhasil!” seru Claire senang sambil kembali menatap Leon yang masih berada di bawah tubuhnya.
“Iya, kita berhasil,” jawab Leon sambil tersenyum. Senyuman itu membuat tawa Claire berhenti. Lagi-lagi, Leon berhasil membuatnya terpana. Namun, Claire segera mengusir pikirannya itu, ia cepat-cepat berdiri dan Leon pun ikut berdiri di sebelahnya.
“Sekarang mungkin kita punya waktu. Kamu punya banyak hal untuk dijelaskan,” kata Claire dengan tatapan menuntut.
Di hadapan mereka, tiba-tiba layar digital kembali terbuka.
Proceed to next level? Y/N. Auto play in 30 seconds.
“Kita hanya punya 30 detik!” seru Claire.
“Baiklah... baiklah. Aku tersedot ke dalam game ini sudah lama, entahlah sudah berapa lama tidak ada penanda waktu di sini. Mungkin beberapa bulan, aku tidak tahu. Aku tidak bisa keluar karena apapun yang kulakukan aku harus menunggu pemain yang memilih Aphrodite sebagai karakternya. Aku melakukan itu, bukan karena sengaja Claire. Jika kita tidak melakukannya, kita tidak bisa melanjutkan permainan. Aphrodite dan Adonis harus melakukannya,” jawab Leon.
“Bagaimana kamu tahu begitu banyak soal game ini?” tanya Claire lagi menyelidik.
“Aku sudah pernah memainkannya sampai habis dari luar sana. Tapi entahlah, ketika aku tersedot ke dalam, permainan rasanya berubah. Babi hutan tadi, seharusnya tidak seperti itu. Yang kutahu, kulit babi hutan itu seharusnya bisa kau tembus dengan mudah dengan pedangmu,” jawab Leon.
“Apa maksudmu berubah?”
“Entahlah, beberapa hal berubah. Mungkin bug, aku tidak tahu, Claire! Sungguh!” seru Leon.
Lima... empat... tiga...
“Ada apa di level selanjutnya?” tanya Claire.
“Semoga aku salah... Level selanjutnya Danau Lerna,” jawab Leon.
Claire hendak bertanya danau macam apa itu, namun level selanjutnya sudah dimulai. Dimensi di sekitar mereka berubah menjadi sebuah tempat yang gelap dan lembab. Tanah di bawah mereka tidak berumput. Meskipun belum terlihat, Claire sudah bisa mendengar bunyi gemericik air. Tiba-tiba di hadapan mereka muncul kembali layar digital, masing-masing satu layar namun tulisan yang muncul sama.
Ganti karakter untuk memulai permainan.
“Kita harus berganti karakter?” tanya Claire bingung.
“Dugaanku benar, level ini soal Danau Lerna. Kamu pernah dengar soal Hydra kan?”
“Hydra? Semacam monster air?” tanya Claire.
“Ya. Semacamnya,” jawab Leon.
Layar di hadapan Claire mulai berubah.
Pilih karakter barumu. Rekomendasi: Athena.
“Pilih Persefone atau Athena, percayalah padaku,” kata Leon.
Sementara itu, layar di hadapan Leon juga berubah.
Pilih karakter barumu. Rekomendasi: Herakles.
“Game ini menuntun pada kematianku terus menerus. Herakles memang berhasil mengalahkan hydra, tapi akhirnya mati karena racun hydra. Aku akan memilih Hercules,” jawab Leon.
Claire akhirnya memilih Athena, karena pakaiannya jauh lebih bagus dibandingkan Persefone menurutnya. Tiba-tiba, Claire merasa dirinya mengetahui banyak hal, termasuk tentang hydra.
“Hydra adalah naga berkepala sembilan. Cara membunuhnya, memenggal lalu membakar pangkal kepalanya,” kata Claire.
“Sudah kubilang kamu harus memilih karakter Athena atau Persefone. Pilihan yang bagus,” jawab Leon. Kini ia sudah berganti pakaian menjadi pakaian berkulit binatang, seperti yang sering dilihat Claire dalam film-film Hercules. Namun Leon tetap terlihat seperti Leon. Jadi ia memang seperti ini.
“Bagaimana mungkin bisa memenggal dan membakar kepala naga yang besar itu?” tanya Claire hampir putus asa.
“Aku Hercules, dalam legenda Hercules berhasil mengalahkan hydra tanpa mati seperti Herakles. Entahlah siapa yang lebih dulu membunuh, mitologi Yunani kadang-kadang bisa sangat membingungkan,” jawab Leon.
Tiba-tiba layar digital kembali muncul di hadapan mereka.
Hercules dan Athena, bunuhlah Hydra itu untuk melanjutkan ke level selanjutnya. Go!
“Kurasa, mau tidak mau kita harus siap,” kata Leon sambil memberi isyarat pada Claire untuk maju bersamanya. Claire membawa sebuah tombak emas khas Dewi Athena, sedangkan Leon membawa sebuah pedang sederhana.
“Darah Hydra beracun, sangat beracun,” jawab Claire yang tiba-tiba tahu banyak soal mitologi Yunani.
“Aku tahu,” jawab Leon.
Di hadapan mereka kini, ada sebuah danau yang sangat luas.
“Danau Lerna, merupakan salah satu pintu menuju dunia bawah yang dikuasai Hades, dewa kematian,” kata Claire lagi.
“Yup! Aku berharap kita tidak langsung berhadapan dengan Hades,” jawab Leon.
Tiba-tiba air danau bergejolak dan tanah di sekitar mereka bergetar. Jantung Claire berdebar kencang dan ia kemudian memegang kuat-kuat tombak emasnya. Leon memegang pedangnya dengan percaya diri, namun sebenarnya jantungnya pun berdebar kencang. Ia tidak tahu apakah ia benar-benar bisa menghadapi hydra ini.
“Di mana kita bisa menemukan api? Tempat ini sangat gelap!” seru Claire.
“Kurasa kita terpaksa memikirkan itu nanti,” jawab Leon.
Dari dalam air yang gelap itu mulai terlihat sisik-sisik muncul ke atas. Sepertinya tidak terlalu besar, harap Claire dalam hati. Namun harapannya itu seperti harapan kosong, sebab tiba-tiba sembilan kepala hydra itu muncul secara bersamaan ke permukaan. Mata Leon dan Claire melebar saat kepala-kepala itu semakin menjulang tinggi hingga hampir menyentuh awan. Tubuhnya hampir sebesar Danau Lerna itu sendiri.
“B-bagaimana kita bisa mengalahkan monster sebesar ini?” tanya Claire. Rasanya ia hampir menangis. Mimpi buruk macam apa ini.
“Katakan ini hanya mimpi, Leon. Aku akan terbangun setelah ini! Aku ingin bangun sekarang!” seru Claire lagi. Leon mendekati Claire.
“Tenangkan dirimu, Claire. Ini bukan mimpi!” seru Leon sambil memegang kedua bahu Claire.
“Kita tidak punya waktu untuk ini!” seru Leon dan dengan cepat ia menarik tubuh Claire menjauh sebab di saat yang sama salah satu kepala hydra itu menyerang dengan cepat ke arah Leon dan Claire.
Leon kemudian melompat tinggi dan memenggal kepala hydra itu sebelum sempat ia kembali ke atas.
“Leon! Kau melakukan kesalahan!” seru Claire.
“Maaf, aku harus mencoba. Siapa tahu bug itu mengubah cerita,” jawab Leon.
Leher yang terpotong itu terjuntai di tanah, namun beberapa saat kemudian, dari pangkal leher yang terpotong tumbuh bercabang menjadi dua kepala naga yang sangat besar.
“Bug itu tidak mengubah bagian ini obviously!” seru Claire kesal.
Sekarang, kepala-kepala naga itu menyerang mereka secara bersamaan. Claire dan Leon berguling untuk menghindari serangan-serangan itu. Mereka kini terpisah menjauh.
“Bagaimana kita membuat api jika tidak ada sumber apinya?” teriak Claire pada Leon yang berada jauh di sana. Di saat yang sama satu kepala naga bergerak cepat ke arahnya, Claire menutup mata sambil berteriak dan mengangkat tombaknya tinggi-tinggi. Saat ia membuka mata, tombak Claire sudah menancap di leher naga itu. Dengan satu gerakan kuat yang sama sekali tidak diduga Claire, tombak itu akhirnya mampu memenggal habis kepala sang naga. Itulah kekuatan Athena. Namun, Claire tahu apa artinya itu. Dari pangkal yang terpenggal itu, muncul dua kepala lagi.
“Sial!” seru Claire.
“Aku akan mencari sumber api!” seru Leon sambil berlari menjauh.
“Leon! Leooonnn! Jangan tinggalkan aku!!” seru Claire. Namun, Leon sudah berlari jauh entah kemana.
“Shit!” seru Claire saat melihat Leon sudah pergi meninggalkannya sendirian. Ia kemudian mengencangkan pegangannya pada tombak emasnya. Ia tidak yakin akan bisa bertahan sepuluh menit melawan monster ini. Belum lagi, Claire melihat bercak darah yang ditimbulkan monster itu di tanah, berasap dan membuat tanah berlubang. Betapa beracunnya darah monster ini.Claire memperhitungkan apa yang harus ia lakukan, melawan Hydra bukanlah hal yang pintar. Ia harus memikirkan cara lain. Bertahan adalah satu-satunya cara. Tapi kepala-kepala naga itu mulai menyerang Claire tanpa ampun. Claire terpaksa hanya menghindar, berguling kesana kemari sambil menghindari noda darah yang sudah ada di tanah.Kini total sebelas kepala naga yang menyerang Claire seorang diri, ia harus mencari tempat bersembunyi. Namun, Claire kesulitan untuk mencapai ke tempat lain karena kepala-kepala naga itu terus menyerangnya. Ia terpaksa hanya berlarian di sektiar tanah di depan naga itu saja, set
“Jangan berani tinggalkan aku lagi!” kata Claire ketus.“Ehm, baiklah kalau begitu mari kita mencari tempat untuk bermalam,” jawab Leon sambil tersenyum kikuk. Ia kemudian membantu Claire berdiri. Tubuh Claire terasa sakit di beberapa bagian, seperti lengan. Rasanya lelah sekali dan ia ingat dia belum tidur sama sekali. Setelah mendapati kekasihnya berselingkuh di tengah malam, Claire lalu terjebak di sebuah rumah tua, dan sekarang ia terjebak di dalam game. Sungguh kesialan yang luar biasa.Mereka kemudian berjalan menyusuri tepian danau. Rasanya, tadi Leon melihat sebuah gua di dekat sini saat ia sedang mencari obor. Claire sudah menguap berkali-kali sambil berjalan. Leon hampir saja ingin memapah tubuh Claire, tapi ia takut gadis itu akan marah. Jadi dia diam saja sambil terus berjalan.Akhirnya, Leon menemukan sebuah gua yang tadi ia lihat. Leon mengajak Claire masuk ke dalam gua itu sambil membawa obor yang masih menyala di tangannya
Empusa itu menghindari tombak Claire dengan mudah kemudian terbang melayang-layang dengan rambutnya yang berapi-api.“Jangan hanya diam saja!” seru Claire pada Leon.Leon baru tersadar, ia kini mengangkat pedangnya. Sambil berteriak, Leon berlari lalu melompat tinggi. Dengan cepat ia menebas ke arah makhluk buruk rupa itu lalu mendarat di tanah. Sedetik kemudian, makhluk yang masih berada di udara itu terbelah dua lalu jatuh ke tanah. Darahnya yang hitam kehijauan memenuhi tanah di bawahnya.Tak lama kemudian tubuh Empusa yang terbelah dua beserta ceceran darahnya berkedip-kedip dan menghilang. Kini bahaya yang tersisa hanyalah tatapan sadis dari Claire. Gadis itu menatapnya seakan ingin membunuhnya saat ini juga.“C-Claire ...”“Tutup mulut mesummu itu!” seru Claire sambil menghadap ke arah Leon sambil memegang tombaknya. Belum habis kemarahannya saat di level sebelumnya, kini Leon sudah membuatnya semakin jijik
Setelah tulisan ‘Start’ menghilang, mereka diperhadapkan dengan labyrinth yang entah seluas apa. Kabut tipis melayang-layang di hadapan mereka. Sunyi sepi, tidak terdengar apapun di labyrinth berkabut itu.“Kurasa kita harus mulai sekarang, Claire,” kata Leon.“Kurasa begitu,” jawab Claire.Mereka kemudian melangkahkan kaki menuju pintu masuk labirin itu. Seketika terdengar bunyi berdetak, seperti bunyi jam. Claire dan Leon saling berpandangan.“Jangan bilang kita berpacu dengan waktu!” seru Claire.“Entahlah. Tidak ada game seperti ini seingatku, semuanya sudah berubah,” jawab Leon.Leon kemudian menjulurkan tangannya ke depan, mengeluarkan layar opsi miliknya. Layar itu terbuka, di bagian atasnya terlihat jelas angka dengan warna kuning yang berkedip sesuai dengan bunyi detakan jam itu. ‘23:59:40’ dan terus menurun.“Sial! Mereka hanya memberi kita waktu d
“Aphrodite bisa terbang,” bisik Claire ke telinga Leon. “Lalu?” tanya Leon bingung. Claire dengan cepat mengeluarkan layar digital dari tangannya, membuat suara yang menarik perhatian Minotaur itu. “Claire! Apa yang kamu lakukan?” tanya Leon panik. Minotaur itu berlari cepat dengan langkah-langkahnya yang berat berdebam di tanah. Napasnya yang terdengar mendengus itu terdengar semakin keras. Leon panik, sementara Claire malah memilih-milih tombol yang menampilkan gambar-gambar berbeda. Entah apa yang Claire cari. “Cepat, kita pergi sekarang, Claire!” seru Leon. Kini ia tidak repot-repot lagi untuk mengecilkan suaranya. Minotaur itu sudah tahu dimana mereka berada. Leon hampir saja menyeret Claire pergi dari situ, namun tiba-tiba Claire berseru dengan keras. “Ini dia!” seru Claire. Di saat yang sama, Minotaur itu terdengar di belakang mereka, tanduknya menyeruduk ke arah mereka. “Tukar karakter ke Aphrodite!” seru Claire. Dalam
Claire tidak bisa berhenti. Entah dirinya yang benar-benar menginginkan Leon, entah karakter Aphrodite yang membuatnya begini. Yang jelas, gairahnya tak terbendung lagi. Ia tahu akan menyesali ini setelahnya, tapi saat ini ia benar-benar tidak peduli. Medkipun otaknya menuruhnya berhenti, tapi Claire lebih mendengarkan nada tubuhnya yang menginginkan Leon.“C-Claire... Minotaur itu hmmm... Claire... hmmm...” Leon mencoba berbicara namun Claire terus melumat bibirnya dengan penuh gairah. Leon menyerah. Dalam tubuh Aresnya, Leon tidak bisa menolak Aphrodite. Meskipun ia tahu, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Leon memang menyukai Claire sejak pertama mereka bertemu. Untuk itu, Leon tidak merasa ragu. Gadis itu gadis pertama yang menggetarkan hati Leon selama sepuluh tahun terakhir ini.Hal berikutnya yang mereka tahu adalah mereka sudah melucuti pakaian masing-masing, bercumbu seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua. Leon mencumbui leher Claire de
“Aaaaahhh!” teriakan Claire sudah tidak karuan ketika mereka sudah hampir sampai ke tanah. Entah akan terasa sakit atau tidak, tapi yang jelas mereka akan kehilangan nyawa. Claire memejamkan matanya, bersiap menerima hantaman namun setelah menunggu beberapa detik, tidak terjadi apa-apa. Saat Claire membuka matanya, tepat di depan matanya adalah rumput hijau yang berjarak hanya sekitar lima centimeter saja.Claire menghela napas saat mengetahui bahwa mereka melayang lima centimeter di atas tanah. Gadis itu menengok ke arah Leon yang masih memeluk pinggangnya kuat-kuat. Pria itu masih memejamkan mata.“Buka matamu dan lepaskan aku,” kata Claire.Leon membuka matanya perlahan, lalu menghela napas lega. Di saat yang sama mereka langsung jatuh ke tanah begitu saja.“Leon!” protes Claire saat berusaha bangkit. Meskipun hanya berjarak lima centimeter saja, jatuh seperti tadi rasanya cukup sakit. Apalagi rerumputan seakan menus
“Kamu sangat cantik dan aku mencintaimu,” jawab Minotaur itu dengan mata bersinar keemasan.“Benar. Aku juga mencintaimu. Karena itu, biarkan aku dan temanku pergi ke tempat yang ditempa dengan api. Mungkin kamu tahu dimana itu?” tanya Claire lagi sambil tersenyum kikuk. Ia menaruh sebelah tangan di pinggang, berusaha terlihat seksi.“Tempat yang ditempa dengan api?” tanya Minotaur itu.“Iya, yang menyimpan benang merah milik Ariadne...?” Claire tidak yakin dengan nama yang ia sebutkan. Ia menoleh ke arah Leon yang dengan cepat mengangguk-angguk. Dalam legenda, Theseus berhasil keluar dari labirin Pulau Kreta dengan mengandalkan benang merah dari Ariadne yang jatuh cinta padanya.“Rasanya aku tahu tempat itu. Ada di bagian pusat dari labirin ini. Di sebelah sana, beberapa blok lagi. Ambil saja tikungan ke kanan. Ares pasti bisa menemukannya,” jawab Minotaur itu.“Seharusnya kamu kata