Share

7

"Kalian ini, bisa gak sih dipisahin barang sebentar aja, lima menit gitu?" Seorang perempuan dengan rambut dikuncir dan membawa selembar kertas bertanya pada keduanya.

Rion dan Nana saling berpandangan seakan sedang bertelepati, beberapa kali keduanya mengerutkan kening dan menggeleng, namun di menit berikutnya setelah gadis itu bosan menunggu jawaban, akhirnya keduanya kompak untuk mengatakan tidak lalu memberikannya tawa dan tos.

"Sudah kuduga. Tapi sayangnya kalian memang harus pisah, kelompok yang baru diberikan Bu Erna bilang gitu." Ucap perempuan itu lagi.


Teman sekelasnya memberikan secarik kertas kemudian meninggalkan mereka berdua menuju papan tulis untuk mengumumkan kelompok tersebut.

"Pisah Rin." Wajah Nana terlihat sedih dan mengerucutkan bibirnya tanda tak terima.

"Iya nih, ya mau gimana lagi lah, guru yang nentuin." Rion hanya terlihat santai dan mengangkat bahunya, pasrah.

Nana sudah mulai ikut memanggil si kembar dengan panggilan Rin-Len, panggilan yang selalu diberikan hanalya untuk keluarga dekatnya saja. Bahkan, beberapa teman Rion yang dari kalangan Seni di luar daerah masih memanggil nama lengkap.

keduanya tak keberatan, malah suka dengan keputusan Nana yang mulai memanggilnya seperti itu.

"Ya sudah, ntar datang di rumah seperti biasa, hari sabtu ini. Ada Sandy dan Taufik juga. Mereka kangen mau main PS g****s katanya." Rion menutup kalimatnya dengan mengalihkan pandangan dan mulai mencatat yang ada di papan tulis, Nana menyusul segera.

Nana tak sabar ingin hari segera berlalu dan menjadi hari sabtu. Namun sayangnya, dia harus bersabar, karena waktu berjalan tak secepat biasanya.

Begitu banyak kesibukan yang mulai di isi, termasuk jadwal ekskul berupa beain basket dan latihan PMR, membuat semuanya terasa begitu lama, sementara hari itu baru hari selasa.

"Tumben cepat datang latihan?" Rion menyapa Nana yang sedang duduk berselonjor di lapangan basket, Rion dan Leon juga ikut dalam ekskul basket, sama seperti Sandy dan beberapa yang lainnya.

"Yah, kapan lagi bisa nikmatin waktu ngeliatin Sandy tanpa curiga kan?" Jawab Nana seadanya, walau memang sebagian besar alasan dia ikut basket karena ingin melihat Sandy latihan.

"Seorang Ardana, dateng cepet cuman buat liat pangerannya? Gak usah bohong lah Na, menurut hitunganku, walau ada sekitar 30% yang mengatakan bahwa kamu ikut ekskul ini demi Sandy, tapi 70% alasanmu cepat datang karena kamu ingin waktu segera berlalu dan berubah menjadi hari sabtu, dan..."

"Tapi tidak secepat itu Munaroh." Leon muncul di belakang keduanya, memotong kalimat Rion.

"Eh, Ferguso, kau ngapain ikutan nimbrung?" Nana langsung menekuk beberapa lapisan wajahnya karena tingkah Leon.

"Bro, kau kebiasaan langsung muncul kayak setan." Rion dan Leon langsung bertos ria ala keduanya, seperti baru saja bertemu setelah sekian lama berpisah.

"Kalian pernah gak sih, gak pake tos tiap ketemu?" Nana bertanya sambil berkacak pinggang. 

"Gak pernah!" keduanya langsung spontan menjawab serentak setelah bertatapan sebentar.

"Dipanggil pelatih tuh." perempuan berwajah manis berkulit kuning langsat mencolek Nana yang masih asyik bercengkrama.

"Eh, keasikan, yuk latihan." Ajak Rion.

Mereka berempat langsung berlari menuju lapangan. Tim putra dan Putri memakai pelatih yang sama, sehingga mereka selalu memulai pemanasan bersamaan.

Seperti sebelumnya, mereka disuruh berlari mengelilingi lapangan basket. Setelah melakukan pemanasan kecil.

Pelatih memberi lima belas putaran untuk putri dan dua puluh lima putaran untuk putra.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status