Jajaran mobil mewah mengantri untuk menurunkan para pengusaha-pengusaha hebat yang berada didalamnya, barisan mobil sport maupun mobil super mewah terlihat lalu Lalang di area parkiran hotel bintang lima bernama Plus Diamond. Malam ini merupakan Reuni Akbar dari SMA internasional yang terkenal dari dulu gudangnya para siswa yang berasal dari keluarga konglomerat, pemilik perusahaan, pengusaha-pengusaha sukses dan juga petinggi negara.
“Selamat malam, Nyonya. Silahkan menuju ballroom.” sapa seorang Valley yang membuka pintu mobil Bugatti Chiron.
Terlihat wanita cantik keluar dari mobil mewah itu dengan mengenakan black dress dengan belahan dada yang cukup rendah bernama Maheswari Lindaryanti atau biasa dipanggil Yanti. Rambutnya terurai rapi dan mengenakan aksesoris berlian yang tidak berlebihan membuat tampilannya cukup elegan. Tomi, anak semata wayang Yanti yang mengenakan setelan kemeja brand terkenal, mengikuti langkah mamanya dengan gagah.
“Yanti, ini benar kamu?” salah satu teman SMA Yanti mendekatinya. “Aku tidak menyangka, hidupmu berubah drastis. Sekarang dirimu jadi seorang pebisnis terkenal. Hebat!”
Perempuan lain ikut mendatangi Yanti dan melontarkan pujiannya. “Gila! Semakin berumur, kamu semakin cantik. Apa resep agar awet muda sepertimu? Aku benar-benar kagum, kamu cantik sekali malam ini.”
“Kamu bukan manusia, kamu pasti bidadari!”
Yanti membalas pujian mereka dengan senyuman. Baru menginjakkan kaki di ballroom hotel, semua mata tertuju padanya. Seketika dia menjadi pusat perhatian, terutama semua laki-laki yang hadir dalam acara reuni tersebut.
“Hai, Yanti. Lama ga pernah kamu ikut reuni,” sapa Mei, salah satu sahabat Yanti saat dulu masih sekolah. “Banyak orang membicarakanmu, apalagi setelah suamimu meninggal.”
“Oh iya? Memangnya kenapa?” Yanti sedikit terkejut mendengarnya. Berita tentang meninggalnya suami Yanti dulu sempat heboh di kalangan teman-teman SMA-nya, terutama Aris, sosok yang dulu pernah mengagumi Yanti.
“Dia datang,” bisik Mei, lantas pergi.
Netra Yanti menyapu sekitar ruangan, menikmati tampilan visual yang luar biasa. Dia masih mencari sosok yang dimaksud Mei di sekitar venue utama hingga matanya terhenti di satu sosok yang ia ingat dengan jelas.
“Hai, Yanti.” Pria dengan tinggi 178cm itu berjalan mendekat dengan mengenakan jas simple dan terkesan sporty.
“Oh, hmm. Hai, Aris. Kamu datang rupanya?” jawab Yanti tergagap yang melihat mantan semasa ia SMA.
Terlihat jelas dikedua mata mereka masih menyimpan rasa dan rindu, namun berusaha mereka tahan.
“Kamu pikir aku tidak datang? Memang, dari reuni tahun pertama sampai reuni kelima belas SMA kita, aku tidak pernah hadir. Entah kenapa tahun ini aku sangat ingin hadir. Mmm, mungkin karena dirimu.” Aris mengedipkan mata kanannya seolah memberi kode.
Yanti terbelalak, dia ingin menampar Aris tapi keramaian menjadi penghalang utama. “Ingat, Aris, hubungan kita sudah berakhir. Kita juga sudah memiliki keluarga masing-masing!”
“Kau yang berusaha mengakhirinya, bukan aku. Kau yang meninggalkanku tanpa alasan yang jelas dan tiba-tiba ada undangan pernikahanmu datang ke rumahku! Apa kau sedang lupa ingatan sehingga dengan mudahnya kau meninggalkanku saat itu? Aku butuh kejelasannya bahkan sampai detik!” nada bicara Aris mulai meninggi namun tetap ia tahan mengingat situasinya tidak tepat.
“Keluarga-“
“Persetan dengan istriku, cintaku hanya untukmu, Yanti, bukan untuk perempuan lain!” Aris tidak memberi Yanti kesempatan berucap.
“Apa kamu pikir saat itu aku dengan mudah meninggalkanmu?! Aku sendiri juga memaki diriku sendiri yang ternyata pengecut karena tak bisa menemuimu. Aku bisa apa atas perodohan yang dilakukan kedua orang tuaku dengan relasi bisnisnya? Aku mau ga mau harus menikahi Mas Reno.” Bulir air mata Yanti mulai membasahi wajah cantiknya.
Ada wajah sesal tergurat di wajah Aris yang membuat wajah cantik itu menjadi sendu.
“Aku selama ini menunggumu, Yan. Setidaknya aku menunggu kata maaf darimu meskipun hal itu tetap saja tak termaafkan. Setidaknya di reuni tahun ini, aku melihatmu datang, meski harus merelakanmu pergi setelahnya.”
“Setelah perdebatan ini, aku bisa apa selain meminta berjuta maaf darimu meski aku tahu kamu jelas-jelas tak akan memaafkanku . Aku terima, Ris. Karena aku tahu aku yang salah disini.”
“Aku sudah kepalang basah telah mencintaimu. Memaafkanmu atau tidak, sudah tidak jadi soal setelah 25 tahun perpisahan kita asal aku bisa melihatmu lagi.”
“Maksudmu?” Ekspresi Yanti berubah serius. “Gila kamu ya…, kita sudah punya anak dan kamu juga punya istri yang cantik. Istrimu sangat menyayangimu, Ris, kenapa kamu ingin menghianatinya?”
“Aku Ingin hubungan kita berjalan seperti dulu lagi, Yan.” Aris mendekatkan tubuhnya karah Yanti membuat tubuh wanita itu terdesak.
“Apa kau gila? Bagaimana dengan istri dan anakmu? Kau akan melukai mereka, Ris!”
“Melukai? Aku bahkan sudah melukai mereka dari sebelum aku menikah. Aku sudah terlalu jauh memiliki perasaan ini untukmu. Berhenti mencintaimu? Mustahil, sangat mustahil. Aku tidak bisa melakukan itu, meski ribuan kali sudah kucoba. Istriku hanya pemuas hasratku, Yan, cintaku tulus hanya padamu!” tangan Aris memegang erat lengan Yanti, cukup kuat sampai mampu membuat Yanti meringis.
“Tidak, tidak! Jangan pernah lakukan itu! Lebih baik aku jadi orang terjahat dengan menolak cintamu dari pada harus menghancurkan rumah tanggamu!” Yanti menepis tangan Aris yang menahannya.
Yanti berjalan cepat meninggalkan Aris yang masih tetap berdiri di balkon, lelaki itu terlihat kesal dengan menghantam pagar besi balkon sedangkan Yanti berlalu pergi dan meninggalkan acara Reuni Akbar. Namun, ada tatapan harap di mata Yanti seolah masih ada benih-benih cinta yang mulai tumbuh di hatinya.
Acara reuni tidak berjalan seperti yang diharapkan Yanti karena adanya Aris yang tiba-tiba mengganggu momen kebersamaannya bersama teman-teman. Selama acara, dia terus berada di balkon dan menunggu sampai acara inti tiba. Sebisa mungkin dia menghindari Aris walau terkadang dia ingin melihat wajah pria itu, untuk kali kedua.
Sepanjang perjalanan Yanti terus saja merasa gusar, hingga sesampainya dirumah Yanti masih saja belum bisa meredakan kekalutannya, ada hati yang memberontak jika ia mengatakan tidak mencintai dan merindukan Aris Ganindra.
Drrrtttt…
Drrtttt
Terdengar ponsel Yanti bergetar dan terlihat ada notif chat dari Aris
“Maaf membuat air matamu jatuh, bukan inginku untuk membuatmu bersedih. Tapi jawab satu pertanyaanku bahwa kau masih mencintaiku, katakan dengan jujur bahwa kau masih menyimpan rasa itu untukku.”
Kata-kata itu membuat Yanti makin terisak, ia tak bisa membohongi hati nuraninya bahwa ia masih menyimpan hati untuk mantan kekasihnya itu. Yanti terisak menahan perasaannya, sedangkan Aris memandang kamar Yanti yang masih menyala dengan sedih, Ia berhenti diseberang rumah Yanti dengan tatapan nanar ada kesedihan yang tak bisa ia katakan. Ia menyandarkan kepalanya di kursi mobil sambil terus menatap kamar Yanti, hingga akhirnya lampu kamar wanita itu dimatikan dan Aris berlalu pergi.
Setelah istirahat karena beban mental semalam, Yanti bangun dan menyapa anaknya, Tomi. Mbok Nah yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga, menyiapkan sarapan lengkap sebelum Yanti dan Tomi pergi bekerja, meski satu rumah mereka berdua jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.
“Ma, aku kan udah umur 27, Mama kan tahu aku ada hubungan deket sama cewek dan niatku serius sama dia, Ma.”
“Trus pengen kamu gimana?”
“Aku kali ini ga pengen lama-lama pacaran sama cewek aku ini. Dia anaknya baik dan dari keluarga yang baik-baik juga. Melihat semua latar belakangnya dan bagaimana kehidupan keseharian dia, aku yakin dah nemuin jodoh aku. Aku pengen serius sama dia, Ma.”
“Ya udah kamu atur aja keinginan kamu seperti apa dan kabari Mama sejauh mana. Biar Mama juga bisa pantau dan bantuin kamu. Kapan-kapan ajak dia kerumah.”
“Siap, Ma. Terimakasih ya, Ma.” Tomi tersenyum bahagia karena semua sejauh ini cukup lancar.
Mereka berdua kemudian bergegas menyelesaikan sarapan mereka lalu bergegas ke kantor masing-masing. Saat di kantor, Tomi terlihat tengah sibuk dengan berkas-berkas kasus yang akan ditanganinya . Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kantornya.
“Ya masuk!”
“Hai sayang…,” kepala Gina melongok masuk dengan senyum ceria. Wajah gadis itu mirip seperti wajah Aris, teman lama mamanya. Entah ini perasaan Tomi atau hanya kebetulan belaka.
“Kok kamu di sini?” Tomi heran dengan kedatangan Gina, kekasihnya, yang tiba-tiba. “Aku masih ada kerjaan. Lagipula, kenapa kamu nggak ngasih kabar mau datang?”
Gina mendekatkan wajahnya ke wajah Aris, sedekat jari telunjuk dan jari kelingking. “Kamu lupa, ya? Hari ini aku mau ajak kamu ketemu orang tuaku. Papaku udah kasih izin kamu datang, dia pulang lebih awal.”
“Satu jam lagi kita berangkat,” balas Aris, matanya masih menatap layer komputer.
Keduanya berbincang dan melempar candaan sehingga mobil terasa ramai walau hanya ditumpangi dua orang. Gina mulai membicarakan rencana pernikahan, terutama design dan tata letak busana yang akan mereka pakai. Mobil masuk ke perumahan cukup elit dan berhenti di rumah ujung gang kedua.
Seorang lelaki membukakan pintu. Dari senyumnya, dia terlihat sangat bahagia melihat anak gadisnya membawa calon menantu. “Jangan lupa buatkan kopi atau teh, dia pasti capek.”
“Om, apa kabar? Saya Tomi, salam kenal.” Pemuda itu sepertinya gugup. Maklum, setelah dua tahun berpacaran, baru kali ini Gina membawa Tomi ke rumah.
“Hahaha, baik, baik. Jangan sungkan, anggap rumah sendiri! Oh iya, aku dengar kamu hidup berdua aja sama ibumu?” Ayah Gina mengajak Tomi duduk.
“Ternyata Gina sudah cerita banyak ya, Om,” Tomi menunduk. “Kalau bukan karena Mama, aku tidak bisa sesukses ini. Mama memang perempuan terbaik.”
“Semoga Mamamu sehat selalu, Tomi, Mamamu pasti kuat. Mamamu adalah wanita idaman yang pasti menyayangi anaknya.” Pria itu menyunggingkan senyum, lalu menawarkan jabat tangan kepada Tomi. “Namaku Aris Ganindra, ayah kandung Gina.”
Benar sekali.
Calon mertua Tomi adalah Aris, pria yang masih menyimpan perasaan kepada Yanti, ibu kandungnya sendiri!
Farhan melajukan mobilnya dengan cepat dan mendahului mobil Aris membuat emosi Aris memuncak. Ia mematikan saluran panggilan lelaki yang sedang terang-terangan mendekati kekasihnya itu. Terlihat Farhan tersenyum smirk dibalik kemudinya, ia sangat faham karakter sahabatnya itu dimana ia tidak bisa diam jika ditantang untuk balapan. "Kau terlalu mudah tertebak, Ris. Mau kalah berapa puluh kali lagi sekarang?" kata Farhan dengan wajah penuh kemenangan karena ia bisa membaca bahwa ia akan memenangkan sepersekian detik dari Aris."Brengsek!! Ia sangat tahu celah untuk aku jatuh!!" Aris memukul kemudinya dengan cukup keras membuat Yanti yang ada disampingnya takut."Ris, udahlah ngapain sih kalian?! Berhenti ga!! Ini jalur jalan raya, padat kendaraan!!" Yanti berteriak namun itu tak membuat Aris berhenti. Dengan cepat Yanti mengambil ponselnya dan menelpon Farhan, karena ini hanya bisa berhenti jika salah satunya berhenti."Kamu ngapain??!" tanya Aris membuat kensentrasinya sedikit buyar.
"Kok kamu ga kasih tahu aku sih, Ris?""Trus kalau kamu tahu mau kamu apain? Hubungan kamu sama dia sudah renggang, apa aku tega makin menambah bensin di api yang sedang menyala? Apa kamu mau itu terjadi dan membuat semua makin runyam?"Yanti hanya bisa terdiam dan menatap jalan yang ada dihadapannya sambil menggigit sisi bibirnya tanda bahwa ia sedang berfikir keras."Udahlah, kamu harus berfikir dari sisi positifnya bahwa ia seprotectif itu karena dia sayang sama kamu dan ingin memperhatikanmu.""Memperhatikanku atau ia ingin menghancurkan hubungan kita berharap hubungannya dengan Gina bisa berjalan tanpa hambatan?""Yan, apapun alasannya ingat bahwa ia Tomi..anakmu, jangan terlalu keraslah sama dia? Aku tahu hubungan kalian saat ini sedang tidak baik, aku juga tidak akan bahagia jika berada diposisinya melihat kedekatan kita yang setelah sekian tahun lamanya berakhir namun kembali terjalin sedangkan dia memiliki hubungan dengan anak dari kekasih
Pagi ini Farhan ada janji temu diluar kota dengan kliennya, setelah ia selesai mandi ia mendengar suara notifikasi chat masuk, masih dengan mengenakan handuk putih yang ia lilitkan melingkar di area pinggang Farhan kemudian mengambil ponsel di meja nakas dan melihat rupanya dari Kia sang informan."Tuan, hari ini nyonya Yanti dijemput oleh tuan Aris menuju ke kantornya. Berikut saya kirim foto sebagai bukti." Kia memberikan foto-foto tersebut kepada Farhan.Ketika Farhan melihat foto tersebut rasa kesal dan cemburu kembali membakar hatinya. 'Brengsek!!! Kenapa dia bisa dekat lagi sama Yanti, harusnya sudah tidak ada celah untuk membuat Yanti kesal padanya!!! Arrrgghhhhh!!!' Farhan terlihat sangat kesal, wajahnya yang semula sumringah tiba-tiba berubah dan kehilangan semangat.====Kebersamaan Aris dan Yanti sebelum Kia datangPagi ini Yanti rencana hanya ingin berdiam dikantor, ia berusaha melupakan sejenak semua kekesalannya terhadap para lelaki terutama Aris. Saat ia tengah bersiap
"Gina??" suara Rachel memecah keadaan, ia terlihat terkejut namun ada satu sisi yang membuatnya merasa menang dari Gina.Tomi yang muai terbangun melihat kearah Gina berdiri, ia cukup terkejut dan merasa bersalah namun Tomi melihat ini sebagai suatu kesempatan dimana Gina pasti akan pergi meninggalkannya karena melihat situasi yang membuat calon tunangannya itu sangat terluka."Tom..kok kamu tega sih sama aku?!! Kenapa kamu berubah!" Gina berteriak sambil terisak.Tomi kemudian berdiri, kebetulan ia hanya bertelanjang dada dan ia sudah mengenakan kembali celananya yang sempat ia tanggalkan. Ia berjalan mendekat ke arah Gina dengan senyum seringai yang memperlihatkan rasa muak akan wanita yang tak diundang itu."Aku tega? Lebih tega mana kamu atau aku? Kamu membuat statement buruk tentang Mamaku..inget Gina.. MAMA KU!!! Kau dengan enaknya menuduh wanita yang melahirkanku dengan mulutmu! Kau melukaiku teramat dalam kau harus tahu itu dan sekarang aku melakukan ini dengan Rachel dan kamu
Terdengar suara pintu kamar apartemen Tomi terbuka, rachel yang ketakutan mengintip dari balik tembok kamar yang dapat langsung melihat ke area ruang tamu, rupanya yang masuk adlaah sang pemilik apartemen. Wajah wanita itu langsung terlihat lega, dengan tersenyum ia berjalan mendekat dan menyapa lelaki itu, namun ia melihat wajah Tomi terlihat sangat kusut dan tidak seperti biasanya."Tom? Kamu ga papa?""Kenapa emangnya?" jawab Tomi singkat dengan nada yang datar."Hmmm..kalau kamu pengen sendirian, ga papa kok. Aku menghindar dulu karena sepertinya kamu sedang tidak ingin di ganggu.""Huffttttt..ga gitu sih, Chel. Aku minta maaf kalau sikapku bikin kamu ga nyaman. Tapi ga gitu maksudku." kata Tomi dengan wajah menyesal dan mendekat ke arah Rachel dan memegang kedua lengan wanita berambut panjang dan cantik itu."Lalu??""Ada hal yang bikin aku ga nyaman aja di sana.""Gina?""Kok kamu tahu sih?""Ya kan kalian satu tim
Setelah tiga puluh menit berlalu, Aris rupanya sudah sampai lebih dahulu kemudian tak lama Farhan datang dan masuk ke ruang utama. Situasi terlihat berbeda karena tak biasa cafe itu sepi pengunjung, Farhan melihat sekeliling yang terlihat tidak biasa sedangkan Rana tetap berada di mobil untuk menunggu Farhan.Ketika Farhan melihat sang pemilik cafe, ia menanyakan kenapa dengan memberikan kode gerakan kepala dijawab oleh pemilik cafe kopi itu dengan memasang tulisan Closed di pintu. Wajah Farhan langsung berubah serius karena jelas ini akan berakhir tidak baik-baik saja karena tak akan mungkin Aris membooking tempat ini hanya untuk hal tak penting.Terlihat Aris duduk disudut area belakang, ia duduk dengan membelakangi pintu masuk. Farhan kemudian berjalan menuju meja tersebut."Ada apa kau memanggilku." tanya Farhan datar yang tanpa dipersilahkan ia langsung duduk berhadapan dengan Aris seraya menyalakan rokoknya."Langsung saja, apa maumu.""Mauku? Tentang apa dulu nih, kok tiba-tiba