Share

Danau Lerna

Author: Cindy Chen
last update Last Updated: 2021-05-26 08:58:42

“Kita benar-benar berhasil!” seru Claire senang sambil kembali menatap Leon yang masih berada di bawah tubuhnya.

“Iya, kita berhasil,” jawab Leon sambil tersenyum. Senyuman itu membuat tawa Claire berhenti. Lagi-lagi, Leon berhasil membuatnya terpana. Namun, Claire segera mengusir pikirannya itu, ia cepat-cepat berdiri dan Leon pun ikut berdiri di sebelahnya.

“Sekarang mungkin kita punya waktu. Kamu punya banyak hal untuk dijelaskan,” kata Claire dengan tatapan menuntut.

Di hadapan mereka, tiba-tiba layar digital kembali terbuka.

Proceed to next level? Y/N. Auto play in 30 seconds.

“Kita hanya punya 30 detik!” seru Claire.

“Baiklah... baiklah. Aku tersedot ke dalam game ini sudah lama, entahlah sudah berapa lama tidak ada penanda waktu di sini. Mungkin beberapa bulan, aku tidak tahu. Aku tidak bisa keluar karena apapun yang kulakukan aku harus menunggu pemain yang memilih Aphrodite sebagai karakternya. Aku melakukan itu, bukan karena sengaja Claire. Jika kita tidak melakukannya, kita tidak bisa melanjutkan permainan. Aphrodite dan Adonis harus melakukannya,” jawab Leon.

“Bagaimana kamu tahu begitu banyak soal game ini?” tanya Claire lagi menyelidik.

“Aku sudah pernah memainkannya sampai habis dari luar sana. Tapi entahlah, ketika aku tersedot ke dalam, permainan rasanya berubah. Babi hutan tadi, seharusnya tidak seperti itu. Yang kutahu, kulit babi hutan itu seharusnya bisa kau tembus dengan mudah dengan pedangmu,” jawab Leon.

“Apa maksudmu berubah?”

“Entahlah, beberapa hal berubah. Mungkin bug, aku tidak tahu, Claire! Sungguh!” seru Leon.

Lima... empat... tiga...

“Ada apa di level selanjutnya?” tanya Claire.

“Semoga aku salah... Level selanjutnya Danau Lerna,” jawab Leon.

Claire hendak bertanya danau macam apa itu, namun level selanjutnya sudah dimulai. Dimensi di sekitar mereka berubah menjadi sebuah tempat yang gelap dan lembab. Tanah di bawah mereka tidak berumput. Meskipun belum terlihat, Claire sudah bisa mendengar bunyi gemericik air. Tiba-tiba di hadapan mereka muncul kembali layar digital, masing-masing satu layar namun tulisan yang muncul sama.

Ganti karakter untuk memulai permainan.

“Kita harus berganti karakter?” tanya Claire bingung.

“Dugaanku benar, level ini soal Danau Lerna. Kamu pernah dengar soal Hydra kan?”

“Hydra? Semacam monster air?” tanya Claire.

“Ya. Semacamnya,” jawab Leon.

Layar di hadapan Claire mulai berubah.

Pilih karakter barumu. Rekomendasi: Athena.

“Pilih Persefone atau Athena, percayalah padaku,” kata Leon.

Sementara itu, layar di hadapan Leon juga berubah.

Pilih karakter barumu. Rekomendasi: Herakles.

“Game ini menuntun pada kematianku terus menerus. Herakles memang berhasil mengalahkan hydra, tapi akhirnya mati karena racun hydra. Aku akan memilih Hercules,” jawab Leon.

Claire akhirnya memilih Athena, karena pakaiannya jauh lebih bagus dibandingkan Persefone menurutnya. Tiba-tiba, Claire merasa dirinya mengetahui banyak hal, termasuk tentang hydra.

“Hydra adalah naga berkepala sembilan. Cara membunuhnya, memenggal lalu membakar pangkal kepalanya,” kata Claire.

“Sudah kubilang kamu harus memilih karakter Athena atau Persefone. Pilihan yang bagus,” jawab Leon. Kini ia sudah berganti pakaian menjadi pakaian berkulit binatang, seperti yang sering dilihat Claire dalam film-film Hercules. Namun Leon tetap terlihat seperti Leon. Jadi ia memang seperti ini.

“Bagaimana mungkin bisa memenggal dan membakar kepala naga yang besar itu?” tanya Claire hampir putus asa.

“Aku Hercules, dalam legenda Hercules berhasil mengalahkan hydra tanpa mati seperti Herakles. Entahlah siapa yang lebih dulu membunuh, mitologi Yunani kadang-kadang bisa sangat membingungkan,” jawab Leon.

Tiba-tiba layar digital kembali muncul di hadapan mereka.

Hercules dan Athena, bunuhlah Hydra itu untuk melanjutkan ke level selanjutnya. Go!

“Kurasa, mau tidak mau kita harus siap,” kata Leon sambil memberi isyarat pada Claire untuk maju bersamanya. Claire membawa sebuah tombak emas khas Dewi Athena, sedangkan Leon membawa sebuah pedang sederhana.

“Darah Hydra beracun, sangat beracun,” jawab Claire yang tiba-tiba tahu banyak soal mitologi Yunani.

“Aku tahu,” jawab Leon.

Di hadapan mereka kini, ada sebuah danau yang sangat luas.

“Danau Lerna, merupakan salah satu pintu menuju dunia bawah yang dikuasai Hades, dewa kematian,” kata Claire lagi.

“Yup! Aku berharap kita tidak langsung berhadapan dengan Hades,” jawab Leon.

Tiba-tiba air danau bergejolak dan tanah di sekitar mereka bergetar. Jantung Claire berdebar kencang dan ia kemudian memegang kuat-kuat tombak emasnya. Leon memegang pedangnya dengan percaya diri, namun sebenarnya jantungnya pun berdebar kencang. Ia tidak tahu apakah ia benar-benar bisa menghadapi hydra ini.

“Di mana kita bisa menemukan api? Tempat ini sangat gelap!” seru Claire.

“Kurasa kita terpaksa memikirkan itu nanti,” jawab Leon.

Dari dalam air yang gelap itu mulai terlihat sisik-sisik muncul ke atas. Sepertinya tidak terlalu besar, harap Claire dalam hati. Namun harapannya itu seperti harapan kosong, sebab tiba-tiba sembilan kepala hydra itu muncul secara bersamaan ke permukaan. Mata Leon dan Claire melebar saat kepala-kepala itu semakin menjulang tinggi hingga hampir menyentuh awan. Tubuhnya hampir sebesar Danau Lerna itu sendiri.

“B-bagaimana kita bisa mengalahkan monster sebesar ini?” tanya Claire. Rasanya ia hampir menangis. Mimpi buruk macam apa ini.

“Katakan ini hanya mimpi, Leon. Aku akan terbangun setelah ini! Aku ingin bangun sekarang!” seru Claire lagi. Leon mendekati Claire.

“Tenangkan dirimu, Claire. Ini bukan mimpi!” seru Leon sambil memegang kedua bahu Claire.

“Kita tidak punya waktu untuk ini!” seru Leon dan dengan cepat ia menarik tubuh Claire menjauh sebab di saat yang sama salah satu kepala hydra itu menyerang dengan cepat ke arah Leon dan Claire.

Leon kemudian melompat tinggi dan memenggal kepala hydra itu sebelum sempat ia kembali ke atas.

“Leon! Kau melakukan kesalahan!” seru Claire.

“Maaf, aku harus mencoba. Siapa tahu bug itu mengubah cerita,” jawab Leon.

Leher yang terpotong itu terjuntai di tanah, namun beberapa saat kemudian, dari pangkal leher yang terpotong tumbuh bercabang menjadi dua kepala naga yang sangat besar.

“Bug itu tidak mengubah bagian ini obviously!” seru Claire kesal.

Sekarang, kepala-kepala naga itu menyerang mereka secara bersamaan. Claire dan Leon berguling untuk menghindari serangan-serangan itu. Mereka kini terpisah menjauh.

“Bagaimana kita membuat api jika tidak ada sumber apinya?” teriak Claire pada Leon yang berada jauh di sana. Di saat yang sama satu kepala naga bergerak cepat ke arahnya, Claire menutup mata sambil berteriak dan mengangkat tombaknya tinggi-tinggi. Saat ia membuka mata, tombak Claire sudah menancap di leher naga itu. Dengan satu gerakan kuat yang sama sekali tidak diduga Claire, tombak itu akhirnya mampu memenggal habis kepala sang naga. Itulah kekuatan Athena. Namun, Claire tahu apa artinya itu. Dari pangkal yang terpenggal itu, muncul dua kepala lagi.

“Sial!” seru Claire.

“Aku akan mencari sumber api!” seru Leon sambil berlari menjauh.

“Leon! Leooonnn! Jangan tinggalkan aku!!” seru Claire. Namun, Leon sudah berlari jauh entah kemana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Love in The Game (INDONESIA)   The End

    “Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj

  • Love in The Game (INDONESIA)   Chasing Boston

    Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber

  • Love in The Game (INDONESIA)   Nearly

    Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L

  • Love in The Game (INDONESIA)   Revealed

    Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L

  • Love in The Game (INDONESIA)   Saving Fox

    “Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.

  • Love in The Game (INDONESIA)   Hypnotized

    Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere

  • Love in The Game (INDONESIA)   Fox's Revenge

    Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.

  • Love in The Game (INDONESIA)   Deceiving

    “Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno

  • Love in The Game (INDONESIA)   Inside The Myth Again

    “Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status