Share

Luxavar, Negeri di Dasar Samudera
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera
Author: Evin Hard

PROLOG

55-08-79

Setitik cahaya samar-samar berpendar di tengah samudera yang gelap. Sinar redupnya bergerak perlahan menepis lembaran air yang beriak tenang. Benda bundar yang menimbulkan cahaya tadi bukan kapal atau mercusuar, melainkan sebuah bola kaca dengan ruang kecil di bagian dalamnya. Berkas cahaya kebiruan itu terpancar dari sekeliling lengkungan kaca di bagian bawah bola tersebut.

Seorang gadis kecil berdiri di bagian dalam bola tadi. Kedua tangannya sibuk menggeser panel di hadapannya. Papan tipis berisikan sejuta kode itu merupakan alat kemudi benda yang dikendarainya. Namanya Fibrela Greinthlen. Matanya yang bulat besar dan dagunya yang tirus menatap suasana lautan dengan saksama. Jemarinya mengetuk tepi panel sambil sesekali menoleh ke pemandangan di balik kaca.

Di sampingnya, berdiri pria tua dengan jenggot pendek kelabu memenuhi dagu dan rahang atasnya. Pandangannya lurus tak peduli akan kesibukan yang tengah dikerjakan gadis di sebelahnya itu.

“Lepaskan dia di sini, Louie,” ujar Fibrela. Jari-jari mungilnya berhenti menari di atas panel tadi.

Dia menekan salah satu tombol berwarna merah yang sedikit lebih menonjol dari tombol lain. Benda bulat yang mereka tumpangi itu berderu mengantar mereka menuju permukaan laut yang sama kelamnya dengan di bawah sana.

Setelah berulang kali mengitari permukaan air yang gelap, Fibrela akhirnya menghentikan benda bulat tersebut. Dia membuka penutup kaca yang melingkupi sisi belakang kabin. Laki-laki tua yang bernama Louie tadi mengangkat kotak besar yang ada di belakang kendaraan mereka.

Louie meletakkan kotak tadi di atas permukaan air yang tenang. Kaca pelindungnya memperlihatkan sesosok anak perempuan yang tengah terlelap di dalam kotak tersebut. Sekelilingnya terdapat bantalan lembut yang menjaga tubuhnya tetap hangat. Di bagian atasnya juga terdapat kipas kecil sehingga udara dari bagian luar tetap dapat masuk ke dalam.

Fibrela menutup kaca pelindungnya setelah memastikan kotak tersebut mengapung dengan stabil. Kemudian dia kembali mengendarai bola kaca tadi memasuki permukaan air. Mesin kendaraan mereka berdesing halus, membawa mereka menembus kegelapan malam di dasar samudera.

Hawa dingin kembali menyelubungi udara di bagian dalam kabin tersebut, menciptakan suasana mencekam dalam senyap. Wajah putih menyiratkan kemuraman yang dalam. Dengung pusaran air di kejauhan menggaungkan alunan melankolis tak bernada. Suasana kelam tadi menyatu menerobos benaknya dan membuatnya kian beku.

“Luxavar hanya akan membuatnya lebih menderita,” gumam Fibrela. “Aku sudah melakukan yang terbaik.”

Gerau samudera berpusar menenggelamkan percakapan tadi dan perlahan-lahan menghanyutkan cahayanya dalam bias benhur laut.

Fibrela mengatupkan kedua matanya sejenak. Berhenti memperhatikan keremangan tak berujung yang ada di hadapannya. Bola kaca tadi menyelinap ke lapisan samudera yang lebih suram lagi. Meninggalkan sisa-sisa gelombang cahaya yang tak lagi kuasa menerangi lapisan terdalamnya.

Sementara itu, air laut terus menggerus kotak yang berisi anak kecil tadi menuju daratan penantian. Percikan busa laut yang dingin membangunkan kesadarannya. Ketakutan menguasai sang anak. Namun tangisan yang menyayat tadi tak sanggup membangkitkan sang penyelamat.

Lambat laun panggilannya itu memudar. Memudar hingga menyisakan sedikit getaran nasib dan secuil keberuntungan yang akan menentukan masa depannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status