Share

Bab 6. Drama ibu mertua

Author: TrianaR
last update Huling Na-update: 2023-01-27 17:47:33

Part 6

Tapi Santi menahan gerakan tanganku. "Aku ikut sedih atas apa yang menimpa Adinda, Mut."

"Apa maksudmu?"

Mendadak Santi tersenyum. "Tidak apa-apa, Mut, lain waktu kamu main ke rumah ya!" jawabnya.

Aku menoleh ke belakang. Rupanya ada ibu mertuaku yang datang menghampiri.

"Ini Santi, kan? Santi putrinya Bu Eni? Pangling ya, jadi makin cantik!" puji ibu mertuaku.

Santi tersenyum dan menyalami tangan ibu mertua. "Haha makasih ya, Bu. Menantu ibu juga makin cantik, Bu. Maaf baru datang, baru tahu kalau Adinda--"

"Iya, tidak apa-apa, ayo masuk, San."

"Tidak usah, Bu. Sebenarnya aku buru-buru. Nanti siang mau pergi lagi."

"Haha ya sudah, ibu tinggal ke warung dulu," ujar ibu mertua.

Santi mengangguk. Tapi aku masih menatapnya. Keningku berkerut, apa maksud ucapan Santi tadi.

"Hei, jangan bengong melulu!" tepuk Santi di pundakku.

"Tadi maksudmu apa ya, San?" tanyaku lagi.

"Tidak, bukan apa-apa kok."

"San? Apa kau tahu sesuatu tentang kematian anakku?"

"Aku sih tidak tahu pasti, kan aku juga sama sepertimu, jadi TKW."

"Terus apa maksudnya tadi?"

"Ya, aku ikut sedih atas kematian Adinda, Mut. Nggak nyangka aja ya, Adinda berpulang lebih cepat. Memang sih, takdir tak ada yang tahu."

Aku terdiam.

"Mungkin kapan-kapan kau bisa datang ke rumah. Biar ibuku yang cerita," bisiknya di telinga.

Sepertinya aku akan mendapatkan titik terang, semoga saja ibunda Santi tahu sesuatu mengenai Adinda.

"Mut, aku pulang dulu ya. Kamu yang sabaar. Aku tahu, kamu pasti kuat. Semoga kesedihanmu cepat berlalu dan berganti kebahagiaan."

"Iya, makasih ya, San, sudah berkunjung kesini dan menghiburku."

"Oh iya ini ada buah dan kue, Mut," ujar Santi seraya mengambil bungkusan kresek berwarna ungu.

"Makasih ya."

"Maaf ya, Mut, gak bisa nemenin kamu lebih lama. Aku ada urusan, mau cari-cari info kerjaan di kota," sahut Santi.

"Mau merantau lagi?"

"Enggak, cuma di kota sebelah aja yang dekat biar bisa pulang tiap bulan. Ya sudah, kalau ada waktu mainlah ke rumah. Maaf kemarin aku gak ikut takziah."

Aku mengangguk lagi dan tersenyum. Santi pun melenggang pergi.

Santi, dia adalah teman yang mengajakku menjadi TKW. Sejak aku diboyong tinggal di desa ini, hanya dia satu-satunya orang yang dekat denganku. Mau berteman denganku meski keadaan ekonomi kami sulit, dia juga sering membantuku. Santi adalah seorang janda tanpa anak, suaminya meninggal karena kecelakaan, enam tahun silam, dan dia tak pernah ada niatan untuk menikah lagi. Tapi karena adik-adiknya banyak dan masih butuh biaya, ibunya hanya seorang single parrent yang hanya jadi buruh cuci dengan penghasilan tak seberapa. Untuk itulah dia pergi mengadu nasib di luar negeri.

"Muti, kok kamu bengong aja? Santi udah pulang?" tanya ibu mertua, ia datang membawa belanjaan di tukang sayur.

"Iya sudah, Bu. Katanya lagi ada urusan."

"Santi bawa apa tadi?" tanya ibu mertua

"Ini, Bu."

Ibu mertua langsung menyambar kresek ungu itu dan membawanya masuk. "Oh iya Mut, kamu ikut ibu, ada yang ingin ibu tanyakan," ujarnya sambil berjalan.

Mau tak mau aku mengekor di belakangnya.

Ibu menaruh kresek itu di meja, lalu membongkar isinya. Matanya tampak berbinar. Ada jeruk dan juga apel serta satu kotak kue lapis legit.

"Ada apa, Bu? Katanya ibu mau bicara sesuatu?"

Ibu hanya diam seraya merapikan bahan belanjaannya. Wajahnya tampak ditekuk entah kenapa sekembalinya dari warung wajah ibu berubah jadi tak bersahabat.

"Ini kamu pulang cuti kerja apa gimana? Kapan berangkat lagi?"

"Bukan cuti, Bu, tapi masa kontrak kerjaku sudah habis."

"Masa kontrak kerja habis? Gak diperpanjang lagi?"

"Enggak, Bu."

"Makanya kalau kerja itu yang bener, biar kepake terus sama majikan. Ibu pikir kamu hanya cuti kerja saja dan bakal berangkat lagi," celetuk ibu.

"Iya, tapi aku juga gak ingin selamanya jadi pembantu di sana, Bu. Aku ingin di rumah saja, aku juga rindu keluarga, rindu kampung halaman."

"Halaah, rasa rindu itu gak bisa bikin perut kenyang. Kalau kayak gini gimana nanti kalian makan? Tuh rumah aja belum sepenuhnya beres, masih ada yang harus diperbaiki. Masih butuh biaya banyak."

"Bukankah sekarang Mas Herdy juga kerja, Bu?"

Ibu mertuaku menghela nafas panjang lalu menoleh ke arahku.

"Gaji sopir pribadi itu dikit gak sepadan dengan pengeluaran kita. Lagian gaji Herdy itu buat biaya kuliahnya Devi aja masih kurang. Kamu ingat kan Mut, kalau anak lelaki itu tetap milik ibunya? Jadi Herdy masih bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan kami."

"Tapi, Mas Herdy juga seorang suami yang wajib menafkahi istrinya, Bu. Bukan aku yang harus jadi tulang punggung keluarga."

Ibu mertua menatapku tajam, mungkin terkejut karena kali ini aku membantah ucapannya, tak seperti dulu yang terus menerus jadi penurut, bak kerbau yang dicucuk hidungnya.

"Ini kamu yang masak ya, ibu capek. Masak yang banyak. Tantri sama Fitri pasti bentar lagi datang," tukas ibu.

Setelah mengucapkan hal itu, ibu keluar dari pintu samping yang terhubung ke rumahnya.

"***

"Dek, kamu mau kemana?" tanya Mas Herdy.

Aku menoleh sebentar melihat lelaki yang baru saja keluar dari kamar mandi. Wajahnya tampak segar karena butiran air itu masih membasahi rambutnya. Sepertinya dia baru mandi setelah enak tidur sampai siang.

"Aku mau ke rumah Santi dulu sebentar, Mas," jawabku singkat.

"Bukankah tadi pagi dia udah kesini? Mau apalagi kamu kesana?" tanyanya dengan kening mengkerut.

"Silaturahmi. Tugasku di rumah sudah selesai, Mas. Masakan sudah siap, bersih-bersih rumah juga sudah. Kalian tinggal makan saja kalau lapar. Jadi biarkan aku pergi sebentar saja."

"Apa kamu gak capek? Lagi pula suasana di rumah lagi berduka kamu malah mau pergi main?"

"Kenapa tak boleh? Semalam saja kau pergi tak ingat waktu."

"Tapi itu kan karena aku kerja, Mut. Aku sudah minta maaf semalam."

Aku mendengus.

"Kita kan sudah lama gak ketemu, apa kamu gak kangen sama aku, Mut? Aku aja kangen sama kamu," ujar Mas Herdy seraya mencium pipiku.

"Ya elaaah, masih siang sudah mesra-mesraan!" celetuk seseorang.

Tetiba Mbak Tantri nyelonong masuk dari pintu depan. Ia langsung memanggil adiknya dan membawanya pergi ke rumah ibu. Entah apa yang mereka bicarakan.

Sungguh, sebenarnya ada yang mengganjal di hati ini, untuk tak percaya pada keluarga suami. Apakah benar ada sesuatu yang mereka sembunyikan?

Aku mengambil tas dan memasukkan handphone ke dalamnya. Hari ini aku harus mendapatkan informasi mengenai Adinda. Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi, agar aku bisa menentukan sikap selanjutnya.

"Muti, tunggu!!" panggil Mas Herdy. Ia berlari ke arahku yang sudah sampai di jalan.

"Ada apa?"

"Masuk ke rumah sebentar, ada yang ingin mas bicarakan," ujarnya seraya menarik tanganku.

"Ada apa sih, Mas?"

"Tadi ibu negur aku, katanya kamu mbantah ucapan ibu?" tanya Mas Herdy.

"Hah? Mbantah apa?"

"Yang masalah pekerjaan. Sekarang ibu nangis. Dia merasa pengorbanannya sebagai ibu tak dihargai."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Luka Istri TKW Yang Dikhianati   Part 35. End

    Part 35"Jadi Irdiana gak izin sama ibu?" tanya Herdi usai pulang kerja dan mendapati rumah kosong dan hanya ada ibundanya.Ia merasa heran karena sang ibunda mengomel tak jelas juntrungannya. Bu Imas menggeleng. "Tidak, Herdi. Ibu gak tau, saat ibu pulang, rumah udah kosong, dia tinggalin gitu aja dalam keadaan begini. Untung aja uang simpanan ibu masih ada gak digondol maling.""Benar-benar ya. Istrimu ceroboh sekali, rumah gak dikunci! Kamu punya istri kok gak ada yang bener sih! Stress ibu lama-lama dibuatnya!"Herdi memijat pelipisnya, penat begitu terasa. Padahal ia merasa senang akan melihat istrinya itu dan memberikan uang yang didapat hari ini. meksi belum banyak, tapi hari ini lebih baik dari kemarin. Ada peningkatan.Herdi mendesah panjang, menghela napasnya yang begitu gusar. "Jadi kau pergi kemana, Irdiana? Arrghh ..."Lelaki itu menoleh ke arah ibunya. "Bener kan ibu gak marahin istriku? Atau jangan-jangan ibu marahin dia, seperti ibu marahin Mutiara? Jadi Irdiana perg

  • Luka Istri TKW Yang Dikhianati   Part 34

    Part 34"Irdiana, cinta boleh, tapi jangan bodoh. suamimu mungkin baik tapi dia kurang bertanggung jawab. Terlebih dia tak membelamu di hadapan ibunya. Kalau aku tangkap dari ceritamu ini, keluarga suamimu itu toxic. Tak perlu dipertahankan lagi. tapi kalau kamu masih mau dengannya, menghabiskan waktu sia-sia ya terserah saja, yang pennting kau harus sabar dan menerima apapun keadaannya. termasuk sikap ibu mertuamu. Itu aja saranku, Ir. Dan ingat ini, kamu itu masih muda, jalanmu masih panjang. kau pun berhak bahagia."Irdiana merenung cukup lama mendengar ucapan sahabatnya itu. "Ir, jangan melamun terus nanti kamu kesambet lho! Ayo sekarang kita makan dulu nih. Makanannya sudah siap."Irdiana mengangguk. Mereka pun menikmati makan bersama. Setelahnya, Risa kembali bertanya pada Irdiana."Kamu mau pulang kemana?""Entahlah. Aku aja sekarang bingung, Ris. Aku gak ingin pulang dulu, rasanya muak sama ibu mertuaku.""Ke rumah orang tua kamu bagaimana?""Pintunya digembok.""Ya sudah pul

  • Luka Istri TKW Yang Dikhianati   Part 33

    part 33Irdiana termangu mendengar penuturan suaminya itu."Mau jual rumah ini, Mas?" tanya Irdiana meyakinkan dirinya sendiriHerdi mengangguk cepat."Emangnya bisa laku kalau surat-suratnya gak ada? Bukannya surat-suratnya ada di koperasi?""Bisa. aku akan cari orang yang ahli dalam hal ini.""Terus kita akan tinggal dimana, Mas?""Emmh, tinggal di rumah ibu atau orang tua kamu.""No, no, itu tidak mungkin.""Kenapa?""Aku ingin kita mandiri, Mas.""Untuk sementara waktu saja, Dek. Sampai ekonomi kita membaik.""Tapi kapan?""Ya bertahap, mungkin butuh waktu agak lama, tapi mas akan berusaha, Dek, demi kita dan bayi yang ada dalam kandunganmu," ujar Herdi lagi, ia berusaha menenangkan sang istri seraya mengelus perutnya yang mulai membuncit itu.Irdiana menghela napas dalam-dalam. Sungguh berat. "Hhh, sekarang aja kau kerjanya serabutan, gimana mau---" Irdiana tak meneruskan ucapannya."Aku tahu ini tahun yang berat bagi kita. tapi kau cukup dukung saja keputusan ini ya. Aku butuh p

  • Luka Istri TKW Yang Dikhianati   Part 32. Sudah hancur

    Part 32Mutiara terbungkam, pikirannya berkecamuk, semua berputar di kepala. Ia bingung apa yang harus dilakukan, meski perkataan Arya benar, suatu saat, Herdi pasti akan kembali menemuinya karena ia tak puas dengan hari ini."Pindah, tapi kemana? Saya--""Kau tenang saja, aku akan siapkan rumah sewa yang lebih besar untukmu. agar kau tinggal lebih nyaman dan tanpa gangguan. Aku juga akan menjamin keamananmu.""Maaf Pak, tapi saya terlalu banyak merepotkan Anda.""Sama sekali tidak, saya senang melakukannya, atas nama kemanusiaan, bukankah kita seharusnya saling tolong menolong?""Iya, tapi apakah ini tidak berlebihan? anda selalu membantu saya bahkan di saat orang lain meninggalkan saya.""Percayalah, meski ada orang jahat di dunia ini, pasti akan ada orang yang peduli padamu. Kau tidak perlu khawatirkan hal itu. Sebaiknya kau berkemas dulu, aku akan mengantarmu pindah malam ini.""Baiklah, tunggu sebentar ya, Pak. Saya akan siap-siap. Maafkan saya selalu merepotkan bapak.""Ya, itu

  • Luka Istri TKW Yang Dikhianati   Part 31

    Part 31Herdi segera berlalu meninggalkan rumah Santi. "Tak ada gunanya aku datang ke sini. aku harus usaha sendiri mencari Mutiara," gerutunya kesal.Herdi mengenal beberapa tetangganya yang juga bekerja di pabrik pengolahan pisang itu. Hingga akhirya ia mendapatkan jawaban kalau Mutiara tinggal di dekat ruko yang tengah dibangun untuk mini market oleh-oleh, yang juga milik Arya."Rupanya selama ini kau tinggal di situ, apa itu bersama bosmu?"Herdi menggeleng perlahan. 'Padahal belum resmi cerai, tapi kau selingkuh juga! harusya impas 'kan? Kaupun sama sepertiku!' gumamnya lagi penuh kesal. Herdi terus berjalan, jadi cukup lama untuk sampai di lokasi apalagi tempatnya berada di pinggir jalan raya utama alias jalan lintas provinsi.Dari kejauhan ia melihat ada sebuah mobil yang terparkir manis di sebuah bangunan minimarket yang cukup besar, proyek pembangunan sudah 90%, tinggal finishingnya saja. Herdi bersembunyi di balik pohon dan memperhatikan sekitar. seorang lelaki turun dar

  • Luka Istri TKW Yang Dikhianati   Part 30

    Part 30"Kamu ini dasar pembohong ya, Mas! Kamu bilang cuma hutang buat resepsi aja! tapi nyatanya ini ada lagi? Uangnya buat apaan, Mas?!""Tapi, Dek, ini aku benar-benar gak tau. Pasti ini kerjaan si Mutiara.""Terus saja Mbak Muti yang jadi kambing hitam!""Tapi aku ngomong yang sebenarnya, Dek. Aku gak ambil utang apa-apa lagi. Kenapa bisa ada tagihan begini? Aku yakin dia yang melakukannya."Irdiana menggeleng perlahan. "Aku gak nyangka ternyata kamu tukang utang! Terus gimana ini mau nyetorinnya, Mas? Kamu aja kerja gak jelas! Dapat upah gak pasti!"Herdi terbungkam. Kepalanya serasa mau pecah. Kenapa ini bisa terjadi? "Ini pasti kerjaan si Muti, soalnya ktpku juga hilang, Dek! Aku harus cari Mutia untuk memastikan ini semua!""Kamu gak usah beralasan lagi deh, Mas! pusing kepalaku! di sini hutang, di sana hutang, di situ hutang. Semuanya dari hasil berhutang! Capek aku, Mas!"Irdiana berlalu ke belakang, lalu mengambil tasnya dan pergi meninggalkan rumah. Rasanys muak sekali.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status