Share

Bab 5

  Pertama kalinya Harry menapakkan kakinya di kediaman keluarga Parker yang megah. Selama ini Nyonya Minerva melarang Harry yang bukan keluarga Parker untuk tinggal di sana. Tapi sekarang Leon rasa sudah waktunya Harry berkunjung ke rumah itu.

Sore ini seluruh anggota keluarga sedang berkumpul, kecuali Kim dan Megang yang masih sibuk berlatih ballet di aula sekolah.

    "Selamat datang  di Yellowstone, Nak" sapaan hangat dari Amber menyambut kedatangan Harry. "Bagaimana sekolahmu?" kata Amber lembut.

    "Masih terkendali, Mom." Harry tersenyum. Amber tidak tahu saja kelakuan Harry di kampus dan asrama. Pemberonta dan suka membuat masalah. Dia tidak peduli dengan peraturan.

Amber terlihat riang karena kedatangan Harry, begitu juga Paul dan Elly. Kecuali Nyonya Minerva yang memasang wajah cemberut, membuat Harry merasa tidak diterima di rumah ini. Dia sudah membawa hadiah untuk Grandma itu, sayangnya tidak mendapatkan balasan yang baik dari Nyonya Minerva.

Pada saat Paul ingin membawa Harry ke kamarnya, Nyonya Minerva mencibir. "Paul, katakan pada anak jalanan itu untuk berpakaian yang rapih jika masuk ke rumah ini. Pakaian apa itu? Celana robek dan rambutnya berantakan." Ucap Nyonya Minerva pada anak keduanya. Harry malah tersenyum mendengar cibiran nenek tua itu.

Harry mendekat dan berkata. "Grandma, pakaian seperti ini sedang banyak digemari di kampus."

"Persetan! Kau datang ke keluarga ini hanya untuk membuat malu?" Nyonya Minerva terlihat jijik pada Harry. "Jangan-jangan niatmu hanya untuk menghabiskan uang keluarga Parker saja."

     

 Amber sudah banyak bercerita tentang ibu mertuanya itu. Wanita yang sudah berbau tanah itu  sangat cerewet dan banyak peraturan, Minerva Lestrange. Amber mengingatkan Harry untuk berhati-hati pada wanita tua itu.

Harry sudah mengepalkan tangannya dibawah menahan geram karena Nyonya Minerva mengejeknya dengan kasar, kalau bukan karena Amber menatapnya dengan memelas, mungkin dia akan pergi dari tempat itu.

Namun, Harry juga tidak bisa mengabaikan keluarga ini. Leon sudah berbaik hati membawanya dari jalanan. Kehidupannya jauh sekali dibandingkan sewaktu dia tinggal luntang-lantung di jalanan seperti pengemis.

Amber menuangkan teh cina kesukaan ibu mertuanya sambil berkata. "Nilai akademi Harry sangat bagus, Mom. Jangan khawatir. Dia pasti bisa diandalkan untuk membantu ayahnya perusahaan nantinya."

Nyonya Minerva menatap Amber. "Hanya membantu bukan? Aku tidak mau dia menjadi ahli waris Leon."

Leon menghela nafas karena sikap ibunya. "Mom, Harry punya hak! Dia sekarang anakku."

Mata Nyonya Minerva merah karena amarah. "Kuingatkan. Dia hanya orang luar... Tidak akan mendapat sepeserpun uang keluarga Parker." Ucapnya terang-terangan. "Jika dia inginkan bagian, dia harus bekerja dan membayar pengeluaran yang telah dia habiskan semasa tinggal dengan keluarga Parker."

Paul bersuara. "Mom, jangan keterlaluan!"

"Kenapa? Kau juga ingin berpihak pada anak jalanan itu?" Nyonya Minerva menatap anaknya.

Harry mulai jengah. Dia pun tidak mau warisan itu, makanya dia ikut balap liar yang membuatnya mendapatkan uang banyak. Meski taruhannya nyawa.

Elly yang dari tadi diam saja, mendekat pada Harry. "Kau tidak mau bertemu Emily? Dia sekarang sedang belajar di kamar." Harry pun menurut, dia memilih mengikuti Tantenya ke kamar Emily, adik Kim. Termasuk adiknya juga.

🌹🌹🌹

      "Harryy!"

      "Aku menangkapmu princess!" Harry mengangkat tubuh kecil Emily yang ringan dengan tawa renyah. Orangtuanya sering membawa Emily saat mereka mengunjunginya di asrama, dan rasanya Emily cepat bertumbuh.

Melihat Emily, Harry merasa terhibur. Dia masih kepikiran dengan ucapan Nyonya Minerva tadi, bahwa wanita tua itu tidak akan pernah menerimanya masuk ke keluarga Parker karena berasal dari jalanan.

Emily kegirangan melihat Harry, dia terus saja mencium wajah tampan Harry dengan tawa riangnya.

Harry tertawa geli. "Kau sangat bersemangat Emi. Katakan apa yang sedang kau kerjakan?" Harry menatap buku-buku di meja belajarnya.

"Aoa tidak ada hadiah untukku?" Bukannya menjawab, dia malah meminta dengan wajah cemberut.

 "Aku lupa. Sorry..." Harry berjongkok menurunkan Emily dari gendongannya.

 "Aku tidak mau alasan."

 Harry mengusap kepala Emily. "Aku janji nanti kita beli es cream." Ucapnya lembut. "Sekarang katakan dimana Kim?" Tanya Harry. Dari tadi matanya menatap ke segala penjuru tapi Kim belum nampak.

"Kim pasti masih latihan Ballet." Emily mulai bercerita. "Aku pernah menonton Kim menari di pertunjukan sekolah. Banyak sekali pria yang bertepuk tangan untuk Kim. Nanti kalau sudah besar aku ingin seperti Kim."

Harry tersenyum sebaliknya. "Katakan sebanyak apa pria yang tersenyum pada Kim?

"Aku tidak bisa menghitung. Tapi setiap aku tidur dengannya, banyak pria yang menelpon Kim tiap malam.... Aku pun bingung kenapa." Emily membuang nafas banyak.

Wajah Harry mengeras seketika mendengar cerita Emily. Dia sudah tidak konsentrasi lagi mendengarkan cerita Emily. Harry yang terlanjur jatuh cinta pada Kim yang seharusnya menjadi adik angkatnya. Tapi Harry tak dapat melarang pria mana pun mendekati Kim-nya.

    

🌹🌹🌹

       Kim ingin menjadi ballerina kenamaan di New York, atau mungkin ia bisa menjadi ballerina ternama di dunia. Sejak umur 4 tahun Kim sudah belajar ballet, ibunya memilih instruktur ballet profesional untuk Kim. Tapi sayangnya, Kim tidak punya teman untuk mendukungnya. Semua menjauhinya, entah mengapa.

       Tanpa Kim tahu Harry berada di ambang pintu, memperhatikan gerakan Kim.

      Rambutnya yang di cepol ke atas memperlihatkan kulit lehernya, leotard yang menempel di tubuh Kim membuat postur tubuh Kim terlihat dengan jelas ketika ia melakukan gerakan ballet. Pakaian itu memiliki bentuk seperti pakaian renang yang menutup dari atas dan menyambung sampai pantat tetapi terbuka dari paha ke bawah.

      Kim sangat cantik, Harry menggeleng. Tidak! Ini bukan pikiran seorang kakak untuk adiknya.

  Tapi Harry tak bisa mengendalikan pikirannya untuk Kim. Dia menginginkan Kim ke atas ranjangnya dan membuat gadis itu menjadi miliknya. Ini pikiran gila sebenarnya.

     Tiba-tiba mata Harry bertemu dengan mata biru-hijau itu, mata yang memikat, cukup mengapresiasinya dari kejauhan dan tersesat di dalam pancarannya.

       "Oh my God... Harry!!" teriakan Kim terdengar nyaring. Gadis itu berlari dengan cepat lalu meloncat ke pelukan Harry. Pemuda itu menahan kedua paha Kim dengan tangannya. Sentuhan yang membuat aliran darahnya berhenti, kulit yang halus dan lembut.

        "I Miss you Kimi!" Ia akan refleks mencium Kim dan mendapati aromanya begitu wangi. Lembut dan menyenangkan setiap kali menghirupnya. Seperti bau bayi.

         "Kau jahat sekali datang tidak bilang padaku, kalau tahu kau akan datang aku pasti sudah pulang dari tadi."

     "Tidak ada yang memberitahumu?"

       Kim menggeleng kuat. "Tidak ada."

       "Benarkah?" Harry menaikan satu alisnya.

         "Aku memang marah padamu, karena kau tidak menghubungiku tapi bukan berarti aku tidak perduli."

         "Okeh! Baiklah aku percaya. Tapi bisakah kau turun, Kimi. Badanmu semakin besar, sangat berat Kimi."

    Kim semakin mengeratkan kedua tangannya di leher Harry dan kakinya menjepit pinggang laki-laki itu semakin keras. Matanya terus memandang mata abu-abu Harry.

      "Aku lelah karena terus latihan ballet. Kau lihat sendiri kan?" Ucap Kim tak dapat menyembunyikan rasa senangnya. "Kenapa kau mengeluh saat menggendongku? Tapi tidak saat menggendong Emi."

   Karena kau menyiksaku Kimi, sekarang.

"Karena kau gemuk, sangat berat." Hina Harry. Kim tidak peduli.

     Dengan menggendong Kim di depan. Harry bisa melihat ukuran dada Kim dibalik leotard itu. Ukuran pinggul Kim juga lebih besar dengan pinggang yang kecil.

       "Dari mana kau tahu aku di sini?" tanya Kim. Harry tersadar dari pikirannya, ia menatap mata indah itu dan membawa Kim duduk di lantai dengan posisi tubuh mereka yang tak berubah.

 Jemari Harry terulur ke pipi Kim dengan lembut. "Dari Emi." Ucapnya. Lalu kembali berkata. "Aku ingin melihat sejelek apa tarianmu." Ejek Harry sinis.

"Terima kasih atas pujiannya."

Harry tersenyum melihat gadis manja itu merajuk. Dia menatap Kim dengan penuh cinta, tapi Kim tidak akan sadar itu. Kim turun dari pangkuan Harry, ia membereskan barang-barangnya.

  "Kenapa kau latihan sendiri?" tanya Harry, dari tadi ia tidak melihat orang lain di situ.

  "Guru balletku pulang lebih awal. Aku terbiasa menambah jam latihan sendiri," Ucap Kim dengan tidak peduli.

"Bukan itu maksudku. Teman-temanmu?"

  "Oh, mereka... Em, mereka akan pulang kalau guru ballet kami sudah pulang. Hanya aku yang paling rajin." Pujinya dengan sombongnya.

   "Sangat rajin?" puji Harry sedikit mencibir.

       Kim meninggalkan Harry sendiri dengan membawa rancelnya. Harry bisa melihat tulisan toilet saat Kim masuk ke sana, setelah beberapa menit Kim datang dengan pakaian oversize-nya. Dan itu melegakan. Mereka berjalan beriringan di lorong kampus,

      Namun mereka tidak bisa berlama-lama menikmati kebersamaan itu, di setiap jalan banyak yang menatap penuh kekaguman pada Harry. Tersenyum dan melambaikan tangan pada pemuda itu.

   Awalnya Kim bangga melihat Harry banyak yang mengagumi, tapi lama-lama ia risih karena gadis-gadis itu terlalu berlebihan. Tapi kejengkelan Kim terbayar dengan wajah Harry yang menunjukkan ketidaktertarikan.

Kim berbicara dengan dingin. "Jangan tanggapi anak perempuan di sini. Mereka selalu terpesona setiap melihat pria tampan."

"Kenapa rupanya? Itu berarti aku tampan. Aku tidak masalah mereka membuatku sebagai idola."

"Kau sejenis pria hidung belang juga rupanya." Decak Kim. Harry merangkul Kim sambil berjalan ke parkiran. "Kenapa kebanyakan pria suka dengan wanita yang seksi, hidung mancung, rambut lurus, putih mulus, dan payudara yang besar."

"Ohoh... Untuk yang terakhir aku tidak suka." Ucap Harry melirik milik Kim yang terlihat berukuran biasa. Awalnya Kim mengangguk mendengar pendapat Kim, tapi melihat ke arah mana mata Harry. Kim meninju perut Harry kuat.

"AH!" Ringisnya pura-pura. "Biar ku laporkan pada Emi kau memukul kakak kesayangannya." Ucap Harry sambil menahan tawa gelinya.

"Dasar sinting!" Maki Kim.

Harry tergelak lalu merangkul Kim lagi. "Kau tahu? Tidak ada pria yang tertarik dengan tubuhmu yang seperti triplek ini."

 "Aku juga tidak tertarik dengan pria mesum." Meski kesal Kim tidak melepaskan rangkulan Harry.

"Okeh! Kita lihat saja nanti." Balas Harry yang sudah semakin gemas dengan Kim-nya.

   

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status