"Fani ...."
Fani pun menoleh saat ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Fani pun terperanjat saat membalikkan badannya, ternyata sosok laki-laki yang selama ini dihindarinya kini sudah berada dihadapannya.
"Aryo ...."
Dua sepasang sejoli yang pernah begitu sangat mencintai itu kini saling bertatapan. Wajah Aryo begitu sumringah saat akhirnya ia bisa kembali bertemu dengan wanita yang masih sangat dicintainya itu.
"Ya Allah, Aryo,ini kamu?" kata Fani mencoba meyakinkan hatinya jika ini bukan sebuah mimpi. Mimpi yang akhirnya menjadi nyata.
"Iya, ini aku Aryo," jawab Aryo tersenyum bahagia.
Fani tersenyum menahan tangisnya.
Aryo pun mengenggam tangan Fani.
Aryo pun tersenyum, begitupun dengan Fani yang bahagia karena setelah sekian tahun, ia kembali bertemu dengan Aryo.
Depan ruang Sabrina
Prita dan Bunda Sania terlibat perdebatan panjang. Bunda Sania tidak suka jika anak perempuannya itu terlalu keras dengan suaminya sendiri.
"Menurut Bunda, kamu itu terlalu keras dengan Aryo," sindir Bunda Sania.
Prita pun mendekati sang Bunda.
"Tetapi, Aryo juga nggak kalah keras kepala, Bunda. Kalau dia memang sudah tidak tahan dengan rumah tangga ini, ya sudah, cerai saja sekalian!" pekik Prita yang merasa tidak perlu laki-laki karena merasa sudah mampu hidup mandiri.
"Heh, Prita! Jangan sombong kamu jadi perempuan. Ingat ya, langkah perempuan itu pendek. Jangan sampai kamu menyesal kalau Aryo betul-betul menceraikan kamu. Nyesal kamu," cecar Bunda Sania.
"Sudahlah,Bun. Nggak usah dibahas lagi," sahut Prita keras.
"Ya, oke, oke."
"Lebih baik aku jemput Aryo sekarang,". pamit Prita.
Prita pun akhirnya pergi mencari keberadaan Aryo yang belum juga sampai ke lantai atas di mana ruangan Sabrina berada.
****
Fani dan Aryo kembali bertemu. Banyak hal dimasa lalu yang membuatnya terpaksa meninggalkan Fani dulu."Kenapa kamu ninggalin aku, Aryo?" tanya Fani dengan suara bergetar.
"Saat itu, aku berada diposisi yang sulit. Aku akan jelaskan semuanya saat itu. Kenapa aku ninggalin kamu dulu," dalih Aryo.
Aryo sudah kembali menemukan Fani. Cinta yang sudah lama dicarinya bertahun-cinta. Fani, menjadi alasannya untuk kembali ke Indonesia, setelah 8 tahun lebih tinggal di Amerika. Terjebak dengan Prita yang dulu terlanjur hamil dan lelaki bule itu pergi begitu saja.
Wajah Fani berubah sendu. Perlahan airmata itu luruh membasahi pipinya.
"Selama ini, aku selalu berdoa agar bisa ketemu kamu lagi, Fani," ujar Aryo.
"Dan doaku sekarang Allah kabulkan. Ini takdir, Fan. Takdir yang mempertemukan kita," sambung Aryo.
Fani hanya terdiam, ia bingung harus berbicara apa saat kembali teringat permintaan Bunda Sania yang ingin menikahkannya dengan Doni. Fani seperti berada di sebuah persimpangan.
"Setelah sekian lama aku mencari kamu dan sekarang aku nggak mau kehilangan kamu lagi, Fan," ucap Aryo menyeka airmata Fani.
Tiba-tiba gawai Aryo berdering. Sebuah nama memanggil. Prita. Ya, Prita yang tidak sabaran itu menghubungi Aryo karena belum juga bertemu. Aryo pun langsung mereject panggilan istrinya itu.
Fani pun berjalan ke arah koridor meninggalkan Aryo. Aryo yang menyadari kepergian Fani, langsung memanggilnya.
"Fani!" panggil Aryo.
Namun, sialnya Prita sedang menuruni anak tangga karena sudah melihat keberadaan Aryo.
"Fani."
"Prita? Ngapain sih dia nyusulin ke sini?" pekik Aryo kesal dalam hatinya.
Aryo terdiam saat Fani juga berjalan menuju di mana Aryo sedang berdiri, sama seperti Prita yang juga sedang berjalan ke arahnya.
Semakin dekat ....
"Dok, ditunggu di ruang operasi sekarang," panggil seorang suster yang sejak tadi mencari keberadaan Dokter Fani.
Fani pun berbalik arah dan bersama si perawat menuju ruang operasi.
Aryo pun bernapas lega.
"Kok, kamu masih di sini sih? Kamu tahu nggak, keluarga aku panik di atas," pekik Prita.
"Sabrina kan udah dapat pertolongan," sahut Aryo tidak kalah kerasnya.
"Iya Sabrina memang tertolong. Tetapi, kondisi Sabrina masih kritis. Makanya kamu temui Doni dong, kasih dia support. Mungkin ini hari terakhir dia sama istrinya," kata Prita dengan wajah sendu.
"Sabrina, dia nggak mungkin untuk disembuhkan," sambung Prita. Wajahnya seketika sendu. Aryo yang sejak tadi bersuara keras, kini melemah dan terdiam.
****
Mama Sinta meradang saat mengetahui jika Doni kini sedang ditekan oleh Bundanya yabg arogan itu untuk menjalankan poligami di saat Sabrina sedang koma di rumah sakit.
"Pa, sekarang udah saatnya kita bicara dengan Ibu Sania," pekik Sinta saat menemani suaminya sarapan di meja makan.
"Ngomong apa,Ma?" tanya Martin.
"Ya bicara soal pernikahan Doni dan Sabrina. Di saat Sabrina, yang jelas anak kita sedang koma di rumah sakit kok bisa-bisanya dia menyuruh Doni berpoligami," teriak Sinta kesal.
"Ma, itu paling hanya gertakan saja. Papa yakin dia masih punya hati nurani," kata Martin agar istrinya itu tenang.
"Ini bukan gertakan aja. Papa nggak lihat? Di saat keadaan sehat aja Sabrina itu selalu ditekan. Apalagi sekarang, dalam keadaan sakit," pekiknya.
Martin pun bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan ke arah pintu kaca di depan kolam renang itu.
"Jika Sinta sampai bicara dengan Sania, ini bisa gawat. Ini bisa merusak rumah tanggaku dengan Sinta," gumam Martin dalam hatinya.
Ada rahasia apa sebenarnya di antara Martin, Papanya Sabrina dengan Sania, Bundanya Doni?
bersambung ....
"Mereka nggak boleh bicara empat mata?Ini bisa gawat!" batin Martin."Jika Sinta sampai bicara dengan Sania, ini bisa gawat. Ini bisa merusak rumah tanggaku dengan Sinta," gumam Martin dalam hatinya.Sinta pun bangkit dan mendekati Martin yang berdiri di depan jendela."Mama ragu mereka akan mempertahankan rumah tangga. Apalagi Sabrina sedang sakit parah," ujar Sinta."Ya, siapa yang mau sakit, Ma," timpal Martin."Papa nggak aneh? Melihat tingkahnya Sania yang selalu menekan Sabrina. Mama nggak ngerti, seolah dia punya sentimen pribadi terhadap keluarga kita," pikir Sinta."Maksud Mama?" tanya Martin."Kenapa sih, Pa? Jadi aneh, bingung ...." cecar Sinta."Ah, Papa jalan dulu," dalih Martin yang ingin menghindar dan tidak mau Sinta mengetahui lebih soal hubungannya dengan Sania di masa lalu."Papa takut sama Sania?" ucap Sinta membuat langkah Martin terhenti.Martin pun sedikit membalikkan badannya da
"Saya sudah membuat keputusan. Setelah Sabrina sembuh, saya akan meminta anak saya untuk menceraikan anak kamu," pekik Sania menunjuk-nunjuk ke arah Martin yang berdiri dihadapannya. Martin terperangah Sania pun kembali duduk ke kursi kebanggaannya itu. Martin hanya menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan sikap Sania yang .... "Kamu kok begitu ekstrim. Apa salah Sabrina?" tanya Martin pada mantan istrinya itu. "Apa salahnya?" cecar Martin. "Anak itu memang tidak pernah punya salah. Tetapi, kesalahan dia satu-satunya adalah dia tidak bisa memberikan keturunan pada anak saya." "Sania, kamu sadar. Kamu nggak berhak menentukan seseorang bisa mempunyai keturunan atau tidak punya keturunan," sergah Martin. Doni pun datang dan mencoba mendengarkan pembicaraan Bunda Sania dan Papa Martin. "Hanya Allah. Hanya Allah pemilik kehidupan ini," ucap Martin tegas. "Sudah. Cukup, cukup!" bentak Sania. Ia pun menutup kedua t
"Sampai aku tua dan mati!" pekik Doni."Selama Sabrina masih bernyawa, aku nggak akan menyerah kecuali Allah berkehendak lain," sahut Doni tegas.Prita dan Dinda tersenyum sinis. Begitupun Bunda Sania yang tidak tahu lagi bagaimana menasihati Doni.Bunda Sania menatap Sabrina yang masih tertidur dengan pandangan nanar."Sabrina, saya nggak tahu apa kamu itu menjadi karunia atau sebaliknya menjadi malapetaka untuk Doni, anakku ...." gumam Sania dalam hatinya.Doni pun tidak mampu menahan tangisnya melihat wajah sendu Bunda Sania.****Sania mengundang Fani untuk datang ke kantornya. Demi menghormati undangan Bunda Sania, Fani pun datang ke kantornya."Assalamualaikum," sapa Fani saat memasuki ruangan mewah Bunda Sania.Wa'alaikumsalam," jawab Sania mempersilakan fani duduk."Bunda ingin membicarakan sesuatu, Fani," kata Sania tersenyum.Tidak lama, Renny, Mama Fani pun datang. Fani dibuat terkejut dengan ked
Bunda Sania mengajak Dinda serta Prita untuk menemui Doni di rumah sakit. Bunda Sania ingin segera menikahkan Doni dan Fani, di saat Sabrina masih terbaring koma.Sesampainya di ruangan Sabrina"Don, mau sampai kapan kamu menunggu Sabrina seperti ini?" tanya BUnda Sania dengan tatapan nanar.Doni hanya terdiam memandangi istri yang sangat dicintainya itu. Pandangannya nanar. Bulir bening itu terasa mulai jatuh."Don, Fani itu wanita yang baik. Dia pintar dan pastinya akan memberikan kamu keturunan. Cucu yang selama ini diharapkan Bunda," tutur Prita membuat Doni seketika memandanginya dengan sorot mata tajam."Nggak kak, Fani hanya kuanggap sebatas sahabat.Bagaimana mungkin ...." ucap Doni terbata.Tiba-tiba ...Bunda Sania mengalami serangan jantung lagi saat Doni menolak permintaannya menikahi Fani."Don, menikahlah. lihat tuh, Bunda, gara-gara memikirkan kamu, sampai sakit dan ....""Iya, Kak, apa Kakak nggak kasihan
Bunda Sania yang sangat menginginkan pernikahan Doni dan Fani segera terlaksana akhirnya mulai menyusun sebuah rencana. Rencana untuk mendekatkan keduanya sebagai pasangan yang saling mencintai, bukan sebatas sahabat.Bunda Sania siang itu sengaja berbelanja di sebuah mall elite di bilangan Jakarta Selatan dan membuat janji dengan Fani. Fani yang tahu hanya ada Bunda Sania pun mau saja mengikutinya.Tanpa sepengetahuan Fani, Doni pun diminta datang untuk menjemputnya. Bunda Sania beralasan jika sedang tidak ada supir dan meminta putra kesayangannya itu datang ke mall.Bunda Sania akhirnya menghubungi Doni.[Hallo, Bunda, ada apa?][Doni, anak kesayangan Bunda, kamu di mana?][Aku lagi dijalan, Bun. Mau ke rumah sakit. Semoga hari ini ada perkembangan dari kondisi Sabrina]Sambil membawa kendaraannya, Doni mengangkat telepon sang Bunda.[Doni ke mall sekarang ya. Jemput Bunda ke si
"Doni ...."Fani pun menunduk malu."Kok, bisa ada Fani di sini sih?" tanya Doni dengan wajah kesal."Iya. Bunda juga ajak Fani ke sini," jawab Sania seolah tidak bersalah."Bunda, jangan bilang sama aku, kalau Bunda sudah merencanakan semua ini.""Bunda sengaja ingin kalian bertemu dengan suasana yang tidak sengaja seperti ini. Ya seperti sekarang, kita bisa jalan-jalan, rileks, kita belanja. Ayok!" ajak Sania tersenyum.Doni pun menahan emosinya. Sedangkan Fani hanya diam saat melihat reaksi Doni yang tidak suka dengan cara sang Bunda yang mempertemukan mereka secara diam-diam ini."Eh, Doni, Bunda masih ada yang mau dilihat sebentar ya. Doni temanin Fani dulu sebentar ya," ucap Sania. Sania pun melangkah pergi agar Doni dan Fani bisa mengobrol berdua saja.Doni dan Fani terdiam.Di rumah sakit, Dokter Indra bersama beberapa perawat terus berjuang sekuat tenag
"Kebetulan sekali, tadi Doni kan mau ke rumah sakit mau menengok Sabrina. Iya kan? Kamu juga mau ke rumah sakit juga kan? Gimana kalau kalian sama-sama aja. Kebetulan kan kalian punya tujuan yang sama," usul Sania langsung membuat Doni meradang."Saya biar naik taksi aja, Bunda," jawab Fani yang merasa tidak enak dengan Doni yang kesal."Oh, jangan,jangan. Bunda jangan dipikirin. Bunda masih mau belanja, mau shopping. Lagian nanti Kak Prita mau ke sini. Ya, Doni, antarkan Fani ke rumah sakit," bujuk Sania.Doni dan Fani pun diam"Ok. Ya udah deh, aku antar Fani," jawab Doni agak terpaksa."Assalamualaikum."Fani dan Doni akhirnya bergegas pergi setelah mencium tangan Bunda Sania dengan takjim."Ternyata tidak sesulit yang aku bayangkan menjodohkan mereka," gumam Sania tersenyum bahagia."Ah, semoga mereka dipersatukan dalam ikatan pernikahan ya Allah," batin Sania.***Di dalam perjalanan, Doni lebih banyak
"Aryo? kenapa namanya sama dengan nama mantan pacarku?" gumam Fani."Seharusnya aku tidak usah mendengar nama itu lagi. Aku harus melupakan Aryo. Karena aku sudah menikah dengan Doni. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, bebaskanlah aku dari rasa bersalah ini. Bagaimanapun, aku sudah mengkhianati janji itu. Janji untuk setia pada Aryo ...." ucap Fani dalam hatinya. Ia mencoba sekuat tenaga menahan tangisnya."E-eh, sebentar ya," pamit Sania yang hendak menyusul Prita dan mengajak Aryo bertemu Fani.Di luar gerbang rumah mewah Sania, Aryo berdebat dengan seorang satpam karena Aryo yang tidak diijinkan masuk ke dalam rumah sang mertua."Saya mau masuk," bentak Aryo."Mohon maaf, Pak, saya hanya menjalankan perintah," jawab seorang satpam."Kamu tahu saya kan? Saya juga anggota keluarga di sini," pekik Aryo kesal."Itu dulu. Sebelum gugatan perceraian kita masuk ke