Claire berteriak saat tubuhnya terjun bebas ke tanah. Leon berusaha menggapai tangannya, tapi percuma saja sebab Leon juga sedang terjun bebas bersama Claire. Mereka bersiap kehilangan satu nyawa lagi sebelum tiba-tiba sekelebatan cahaya putih bergerak cepat di bawah mereka. Claire dan Leon merasakan tangan-tangan halus memeluk mereka dari belakang lalu mereka dibawa melayang dan melesat cepat di udara.
“Hesperides... Jangan halangi aku!” kata seratus kepala Ladon bersamaan. Suaranya yang berat, dalam, dan sedikit serak bergema di seluruh taman.
Saat mereka berhenti melayang dan mendarat ke tanah, Claire dan Leon baru menyadari kalau mereka telah diselamatkan oleh empat wanita cantik berkulit putih dengan tubuh harum bunga-bungaan. Mereka semua bergaun putih tipis melayang dengan aksen floral yang indah.
“Mereka berdua adalah tamu kami, Ladon!” seru salah seorang dari mereka. Rambutnya coklat gelap sewarna dengan tanah, matanya hijau sewa
“Stop it!” seru Leon sambil menghindar dari serangan pedang empat Hesperides yang mendendam itu.Namun nampaknya, para Hesperides itu tetap menyerang Leon yang masih dalam keadaan birahi. Leon melompat ke belakang sofa sambil mengumpulkan konsentrasinya dan mengambil pedangnya. Entah apa yang dilakukan Perseus pada mereka sebenarnya, Leon tidak pernah membaca sesuatu seperti itu dalam mitologi Yunani.Seperti yang diduga Leon, para Hesperides itu melompat dan menghunuskan pedangnya ke belakang sofa. Leon sudah bersiap sekarang. Ia menangkis empat pedang itu sekaligus dan membuat para Hesperides terjatuh mundur.“Kita bisa bicarakan semua ini dengan baik-baik!” seru Leon.Tapi, ini sebuah game. Negosiasi tidak bisa dilakukan semudah itu. Terkadang Leon melupakan hal penting seperti itu sebab semuanya terasa dan terlihat nyata. Para Hesperides mengepungnya dari empat penjuru dan mereka menyerang secara bersamaan. Leon melompat tinggi
Leon benar-benar melihat mata salah satu kepala Ladon mengikuti gerak tubuhnya. Jantung Leon berdebar kencang ketika Ladon mulai membuka mulutnya dan menyemburkan api ke arah Leon. Leon tahu, ia tidak akan bisa menghindari api itu dan sudah terlalu terlambat untuk mengeluarkan tameng yang seharusnya ia persiapkan sedari tadi.Namun tiba-tiba, Leon merasakan hembusan angin kencang datang hampir bersamaan dengan semburan api. Angin itu berasal dari arah yang berlawanan dengan kepala Ladon. Meskipun angin membuat api semakin besar, tetapi ia meniupnya kembali ke arah kepala Ladon, memberikan sedikit kesempatan untuk Leon menghindar.Leon sempat menoleh dan melihat Claire yang sudah terbang melesat. Leon bisa menebak siapa yang membuat hembusan angin kencang tadi. Sambil berlari, Leon membuka kotak peralatan digitalnya dan mengambil tameng. Dalam sekejap, tameng itu sudah berada di tangannya. Dengan tangkas ia berlari, namun tidak mudah melewati naga dengan kepala seratus.
Seketika setelah teriakan Leon terdengar mengalahkan bisingnya badai. Petir besar turun dari langit dan menyambar Ladon hingga naga itu menjerit dengan puluhan kepalanya yang masih tersisa.“Thunder!!” seru Leon sekali lagi pada langit.Lalu langit menurunkan petir yang jauh lebih besar dibandingkan yang pertama ke tubuh Ladon membuat naga itu jatuh berdebam ke tanah. Langit perlahan-lahan mulai menjadi cerah dan pusaran angin mulai menghilang.“Claire!! Dimana kamu?” panggil Leon sambil turun bersama pusaran angin yang hampir menghilang.Leon kemudian melihat tubuh Claire mulai nampak melayang lemah di pusaran angin yang memudar. Ia menutup matanya, tampaknya tidak sadarkan diri. Dengan kekuatan yang tersisa, Leon menangkap tubuh Claire dan kemudian mendarat ke tanah.Di hadapan mereka, Ladon terbaring tak berdaya di atas tanah. Tapi tidak seperti yang lain, ia tidak berkedip lalu menghilang. Suara napas dari puluhan kepala
Seketika bulu kuduk Leon meremang setelah mendengar pertanyaan dari Dolos tersebut. Apa yang ia takutkan? Apa maksud Dolos saat berkata bahwa ia sudah melihatnya? Namun sebelum Leon sempat bertanya, ia merasa dirinya sudah berada di tempat yang lain. Dimensi di sekelilingnya berubah.Leon kini berada di sebuah ruangan yang terasa tidak asing. Ruangan putih yang seluruhnya empuk, mulai dari lantai hingga dinding-dindingnya dilapisi dengan semacam busa tebal berwarna putih bersih. Leon memakai pakaian serba putih dengan jaket putih yang menyilangkan tangannya ke depan dada lalu diikat ke punggungnya. Jaket untuk menenangkan orang tidak waras.“No!” teriak Leon.Dia tidak ingin kembali kesini. Suara-suara itu kembali berbisik di telinganya.'Kenapa kamu tidak menyelamatkan ibu, nak? Leon dimana kamu?'Suara ibunya terdengar berbisik di telinganya.“Ibu? Ibu?” tanya Leon bingung sambil berputar-putar melihat ke s
‘Kamu membunuhku, Leon! Kenapa kamu membunuhku!’”Tidak! Ibu menghilang saat kita sedang bermain game! Aku tidak membunuhmu!” seru Leon sambil memejamkan kedua matanya, berusaha agar suara-suara yang mengganggunya itu hilang.Suara-suara yang sudah ia lupakan itu kembali lagi sama seperti lima tahun yang lalu setelah Leon menetap di rumah sakit jiwa. Ia mulai mendengar suara-suara yang menyalahkannya. Leon saat itu mulai meragukan kenyataan yang selama ini ia percaya. Ia mulai meragukan kalau ibunya benar-benar menghilang. Ia mulai sedikit mempercayai cerita kalau dialah yang membunuh ibunya.Kini segala perasaan itu kembali. Leon tidak bisa menangis, seolah-olah bola matanya sudah kering. Mungkin jika sebutir saja air mata Leon bisa keluar dari salah satu bola matanya, rasa sakit di hatinya bisa tersalurkan sedikit saja. Tapi tidak ada sedikitpun air mata yang mengalir dari bola matanya.Tiba-tiba dimensi di sekeliling Le
“Claire! Bertahanlah!” seru Leon.“Botol yang tepat akan menyembuhkan Eris,” kata Dolos lagi mengulangi kata-katanya.Leon tidak punya pilihan, ia harus memilih di antara kedua botol yang sekilas tampak sama persis itu. Ia mendekati kedua botol itu dan mengamatinya. Yang kiri atau yang kanan? Leon sama sekali tidak tahu bedanya.“Cepatlah, Leon...” kata Claire lemah.“Aku tidak tahu mana yang harus kupilih. Biarkan aku berpikir,” jawab Leon.Kiri atau kanan? Leon mulai panik. Kedua botol itu terlihat sama saja.“Shit!” Leon mengumpat kesal.‘Botol yang benar akan menyembuhkan Eris’ Kata-kata itu tiba-tiba terlintas di pikiran Leon.“Botol yang benar... Kanan?” tanya Leon pada dirinya sendiri.Leon masih ragu-ragu, tangannya bergerak perlahan. Namun tiba-tiba bunyi beep terdengar dari arah Claire. Claire mulai tak sadarkan
“Kamu sudah terperangkap di dalam game ini selama kurang lebih tiga tahun, Leon. Berarti kejadian hilangnya ibumu kurang lebih sudah delapan tahun yang lalu,” kata Claire.“Ah, betul juga. Aku hampir lupa kalau aku sudah berada di sini selama tiga tahun,” jawab Leon.“Ketika kita keluar dari sini, kita akan temukan ibumu,” ujar Claire lagi.“Kita?” tanya Leon.Claire mengangguk.“Aku akan membantumu, Leon. Yang penting, kita keluar dari sini dulu,” jawab Claire.“Thank you, Claire.”“You’re welcome,” jawab Claire sambil tersenyum. Ia sudah melupakan kekesalannya pada Leon saat ia pergi bersama para Hesperides.“Aku akan mencari cara, Claire. Aku berjanji.”Awan terus naik hingga mereka sampai ke permukaan jurang. Claire membuat awan itu bergerak ke daratan yang aman di tepian jurang lalu mereka turun bersama-sama.
Leon berjalan menuju ke tepian sungai, namun semakin jauh ia berjalan pandangannya mulai kabur.“Leon? Kamu tidak apa-apa?” tanya Claire.“Aku tidak apa-apa,” jawab Leon. Ia berpikir, mungkin saja ia terlalu lelah.Claire segera berlari mendekati Leon dan membantunya naik ke tepian.“Leon! Apa itu?” tanya Claire dengan tatapan ngeri. Leon melihat ke arah pandang Claire, sesuatu berwarna merah panjang dan berlendir menempel di kakinya. Bukan hanya satu tapi banyak.“Shit!” seru Leon. Namun tatapannya kabur sekarang dan tiba-tiba ia kehilangan keseimbangannya.“Leon!!” seru Claire panik sambil menangkap tubuh Leon.“Apa itu?!” seru Claire lagi saat melihat banyaknya binatang-binatang kecil yang panjang berwarna merah cerah dan berlendir. Rasa-rasanya Claire pernah melihat yang seperti itu di film-film monster. Claire membaringkan tubuh Leon di atas rumput lalu menut