Seorang laki-laki langsung mengajaknya berbicara. Percakapan tentang Sandy selalu sangat dia sukai, karena itu dia melewati acara enal?"
"Tentu saja, dia itu saingan sama kakakku waktu olimpiade SMP."
"Kakak?"
"Oh, aku punya kembaran, laki-laki juga, dia sekarang ada dikelas yang sama dengan Sandy Andrea itu."
"Tapi..."
"Aku dan kakakku punya minat dan kepintaran masing-masing. entar juga kau tau, kita sekelas nih. Aku Rion, saudaraku yang dikelas A namanya Leon. Dia pakai kacamata, jadi mungkin kau gak bakalan kenal dia, tapi kami kenbar identik, kalau kacamatanya dilepas, kau akan kesulitan ngenalin kita."
"Wah, ada anak kembar. Dari dulu aku penasaran." Nana mulai penasaran dan ada nasa senang dari suara yang dia keluarkan.
Rion menaruh tasnya di meja yang berdempetan dengan meja Nana, lalu duduk dan mengatur tempatnya. "Penasaran tentang apa?"
"Apa anak kembar punya telepati gitu? maksudnya bisa ngerasain kalau yang satunya lagi ada masalah, atau yang satu lagi ngerasain cinta, marah, atau mikir sesuatu gitu."
Rion tertawa renyah, membuat Nana ikut tersenyum karenanya. "Kalau feeling tentang masalah, mungkin iya, karena selama ini, kalau ada yang gak beres salah satu dari kita, ya yang lainnya pasti ngerasain dan mencari. untuk cinta, mungkin iya mungkin nggak sih, soalnya sampe sekarang aku masih belun nemuin yang bener-bener bisa ngetuk hati ini" Rion menunjuk dadanya.
"Eh, kok kau duduk disini? kan udah ada yang punya."
"Udah kubilangin tadi. Dia juga setuju kok, soalnya bisa lebih dekat ke depan."
Guru pertama hari itu masuk lebih cepat dari jadwal yang ditentukan sehingga membuat beberapa temannya terlambat memasuki ruangan. Pelajaran Matematika di hari senin dan jam pertama adalah bencana bagi seluruh siswa yang ada di ruangan sepuluh F, namun mereka tak punya hak untuk mengganti sehingga harus menerima kenyataan hingga semester pertama ditahun pertama kehidupan SMA mereka berakhir.
Setelah melalui waktu yang cukup berat, akhirnya istirahat pertama di jam sepuluh pagi terdengar juga. Nana dan Rion langsung akrab dengan beberapa keluhan dan pemikiran yang sama. Bahkan, gambar kartun Nana pun hampir sama bagusnya dengan gambar Rion.
"Rion, wajahmu kayak sering banget aku liat, tunggu! Biarkan aku berfikir," Nana terlihat mengawan, tatapannya kosong "Jangan bilang kamu,"
Rion langsung menaruh jari telunjuk di mulutnya. "Rahasia kita berdua yah, hanya para pelukis yang tahu riwayatku. Tapi kok bisa tau? Aku kan gak terkenal di sini."
"Aku suka ngikutin hal-hal yang menyangkut tentang seni. Kok bisa sih berakhir disini, padahal kan banyak yang nawarin sekolah bagus diluar?"
"Mama masih gak relain kita buat pergi. Dan kami sayang banget sama mama, kalau mama ngomong A, kami semua bakalan ngikutin."
"Mamamu keras yah?"
"Nggak kok, mama orang yang paling lembut dan pengertian sedunia. Mama kadang keras sih, tapi itu untuk kepentingan kami, dan kami semua sangat menyayanginya melebihi wanita manapun di dunia ini."
seminggu sekelas dan sebangku dengan Rion membuat Nana mengerti, kalau laki-laki yang berada di sampingnya adalah seorang jenius dalam seni, bahkan dalam hal memakai bedak pun, dia tak kalah."Yuk upacara." ajak Rion."Tapi nanti kutinggal ya, aku baris di kelas sepuluh b.""Baris di kelas sepuluh a saja. kan lebih bagus, kau bisa liat dan sapa langsung dengan Sandy.""Gak papa, gak usah, aku di barisan biasa saja.Nana mengenakan topinya kemudian meninggalkan Rion yang masih sibuk membereskan mejanya yang sempat berhamburan karena memperlihatkan banyak hal pada Nana."Ada gambar baru?" Nana mencolek pinggang Rena lalu berdiri di belakangnya."Gak ada nih, orangnya juga belum muncul kok itu""Yuk, Na. Sini!" ucap Rion lalu menarik lengan Nana meninggalkan barisan kelas sepuluh b menuju sepuluh a
"Tunggu apa lagi? Ayo naik!" Minuman yang ada di hadapannya sudah habis dalam sekali tegukan.Rion menepuk wajahnya lalu menunduk, tak habis fikir dengan tingkah teman sekelasnya satu itu, jika menyangkut tentang Sandy, dia akan melakukan apapun dengan semangat empat lima, padahal jika dengan yang lain, dia terlihat biasa saja."Na, ubah sifatmu yang seperti itu, tak baik. Jangan sampai ada yang berniat buruk padamu dengan memanfaatkan Sandy yang kamu bahkan tak tau apakah dia suka atau tidak." Ucap Rion sembari memegang bahu Nana yang telah duduk kembali disamping Rion.Tapi Nana sama sekali tak mendengarkan nasihat Rion."Yuk ah, ayo!" Kali ini Nana kembali menarik Rion menuju ke tempat dimana Sandy berada. Kapan lagi bisa bersama dengan Sandy tanpa perlu pusing memikirkan alasannya."Akhirnya sampai," Ucap Nana
Akhirnya Nana pulang tanpa ikut bermain game. Dia hanya memperhatikan Sandy bermain dengan serunya sembari sesekali mengajak Rion bercerita.Lelah memang, tapi jika mengingat setiap emosi yang diperlihatkan oleh Sandy, semuanya terbayar lunas, bahkan lebih. Teringat seperti momen waktu masih SMP yang selalu dia rindukan.Pagi menyapa Nana, setelah menyelesaikan tugas sekolahnya lebih cepat, dia langsung tertidur tanpa sempat menikmati siaran tv ataupun update grup kelasnya."Gimana tidurmu semalam? Pasti menyenangkan?" Tanya Rion ketika dia melihat Nana sudah duduk dengan rapi dalam kelasnya."Ya, langsung tertidur tanpa bermimpi saking capeknya." Nana menghembuskan nafas kasar."Gak ada mimpi pasal kejadian kemarin?""Kemarin kalian ngapain?" Rahma langsung masuk diantara cerita mereka tanpa permisi."Kemarin itu...""Jangan ngomong apa-apa, dia ember." Bisik Nana setelah menutup mulut Rion secepa
"Kerja? Apaan?" Nana ragu. Terlalu banyak cerita kejahatan yang dia baca yang menyangkut tentang penawaran kerja pada awalnya, namun merugikan di akhir."Model?""Model apa? Jangan yang aneh-aneh ya, aku gak suka yang aneh." Nana cukup menyukai Rion, tapi tawaran menjadi model cukup meragukan mengingat terlalu banyak hal buruk yang terjadi dalam dunia permodelan yang selama ini dia ketahui melalui publik."Gak kok. Model biasa aja, pose depen kamera, cekrek, udah, gitu doang."*Nana menyetujui tawaran Rion, dan disinilah dia sekarang, menunggu di ruang tamu setelah disapa oleh saudara perempuan si kembar.Dan Rion serta Leon muncul bersamaan. tanpa kacamata yang bertengger di wajahnya, membuat keduanya terlihat bak pinang di belah dua, tak ada beda sama sekali."Cara kerja dan honornya akan dijelasin ama kakak aku yah Na." Ucap Rion kemudian menyerahkan sebuah map berisi beberapa lembar kertas yang su
"Kalian ini, bisa gak sih dipisahin barang sebentar aja, lima menit gitu?" Seorang perempuan dengan rambut dikuncir dan membawa selembar kertas bertanya pada keduanya.Rion dan Nana saling berpandangan seakan sedang bertelepati, beberapa kali keduanya mengerutkan kening dan menggeleng, namun di menit berikutnya setelah gadis itu bosan menunggu jawaban, akhirnya keduanya kompak untuk mengatakan tidak lalu memberikannya tawa dan tos."Sudah kuduga. Tapi sayangnya kalian memang harus pisah, kelompok yang baru diberikan Bu Erna bilang gitu." Ucap perempuan itu lagi.Teman sekelasnya memberikan secarik kertas kemudian meninggalkan mereka berdua menuju papan tulis untuk mengumumkan kelompok tersebut."Pisah Rin." Wajah Nana terlihat sedih dan mengerucutkan bibirnya tanda tak terima."Iya nih, ya mau gimana lagi lah, guru yang nentuin." Rion hanya terlihat santai dan mengangkat bahunya, pasrah.
Hari yang ditunggu Nana akhirnya tiba, hari sabtu. Hari yang dijanjikan oleh Rion bahwa akan membuat Sandy terpesona dengannya."Karena hari ini spesial, kakakku Marina yang akan memoles wajahmu." Rion berkata dengan wajah bersinar."Gak akan menor kan?" Nana tak terlalu yakin dengan keputusannya kali ini, mengingat dandanan Marina selalu saja tampak mencolok di matanya."Meragukan kemampuanku ya Na?" Marina menjawab pertanyaan Nana dengan pertanyaan.Marina mengajak Nana mengikutinya, melangkah masuk ke dalam kamar kakak perempuan Rion. Gaya minimalis, dengan meja yang penuh dengan alat-alat make up serta cermin yang lumayan besar dan terpasang beberapa bohlam yang bersinar dengan terangnya."Duduk Nana."Nana mengikuti perintah Marina untuk duduk dan Marina pun mulai menjalankan sesuatu yang paling disukainya, memoles wajah perempuan menjadi cantik dan bers
"Sempurna seperti biasa kak," Ucap Rion dengan jempol dan rona yang masih bertahan di wajahnya, "Yuk, temui Leon." lanjut Rion lagi.Nana hanya mengangguk kemudian menyusul Rion di belakangnya, menuju lantai tiga. Kamar kakaknya berada di lantai dua, bersama dengan kamar kedua orang tua Rion."Bro, kita udah siap nih, yuk ke bawah!" Teriak Rion dari balik pintu, sengaja menggoda saudara kembarnya untuk bisa segera bertemu dengan Nana yang sudah di make over oleh kakak mereka."Iya, bentar. Masih siapin kamera dan perangkatnya nih. Kamu sini kek, bantuin bawa!" Perintah Leon yang tak membuka pintu, hanya menjawab tanpa melihat ke arah sumber suara, dan terus sibuk merapikan alat - alat yang berhamburan.Akhirnya Rion menyerah, dia membuka pintu untuk membantu saudara kembarnya merapikan alat yang semalam di cek kondisinya dan tak sempat di rapikan kembali."Na, kamu bi
Ketika Sedang berfoto setelah beberapa kali take, Sandy dan Taufik muncul. Leon tak menghiraukan mereka dan melanjutkan untuk memfoto keduanya.Sandy dan Taufik begitu memperhatikan Rion dan Nana yang terlihat seperti pasangan sejati, saling bergandengan tangan dan menatap, membuat keduanya memiliki chemistry yang begitu kuat. Beberapa kali mereka merubah gaya, namun tetap saja, seakan keduanya memang pasangan sejati yang diciptakan dari tulang rusuk yang sama."Break!"Teriakan Leon membuat Nana menghembuskan nafas lega, disambut tawa hangat dari Rion yang memperhatikannya."Kenapa, Na? Tumben banget bernafas berat, kayak lagi banyak beban aja." Celetuk Rion menggoda Nana yang tidak biasanya."Akhirnya, pose tadi berat banget, tau gak sih? Mana harus mandang Rion kayak lagi liatin orang yang paling disuka.""Kau gak suka padaku Na?" Rion