Share

Luka Yang Sisa Kenangan
Luka Yang Sisa Kenangan
Penulis: Devi Puspita

Bab 1

Penulis: Devi Puspita
Keluar dari kantor catatan sipil, Luna seperti mayat berjalan. Tatapannya hampa, langkah kakinya lemah tak berdaya.

Hingga duduk di taksi yang berhenti di depannya, barulah air mata yang dia tahan sepanjang jalan turun tanpa suara.

Empat tahun lalu, demi menjaga nama baik dua keluarga, dia terpaksa menggantikan kakaknya yang kabur di hari pernikahan untuk menikah dengan Rocky.

Awalnya, Rocky bersikap dingin padanya.

Namun, Luna tak pernah mengeluh, malah mengurus segala kebutuhan hidupnya dengan penuh perhatian.

Perlahan, di bawah pendampingannya hari demi hari, Rocky mulai melonggarkan pertahanannya.

Rocky mulai membiarkan Luna mengganggu jadwalnya.

Mau bersabar mendengar lelucon garing yang Luna ceritakan.

Bahkan dokumen-dokumen rahasia pekerjaan pun dipercayakan padanya.

Sikap Rocky pun semakin baik padanya.

Rocky memberinya kartu hitam tanpa batas, mengajaknya mencicipi semua restoran michelin.

Bahkan saat tengah malam Luna ingin makan kue kacang di ujung kota, Rocky rela mengendarai mobil menempuh setengah kota untuk membelikannya, lalu mencubit pipinya sambil menggeleng pasrah dan berkata, “Aku belum pernah lihat ada kucing kecil yang begitu rakus sepertimu.”

Luna kira dirinya akhirnya berhasil menghangatkan hati Rocky.

Sampai dua bulan lalu, saat Paula yang didiagnosis kanker kembali ke dalam negeri.

Malam itu, ayahnya, Jihan mengadakan kumpulan keluarga.

Dengan wajah serius, dia memberitahu Luna, “Kanker kakakmu sudah stadium akhir, hidupnya paling lama tinggal setengah tahun. Penyesalan terbesarnya adalah nggak bisa menikah dengan Rocky. Jadi, untuk sementara kamu mundur dulu. Setelah pernikahan selesai dan kakakmu sudah tiada, Rocky tetap akan menjadi milikmu.”

Ibu tirinya, Dewi memohon dengan suara bergetar, “Paula itu kakak kandungmu, mengalahlah sekali saja untuk dia!”

Paula juga menangis pilu, “Ini satu-satunya keinginanku sebelum meninggal, kumohon kabulkanlah.”

Luna tak percaya dengan telinganya sendiri.

Seketika, mata Luna berkaca-kaca. Setiap kata yang dia ucapkan seakan berlumuran darah, “Waktu itu kalian yang mendorongku seperti boneka untuk menggantikan kakak menikah. Sekarang kalian malah ingin menyuruh Rocky untuk menikahi Kakak? Sebenarnya kalian menganggapku apa? Aku nggak setuju!”

Namun, ayahnya tidak menggubris tuduhannya. Dia langsung mengurung Luna di rumah dan bilang baru akan melepaskannya kalau dia sudah setuju.

Hari ketiga, Luna mendengar kabar bahwa Rocky marah besar hingga membanting cangkir teh di depan ayahnya.

Hari ketiga belas, ponselnya menampilkan berita heboh, Rocky secara terang-terangan mengumumkan [Istri Rocky Riyandi hanya Luna seorang].

Hari kedua puluh delapan, Rocky langsung membekukan semua kerja sama bisnis dengan Keluarga Gozali, memaksa mereka menyerahkan istrinya!

Hingga sebulan kemudian, pintu kamar yang terkunci akhirnya dibuka.

Mengingat semua yang telah Rocky lakukan demi dirinya selama ini, mata Luna langsung bergenang air mata. Dia bahkan tak sempat mengenakan sandal dan langsung berlari terhuyung-huyung masuk ke pelukannya.

Namun, detik berikutnya, dia malah mendengar suara serak Rocky, “Luna, maafkan aku.”

“Orang tuamu sangat keras kepala, bahkan sampai berlutut memohon padaku. Demi menjaga hubungan dua keluarga, aku terpaksa menemani Kakakmu menjalani sandiwara ini.”

“Tapi tenang, itu hanya pernikahan palsu. Istriku hanya kamu seorang.”

Saat itu, Luna merasa jantungnya seakan jatuh ke dasar jurang, setiap helaan napasnya terasa penuh rasa sakit yang menusuk.

Luna terdiam selama dua detik, kemudian dengan hati yang penuh kepedihan mengusap pipi Rocky yang tampak kurus. Lalu dengan menahan air mata, dia berkata, “Kamu sudah berusaha sebaik mungkin.”

Kemudian, Luna hanya bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Rocky menyematkan cincin berlian ke jari Paula di depan semua orang, memberi kakaknya sebuah pernikahan yang mewah.

Setelah itu, sikap Rocky pada Luna tetap sama, penuh perhatian.

Hanya saja, waktu yang dihabiskan bersama Paula semakin banyak. Dari sekadar sesekali menjenguk, hingga tak pulang berhari-hari.

Setiap kali Luna ngambek, Rocky dengan sabar menjelaskan, “Aku tak mencintainya, hanya menemaninya sebagai seorang teman, sampai akhir hidupnya.”

Luna pun percaya pada Rocky.

Tak disangka, kebenaran justru menampar wajahnya begitu keras.

….

Saat mobil berhenti di depan gedung kantor Grup Riyandi, Luna sudah berusaha mengendalikan emosinya.

Di tangannya, dia menggenggam erat akta pernikahan palsu itu.

Begitu sampai di lantai paling atas, dia berpapasan dengan sekretaris Rocky.

Sekretaris itu tampak canggung begitu melihatnya.

“Bu Luna, kenapa kamu datang ke sini?”

“Aku datang mencari Rocky.”

“Pak Rocky lagi rapat, nggak ada waktu sekarang….”

Luna tak peduli dengan halangan sekretaris, dia langsung melangkah cepat menuju pintu ruang kantor.

Baru hendak mendorong pintu, terdengar suara Paula dari dalam.

“Rocky, lihat mataku dan jawab.”

Tangan kiri Paula menarik dasi Rocky, tangan kanannya menekan dada pria itu, lalu melanjutkan, “Kamu nggak pernah benar-benar menghapusku dari hatimu, ‘kan?”

Jakun Rocky bergerak naik turun, napasnya sempat tertahan karena sentuhan jari Paula yang panas, tapi suaranya tetap dingin, “Kamu kepedean.”

“Aku kepedean?” Paula terkekeh pelan.

“Dulu kamu dan Luna pura-pura menikah, bukankah hanya untuk menungguku kembali? Sekarang aku baru saja pulang ke dalam negeri, kamu langsung membuat akta pernikahan denganku.”

“Belum lagi semuanya yang kamu tulis dalam buku harianmu.”

“Kamu bilang setuju Luna menggantikan aku menikah, hanya untuk memaksa aku berbalik kembali padamu… um!”

Belum selesai Paula bicara, tiba-tiba Rocky menahan bagian belakang lehernya.

Semua kata yang tadinya mau diucapkan, sekarang terkunci dalam ciuman yang begitu brutal.

Mata Rocky membara, dia menggertakkan setiap katanya, “Iya, aku memang belum melupakanmu. Jadi Paula, bagaimana kamu mau membayar semua hutangmu padaku?”

Luna berdiri di luar pintu, seluruh tubuhnya serasa terendam dalam air es, mati rasa hingga hampir kehilangan kesadaran.

Dia teringat beberapa hari lalu, Rocky masih memeluknya erat, mengecup rambutnya sambil berkata, “Luna, Kakakmu sudah menjadi masa lalu. Sekarang hanya kamulah yang pantas menerima ketulusanku.”

Betapa ironisnya.

Ternyata yang disebut ketulusan itu, hanyalah kebohongan yang penuh kepalsuan.

Pernikahan mereka memang palsu sejak awal.

Luna perlahan menutup matanya, berusaha keras menahan air mata agar tidak jatuh.

Jika ini memang pilihan Rocky….

Maka dirinya akan merelakannya. Membiarkan Rocky bersama perempuan yang benar-benar dia cintai dan hidup bahagia selamanya!
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 24

    Waktu berlalu begitu cepat.Seperti biasa, di hari tahun baru ini, Luna pergi ke kuil pinggiran kota untuk mendoakan anak-anak di pantai asuhan.Udara awal musim semi di pegunungan masih membawa hawa sejuk.Luna merapatkan selendang wolnya, lalu berlutut di atas bantalan doa dan bersujud.Asap tipis dari dupa di tungku membubung mengitari patung, aroma cendana menenangkan hatinya.Setelah itu, dia berjalan menuju pohon tua menjulang di halaman kuil, lalu mengikat sehelai kain merah di pohon harapan.Tiba-tiba, pandangannya jatuh pada seorang biksu berjubah abu-abu yang sedang menunduk menyapu dedaunan.Siluet yang begitu familiar membuat napas Luna tercekat.Itu adalah Rocky.Pewaris Grup Riyandi yang arogan dan tak terkalahkan itu, kini tampak kurus hingga tulang pipinya terlihat menonjol. Sorot mata penuh kesombongannya pun sudah sirna.Digantikan dengan ketenangan yang nyaris hampa.“Itu Master Indra,” ujar seorang samanera kecil yang melihat Luna menatap Rocky, lalu berinisiatif me

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 23

    Setengah tahun kemudian, Albert menyiapkan sebuah pernikahan megah untuk Luna.Kebun megah paling mewah di Kota Marina dipenuhi mawar putih, cahaya matahari berkilau di antara menara sampanye.Luna berdiri di depan cermin besar di ruang rias, menatap dirinya dalam balutan gaun pengantin putih. Rasanya seperti berada di dunia lain.Enam bulan lalu, setelah pemeriksaan di rumah sakit, Luna duduk di lorong rumah sakit selama satu jam penuh.Dalam satu jam itu, dia memikirkan banyak hal.Misalnya, Keluarga Halim membutuhkan penerus, sedangkan dirinya tidak bisa melahirkannya.Atau hubungannya dengan Albert saat itu belum terlalu dalam, putus lebih awal mungkin juga bukan pilihan yang buruk.Sampai akhirnya Albert meneleponnya, barulah Luna tersadar.“Kamu lagi di mana?” tanya Albert dengan tenang seperti biasa melalui telepon.“Aku… lagi belanja di luar.”Albert sepertinya tidak menyadari keanehan suranya. Dengan santai, Albert berkata, “Setengah jam lagi kirimkan alamatmu. Aku suruh sopir

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 22

    Sejak resmi menjalin hubungan dengan Albert, kehidupan Luna berjalan tenang seperti biasa.Hanya saja, ada satu hal yang selalu jadi beban di hatinya.Dulu, saat dirinya dijebak Albert hingga mengalami keguguran, dokter pernah bilang bahwa pendarahan hebat membuat rahimnya rusak parah dan kecil kemungkinan bisa hamil lagi.Meski Albert sudah berulang kali menegaskan bahwa ada atau tidaknya anak baginya tidak penting sama sekali.Luna tahu benar Albert boleh saja tidak peduli. Tapi sebagai pewaris satu-satunya Grup Halim, Keluarga Halim jelas tidak akan sependapat.Kesadaran itu bagaikan duri yang terus menusuk hatinya.Hari itu, Luna datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan.Setelah memeriksa hasil tes, dokter hanya bisa menggeleng pasrah, “Untuk saat ini belum ada cara yang efektif. Saranku, jangan terlalu memaksakan diri.”Luna menggenggam hasil pemeriksaan itu saat keluar dari ruang dokter.Kertas di tangannya terasa ringan, tapi seakan menekan seberat ribuan kilo.Tiba-tiba, Luna sa

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 21

    Hari ketika novel Luna meraih penghargaan, salju tipis turun di luar jendela.Luna berdiri di depan jendela memandang pemandangan bersalju, tak sadar entah sejak kapan Albert sudah muncul di depannya, lalu menyampirkan mantel kasmir di pundaknya.“Aku sudah pesan tempat di restoran berputar, kita rayakan di sana malam ini, ya.”Begitu tiba di restoran, pelayan mengantar mereka ke sebuah ruang makan VIP dengan pemandangan kota.Tiga sisi ruangan dipenuhi jendela kaca dari lantai hingga langit-langit, memperlihatkan gemerlap malam seluruh kota.Di tengah meja makan ditutupi taplak merah beludru, tersusun rapi tempat lilin kristal dan mawar merah ekuador.Albert mengangkat gelasnya dan menyentuh pelan gelas Luna.Lalu, entah dari mana, dia mengeluarkan setumpuk surat yang diikat dengan tali merah yang sudah agak pudar, lalu mendorongnya ke hadapan Luna.“Aku sudah siapkan kejutan untukmu, bukalah.”Luna melepaskan tali merah itu.Tulisan di amplop sudah agak samar, tapi huruf L di sudut k

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 20

    Suara sirene ambulans perlahan menjauh.Hujan terus menampar wajah Luna yang pucat, bercampur dengan air matanya.Dia berdiri di jalan depan vila, ujung jarinya masih terasa lengketnya darah Rocky.Sebuah sorotan lampu mobil yang menyilaukan menembus lebatnya hujan.Sebuah maybach hitam berhenti mendadak tepat di hadapannya, Albert bahkan tak sempat membuka payung, langsung berlari turun, menyelimuti Luna dengan mantelnya dan memeluknya.“Luna.” Albert memeluknya erat-erat, seolah ingin menyatukannya ke dalam tulangnya.“Jangan takut, aku akan menjemputmu pulang.”Wajah Luna terbenam di bahunya, mencium aroma cedar yang familiar.Pelukannya begitu kuat hingga tulang rusuknya teras nyeri, tapi anehnya malah membuat tubuhnya berhenti gemetar.Di dalam mobil, pemanas menyala hangat. Albert menyelimuti Luna rapat-rapat dengan selimut tebal.Baru setelah itu, Albert berkata perlahan, “Belakangan ini, aku sudah menghubungi tujuh perusahaan besar, termasuk Grup Kumon dan Grup Ledon. Kami sepa

  • Luka Yang Sisa Kenangan   Bab 19

    Waktu berlalu perlahan dalam upaya Rocky untuk menyenangkan Luna.Rocky memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan harta berharga, mulai dari barang antik di balai lelang hingga gaun mewah buatan khusus, semuanya dikirimkan bagaikan air mengalir ke hadapan Luna.Namun kini, hadiah semahal apapun tak lagi mampu menggerakkan hati Luna sedikit pun.Luna selalu duduk sendirian di taman, di pangkuannya ada laptop, jari-jarinya mengetikkan bunyi ritmis di atas keyboard.Awalnya, Rocky hanya mengira itu sekadar cara Luna menghabiskan waktu.Hingga suatu sore, asistennya menyerahkan tablet.“Pak Rocky, coba lihat ini….”Ekspresi asistennya terlihat rumit, seolah ada hal yang sulit diungkapkan.Rocky melihat ke arah tablet dan di layar jelas terpampang sebuah novel yang sedang ditulis oleh Luna.Hanya membaca sekilas saja, raut wajah Rocky langsung memuram.Tokoh utama wanita dalam cerita itu, ternyata memiliki pengalaman yang sama persis dengannya!Ternyata selama ini, Luna menggunakan cara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status