Rate +21 Kimberley Cravell Parker, wanita cantik jelita yang memiliki segalanya. Tetapi, kematian adik kandungnya dan ibunya membuat kehidupan gadis ini berubah. Kisah cintanya pun membuat Kim harus mengecap rasa pahit dalam percintaannya. Harry son Zayn, baginya Kimberley adalah segalanya. Cinta yang amat dalam membawanya ke dalam pilihan yang sulit, setelah tahu masa lalunya Harry menjadi pria dingin dan tak punya hati bagi Kimberley.
View MoreKeluarga Parker tinggal dikediaman Yellowstone, hunian mewah yang berada di New York. Keluarga itu adalah pesohor dan jutawan yang paling berpengaruh. Tetapi memiliki kekayaan yang berlimpah tak membuat Mrs Parker merasakan kebahagiaan di rumah besar itu. Wanita paruh baya itu selalu menghabiskan waktunya dengan minuman alkohol di ruang kerjanya. Tubuhnya semakin kurus, lehernya terlihat panjang, dan wajahnya menyiratkan kesedihan.
Amber menyalahkan dirinya atas kaburnya Kimberley, anak perempuannya. Harry anak laki-lakinya juga jarang pulang. Mereka berdua terlibat hubungan terlarang. Walaupun tidak sedarah tapi Harry sudah menjadi anggota keluarganya, menjadi anak yang dia sayangi.
Semenjak kepergian mereka Amber sangat kesepian walaupun Emily anak bungsunya menemani. Amber tidak tahan lagi dengan kehidupan ini, dia semakin frustasi saat mengetahui rahasia suaminya. Bertahun-tahun Leon menyembunyikan rahasia itu padanya.
Ketika setengah dari kesadarannya masih berfungsi, dia mendengar seseorang melintasi pintu ruang kerjanya. Beberapa waktu ini dia sering merasakan tanda-tanda aneh di sekelilingnya. Terkadang ada seseorang bersenandung di depan kamarnya, kemudian ada yang menjerit-jerit. Karena setiap kali ia merasakan itu saat sedang minum alkohol, Amber mengabaikan saja hal-hal aneh itu.
Tapi malam ini dia tergerak untuk melihat keadaan diluar dengan kesadaran yang belum sepenuhnya. Amber mengikuti suara langkah kaki yang dia pun tidak tahu siapa itu. Saat dia berbelok untuk menaiki tangga tiba-tiba suara hujan turun. Rambutnya yang berantakan dengan pakaian tidur dia akhirnya tetap melanjutkan langkahnya.
Ruang itu gelap, wanita itu tidak terpikirkan untuk menyalakan lampu di setiap lorong yang sepi itu, suara tangisan terdengar membuat keresahan Amber bergemuruh. Angin berhembus kencang menyapu tirai.
"Emily? Sayang kau kah itu?" suara Amber memanggil. Satu tangannya memegang dinding untuk menahan tubuhnya, memejamkan mata sebentar karena rasa sakit akibat minumannya.
"Emiii...." Panggilnya lagi. Tidak ada sahutan dari siapapun.
"Aku akan membunuh kalian! Aku akan membunuh kau, Kimberley, siapapun yang membuatku sakit hati."
"Mommy..."
Nafasnya tercekat mendengar suara seseorang yang mengerikan. Kedua tangannya bergetar. "Mati... Mati!" Langkah kaki Amber semakin cepat dan dia pun berlari ke arah suara.
"Emiiii... " Walaupun kesadaran belum utuh tali ia mengenal suara putrinya yang merintih. Dengan cepat Amber mendobrak pintu kamar anaknya. Jantungnya berdegup tidak beraturan, yang dia pikirkan adalah keadaan anaknya.
Kepalanya kosong penuh, ia takut ini adalah halusinasinya akibat minuman keras. Dan saat pintu terbuka Amber tidak mendapatkan anaknya. Namun pintu kamar mandi menarik perhatiannya.
"EMIII...."
Teriakan Amber kuat, matanya terbelalak mendapatkan anaknya yang berusia 15 tahun berada di bak mandi dengan mata yang terbuka tanpa ekpresi. Amber berlari ke arah bathtub dan menarik anaknya yang terendah air, satu tangannya mencari denyut nadi Emily.
"EMI... MOMMY DI SINI SAYANG! BANGUN EMI!"
Tidak! Tidak! Amber ingin ini adalah halusinasinya.
Tapi Emily tetap tidak memberikan gerakan saat Amber membangunkan anaknya. Wajah Emily pucat dan tubuhnya terasa sangat dingin. Amber berteriak kencang di keheningan malam itu.
"Mom, I love you. Aku akan memberikan yang terbaik buatmu agar kelak Mommy tersenyum bahagia melihat aku memenuhi harapanmu, Mommy. Aku mencintaimu, Daddy, Kim, juga Harry. Kita akan berlibur lagi bukan?" Kilasan bayangan Emi terlintas di benaknya. "Mom, jangan menangis lagi, aku sedih melihatmu menangis."
Tiga jam kemudian Kim sudah berada di depan pintu kamar 301 milik Harry. Wanita itu tampak begitu gugup, satu tangannya sudah bersedia untuk mengetuk pintu tapi selalu ia urungkan.Tiba-tiba, seseorang membuka pintu itu. Harry hanya melotot, kaget melihat wanita yang selama ini ia cari kini berada di depannya. Rasanya ingin menarik tubuh Kim ke dalam pelukannya. Namun, mata Harry teralih pada tangan Kim yang menggenggam tangan anak kecil laki-laki. Anak itu yang ia selamatkan sore tadi.Setelah hening beberapa saat Kim berkata, "Boleh aku masuk?""Untuk apa kau datang? Ohh, ayahmu itu pasti sudah memberitahu pertemuan kami, kan," Kata Harry, "Sayangnya aku ada urusan, aku harus pergi." Harry pura-pura sibuk dengan melihat jam tangannya."Sebentar saja," ujar Kim lembut.Harry menelan ludahnya, ia membuang nafasnya sebelum memiringkan tubuhnya ke samping agar Kim bisa masuk."Sam ucapkan salam." Kim menundukkan kepalanya mel
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments