Share

MAAF
MAAF
Penulis: Jenang gula

Prolog

Tubuh lelah yang seharian tidak

dibiarkan beristirahat itu, kini terbaring pasrah di atas ranjang pengantin

yang penuh dengan hiasan kelopak mawar merah.

Ceklek.

Matanya terbuka meski tubuhnya

tidak melakukan gerakan yang berarti, “Mandilah. Aku tidak akan menyentuhmu

malam ini.”

Tidak ada jawaban, hanya

terdengar langkah teratur dan pintu kamar mandi yang terbuka, tak lama

gemericik air pun ikut menghiasi suasana hening itu.

“Aku akan tidur di sofa, Mas.”

kalimat sederhana yang bisa terdengar dengan jelas di telinga seseorang yang

terpejam meski belum sepenuhnya tertidur.

“Terserah kamu saja, Yun.”

Gadis bernama Yuni itu pun segera

mengambil selimut di almari dan merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada di

sisi lain ruangan ini. Bukan hanya Cahyo, lelaki yang beberapa jam lalu

menyandang status sebagai suami sahnya secara hukum dan agama, bahkan dirinya

pun sangat tidak menyetujui pernikahan ini. Andai saja dia punya keberanian

untuk menolak semuanya, mungkin keadaan tidak akan secanggung ini.

~~~

Pagi ini Yuni bangun lebih dulu.

Setelah membersihkan diri, dia segera ke dapur untuk membuatkan teh, kopi, dan

juga susu jahe hangat, dia tidak tahu apa kebiasaan Cahyo saat pagi, jadi dia

memilih membuat semua itu.

Saat sampai di kamar, Cahyo sudah

masuk ke dalam kamar mandi. Yuni memilih menaruh minuman hangat itu, dan segera

menyiapkan baju untuk dikenakan suaminya ke kantor nanti.

“Aku sudah menulis beberapa

aturan yang harus kamu lakukan. Aku tidak mau mama dan papa kecewa jika kamu

melakukan kesalahan.” Cahyo merapikan sendiri dasi yang dikenakannya, dia

memilih tidak mengambil cuti meski sekarang orang di luar sana masih sibuk

memberitakan pernikahannya yang terbilang mendadak ini.

“Iya, Mas.” Yuni mengambil kertas

itu dan mulai membacanya satu persatu.

“Apa kau mau menambahkan

sesuatu?” Cahyo meraih gelas yang berisi cairan putih pekat itu, dan meminumnya

setelah menciumnya dan tahu itu adalah campuran susu dan jahe.

“Tidak, Mas.” Yuni cukup tahu

diri, keluarganya sudah berhutang budi terlalu banyak kepada keluarga Cahyo,

dan dia tidak mau teralu cerewet dengan menuntut banyak hal. Meski dia tahu

Cahyo tidak menginginkannya, setidaknya mengabdikan dirinya seumur hidup

tidaklah rugi.

“Bagus. Kita sarapan sekarang,

jangan membuat kesalahan sedikit pun.” Cahyo keluar lebih dulu dan kemudian di

susul oleh Yuni.

“Selamat pagi, Ma, Pa.” sapa

Cahyo setelah sampai di meja makan.

“Apa kau akan bekerja hari ini?

Semalam kalian tidak sedang bercanda kan?” ayah Cahyo menanyakan tentang malam

pertama mereka.

“Yuni sedang menerima tamu

bulanannya, Pa. Dan itu membuatku harus menunggu beberapa hari lagi, bukan

begitu, Yun?” Cahyo tersenyum manis ke Yuni.

Yuni pun mengangguk dan ikut

tersenyum, lebih memilih segera mengambilkan sarapan untuk Cahyo dan juga untuk

dirinya sendiri.

Tidak terlalu banyak percakapan

saat sarapan kali ini. Cahyo segera mengajak Yuni ikut serta ke kantor

bersamanya, dia tidak ingin Yuni terlalu di tekan oleh keluarganya.

“Mas, apa aku boleh minta

sesuatu” Yuni mengatakannya dengan hati-hati, dan setelah Cahyo bergumam sambil

mengangguk, Yuni melanjutkan kalimatnya, “Aku punya tabungan 7 juta, apa boleh

aku ikut kuliah tahun depan?”

“Aku akan mendaftarkanmu sekarang

juga kalau mau.” Cahyo berpikir mungkin itu lebih baik, saat Yuni bertemu

dengan orang yang mampu menarik hatinya, maka akan mudah baginya untuk

menceraikan Yuni tanpa memerlukan usaha yang berlebihan.

“Kalau sekarang uangku kurang,

Mas.” Yuni menunduk, memang kalau tahun ini, tabungannya tidak akan cukup,

“Beri aku pekerjaan, Mas. Apa pun, untuk membayar biaya kuliahku.”

“Okey. Bangun pagi, siapkan aku

susu jahe seperti tadi setiap pagi, bersandiwaralah dengan baik di depan papa

dan mama, jangan mencampuri urusanku, dan aku akan membiayai semua kebutuhan

kuliah dan juga uang sakumu.” Cahyo akan mendukung jika keuntungan yang akan

didapatkannya lebih besar.

Yuni segera mengangguk, dia pun

sudah lama menginginkan pendidikan yang lebih baik di universitas, dan tidak akan

menyiakan kesempatan baik ini begitu saja.

~~~

Cahyo menepati janjinya. Setelah

memberikan pengertian kepada papa dan mamanya bahwa pendidikan sangatlah

penting, hari ini Cahyo sendiri yang mengantarkan Yuni di hari pertamanya

kuliah, “Telepon sopir jika pulang lebih awal, aku bisa menjemputmu jam lima

sore.”

Yuni mengangguk dan segera

berjalan menuju ke kelasnya, kemarin dia sudah diberitahu oleh rektor di kampus

ini.

“Hei, apa kamu mahasiswa baru?”

tanya seorang gadis seusia dengannya dan duduk di sebelahnya.

Yuni mengangguk, “Yuni.”

“Aku Ratih, kita akan berteman

dan selalu bersama setelah ini.” Ratih menyodorkan tangannya dan segera disambut

oleh Yuni, “Kenapa masukmu begitu terlambat?”

“Iya aku menunggu uang tabunganku

cukup dulu.” Yuni senang jika mendapatkan teman yang asyik di hari pertamanya kuliah.

“Ayolah, aku cukup tahu jika

masuk di tengah semester seperti ini, berarti kamu bukanlah orang yang sembarangan,

apa kamu dari keluarga kaya?” selidik Ratih.

Yuni terkekeh, “Apa hanya orang

kaya yang boleh kuliah di sini?”

“Oh, bukan itu maksudku. Sudah

lupakan saja.”

Braakkk.

“Siapa yang menyuruhmu duduk di

sini?” seorang mahasiswa yang memiliki gaya selengekan masuk dan menggebrak meja

yang diduduki Yuni.

“Hey! Apa masalahmu?” Ratih membentak

pria itu agar tidak mengganggu teman barunya, Ratih cukup senang berkenalan dengan

Yuni, duduk di sebelah sahabat prianya yang arogan ini membuatnya dijauhi oleh

mahasiswi lain. Ya, yang menggebrak meja tadi adalah Hendra, teman Ratih dan

satu kompleks dengannya.

“Aku akan duduk di depan saja, aku

pikir tadi bangku di belakang yang kosong. Ratih, aku akan pindah ke depan.”

Yuni mengambil tasnya dan memilih duduk di depan sekarang.

“Kau menyebalkan, Hendra.”

“Biar.” Hendra terus mengawasi mahasiswa

baru yang menduduki bangku kesayangannya ini. Di sini cukup nyaman jika dia

terlalu bosan dan mengantuk saat mengikuti pelajaran.

~

Di lain tempat, Cahyo yang sibuk

menyiapkan berkasnya untuk melakukan rapat dadakan, tidak menyadari jika ada

seseorang yang masuk ke dalam ruangannya.

“Sayang, aku sudah lapar. Apa kita

akan makan di sini saja?” sapa manja dari wanita yang terus mendekati Cahyo, dia

adalah Nana, sekretaris di tempat kerja Cahyo. Meski tidak memiliki hubungan

khusus, tapi mereka sudah sering saling menciptakan peluh dan kehangatan

bersama, saat ada kerja di luar kota atau di apartemen Nana yang dihadiahkan

oleh Cahyo saat pelayanannya yang ke tiga beberapa bulan yang lalu.

“Terserah kamu saja.” Cahyo masih

sibuk membubuhkan tanda tangan di atas kertas yang dibawanya.

“Bagaimana tadi malam? Apakah seru?”

Nana mendekat dari sisi belakang dan mulai memijat pundak Cahyo.

“Tentu saja.”

“Apa akan segera ada penerus

setelah ini?” Nana cukup kawatir karena dia tidak bisa memberikan itu kepada Cahyo,

ya ... dia mandul.

Cahyo menghentikan pekerjaannya

dan menarik Nana agar duduk di pangkuannya, “Jangan mengatakan omong kosong itu

lagi.” Cahyo segera menyambar bibir seksi Nana dan melumatnya sedikit kasar. Cahyo

sangat suka dengan permainan Nana yang selalu bisa mengimbanginya, meski dia

juga tidak tahu apakah ini cinta, tapi rasa nyaman yang didapatkannya saat

bersama Nana membuatnya tidak ingin jauh dari wanita itu. Dan soal anak Cahyo tidak

terlalu memikirkannya jika papa dan mamanya tidak terlalu mendesaknya, maka dia

tidak akan mau menerima pernikahan dengan gadis yang bahkan tidak dikenalnya

itu.​

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status