Share

Luka (Yang) Cantik
Luka (Yang) Cantik
Author: Ana De

Prolog

Prolog

Ssshhh.

Suara desisan seorang perempuan yang bertelanjang tubuh. Sedang memungut pakaian miliknya yang ada di bawah kasur. Bulu kulitnya meremang merasakan dinginnya malam gelap. Ditambah rasa nyeri pada area kewanitaannya bertambah perih.

Rennata—perempuan yang sedang bertelanjang. Sesekali menekan bagian bawah perutnya dan berjalan dengan sedikit membuka lebar jarak kedua kaki. Berharap rasa nyeri sedikit mereda.

Sudah hampir 2 tahun ini, kegiatannya adalah seperti ini. Bukan hanya tubuhnya yang merasakan sakit tapi juga hatinya. Kekasihnya—Dion. Baru saja melakukan hal yang ia bilang tak akan mengulangi ini lagi.

Melukainya dengan bersetubuh lalu memakinya karena Rennata tak sempurna lagi di hadapan kekasihnya. Rennata memendam segala hal yang ia rasakan. Perih di tubuhnya tak sebanding dengan perih di hatinya. Sudah dua tahun memilih diam sebab Rennata adalah perempuan biasa yang merasakan naifnya percintaan. Dirinya menjadi terikat dalam 'toxic relationship' beberapa orang berkata hubungan semacam ini adalah dimana korban merasa jika dirinya tak percaya diri hingga lebih sakit dibanding tak bersama kekasihnya.

Ya, karena rasa percaya diri yang kurang setelah dirusak baik mental ataupun fisik adalah penyebab utamanya. Seperti yang Rennata alami. Bukan hanya fisik, namun juga hatinya yang terlanjur sakit namun tak mengerti mengapa rasanya bagi Rennata obat tersebut adalah kehadiran Dion.

"Renn." suara serak memanggilnya. Dion—kekasihnya yang tertidur di atas kasur berselimutkan selembar kain berbulu dengan motif bintang.

"Iya, sayang." jawab Rennata yang berjalan mendekat setelah berhasil merapikan pakaian yang berserakan.

Hanya seperti itu lelakinya hanya akan memanggil lalu kembali tertidur setelah memastikan Rennata masih disana—tidak kaburkan diri dari belenggu sikap dan otoritasnya.

Rennata hanya terdiam memerhatikan kekasihnya yang tertidur di atas kasur. Tubuh yang sama telanjangnya dengan dirinya di balik selimut itu. Orang yang ia pikir penyelamat pada awalnya adalah orang yang merenggut keperawanannya dengan iming-iming.

'Kita akan bahagia. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan membahagiakanmu.'

Untuk saat ini bagi Rennata semua itu adalah palsu. Tak ada pembuktiannya. Namun dia tetap menunggu lelaki tersebut menunaikan janji yang terucap dua tahun lalu di atas kasur itu. Dia yakin akan adanya masa itu.

Rennata memilih untuk membersihkan diri. Mengguyur tubuhnya di bawah shower kamar mandi. Yang pasti dapat ia duga, tetangga kosnya pasti sedang membicarakan dirinya—lagi.

Terkadang Rennata merasa dirinya sangat kotor dan kesepian. Hanya ada Dion dalam hidupnya di kota. Jauh dari orang tua membuatnya merasa bebas namun akhirnya menjatuhkan dia ke jurang yang membuatnya sakit.

"Hah..." helaannya panjang. Rennata merasa sekujur tubuhnya merasakan dinginnya air malam dengan tajam. Seperti jarum yang menusuk kulit dengan sensasi dingin.

Dia memikirkan lagi masa yang dilalui selama dua tahun ini. Banyak kesakitan dibanding bahagia seperti yang dijanjikan.

Mereka—Rennata dan Dion memiliki beberapa hutang di rentenir. Padahal keduanya sama-sama tak bekerja. Dion hanya serabutan sambil kuliah sedang dirinya berkuliah itu saja uang dari orang tuanya di kampung terkadang ia memilih kerja paruh waktu meski akhirnya dirinya dipecat akibat sering ijin. Penyebab utama mereka berhutang adalah untuk memenuhi gaya hidup Dion, lelaki itu berkuliah di kampus yang terkenal sebagai tempat orang kaya. Maka gaya hidupnya harus menyesuaikan.

Tetapi namanya hutang harus dilunasi. Kos tempat mereka sering di datangi debt collector untuk menagih hutang. Rennata beberapa kali menggunakan uang kuliahnya hingga beberapa biaya lainnya untuk kuliah tertunggak. Hati Rennata sebenarnya merasa miris. Ingat bahwa itu hasil jerih payah orang tuanya yang petani di kampung. Mau bagaimana lagi ini adalah usaha orang kepepet bagi Rennata. Walau sebenarnya sangat salah dengan selanjutnya berbohong ke orang tuanya.

Dirinya sudah terlanjur masuk ke dunia ini. Sosok penyayang dan polosnya telah terenggut dua tahun lalu. Lelaki itu mengubahnya. Dan dengan naifnya, Rennata mempercayai lelaki itu.

Meski lelakinya adalah sosok brengsek bagi beberapa temannya—misalnya. Tak ada yang mau mendengar penjelasannya tentang beberapa kebaikan lelaki itu. Karena temannya akan mengucapkan hal yang sama.

'Dion itu brengsek'

Sekiranya itu adalah kata teman Rennata. Mereka menyalahkan Dion karena lelaki itu Rennata mengalami krisis baik dari material hingga finansial. Bukan hanya merusak fisik namun juga mental Rennata pelan-pelan. Bahkan terkadang mereka—teman Rennata— melihat luka lebam di tangan Rennata. Temannya juga sering melihat Rennata menjadi pemurung dibanding ceria. Kala berkumpul saja, Rennata nampak menyendiri dibanding membaur. Sosok Rennata bagi teman-temannya adalah sosok kesepian saat keramaian hingga Dion hadir— sosok yang bagi Rennata merasa membutuhkannya— membuat gadis itu terjebak dalam hubungan tak sehat.

"Renn..." panggil Dion lagi.

Rennata yang sedang keramas segera menyalakan shower dan membilas sisa shampo di kepalanya.

"Iya sayang." jawab Rennata sambil membuka pintu kamar mandi.

Matanya menyapu ruangan gelap yang hanya terang dari jendela kamar kos lantai 3 ini. Sinar rembulan yang masuk memang tak terlalu terang akan tetapi cukup bagi Rennata melihat bahwa lelakinya telah pergi— seperti biasanya datang dan pergi semaunya.

Namun seperti yang dia ketahui, lelakinya menepati satu janji yang pernah terucap 'Tak akan pernah meninggalkannya'

Sebanyak apapun mereka bertengkar maka Dion akan kembali dengan kata-kata yang sama. 'Hanya kamu satu-satunya.' Disambut Rennata dengan baik karena perasaannya.

Kebodohan yang terus berulang selama dua tahun. Sebenarnya dalam benaknya, dia sudah lelah dengan drama hubungan beracun ini yang tak tahu akan berakhir bagaimana—pertanyaan tersebut selalu hadir dibenaknya kala Dion memperlakukannya bak sampah.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status