Share

MAFIA Behind The MASK
MAFIA Behind The MASK
Author: Radharmy RD

Benci dan Sayang #1

Aku terbangun karena mendengar suara ribut yang berasal dari dapur. Sudah bisa kutebak apa yang sedang terjadi di sana.

"Kapan mereka berdua bisa akur!" keluhku sambil mengusap wajahku dengan kasar. Aku pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah agar terasa lebih segar. Setelah selesai mencuci wajah, aku pergi ke dapur untuk menghentikan keributan mereka. 

"MAMA HENTIKAN!" Aku berteriak pada Mama agar dia menghentikan perbuatannya. Tetapi Mama tidak mendengarkanku dan terus memukuli Stella Adikku.

"JANGAN IKUT CAMPUR OLIV! MAMA MAU MEMBERIKAN PELAJARAN PADA ANAK PEMBAWA SIAL INI!" teriak Mama  membalas teriakkanku. Mama memang memiliki tingkat tempramen yang sangat tinggi. Dia bisa menjadi baik seperti sedang tidak terjadi apa-apa. Tetapi Mama juga bisa jadi lebih jahat dari seorang pembun*h.

Aku mendekat ke arah Mama. Ketika dia ingin melayangkan kembali pukulannya ke arah Stella, dengan cepat ku pegang tangannya dan mengajaknya duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari tempat pertengkaran tadi. Kuambil obat penenang Mama yang berada di laci meja. 

"Mama! Tolong jangan lakukan ini lagi!" pintaku memohon sambil memberikan beberapa obat penenang dan segelas air putih. Setelah Mama minum obat yang kuberikan tadi, beberapa menit kemudian  emosi Mama mulai stabil. Stella berjalan mendekat ke arah kami dengan langkah yang lemah

"Kak, Stella pantas dipukuli oleh Mama. Yang diucapkan Mama benar, Stella memang pembawa sial!" ucapnya dengan suara gemetar. Aku tidak bisa menahan amarahku lagi di saat itu. Sehingga membuatku lepas kendali dan membentak Adikku sendiri. 

"JANGAN UCAPKAN SEPATAH KATAPUN DARI MULUTMU ITU! MASUK KE KAMAR SANA!" bentakku dengan nada suara yang lumayan tinggi. Stella yang mendengar langsung berlari ke kamarnya tanpa menoleh ke arahku.

Setelah menidurkan Mama di kamarnya. Aku kembali ke kamarku dan ingin merebahkan kembali tubuhku yang mulai terasa sakit. Tetapi lagi-lagi istirahatku tertunda karena teringat Stella yang tadi sudah kubentak. Aku memang membencinya sejak ayah meninggalkan kami. Tetapi aku juga menyayangi dirinya melebihi dari rasa benciku padanya.

"Tok Tok Tok." Aku ketuk pintu kamar Adikku. Tetapi dia tidak kunjung membuka pintunya. Ini bukan masalah besar untukku, membuka pintu yang terkunci adalah salah satu keahlian kecil yang kumiliki sejak aku mulai ikut bergabung dengan Secret Scarlett lima tahun yang lalu.

Sejak ayah pergi dan memilih menikah lagi. Aku adalah tulang punggung keluarga. Ibuku tidak bisa bekerja karena sakit-sakitan. Sedangkan Adikku Stella, saat itu masih berumur 10 tahun. Ayah memilih pergi karena Adikku terlahir sebagai perempuan. Awalnya kukira ayah benar-benar menyayangi Stella, tetapi saat aku tahu ayah selingkuh dan memiliki anak laki-laki seumuran Stella, ayah baru membuka topeng busuknya dihadapan Mama, aku dan Adikku. saat itu juga ayah pergi bersama istri barunya itu. Sebagai kakak dan tulang punggung keluarga, saat itu aku tidak bisa bekerja karena belum cukup umur dan hanya memiliki ijazah SMP. Aku tidak melanjutkan sekolah SMA karena keuangan keluargaku cukup sulit. Kami bertiga tinggal disebuah rumah kontrak sederhana yang harganya lumayan mahal tetapi yang paling murah bagi kami.

Saat SMP, aku pernah melakukan tes IQ. Guru selalu kebingungan karena aku selalu bisa menjawab pertanyaan sulit dari mereka. Tes selesai dan hasilnya keluar, ternyata IQ yang kumiliki adalah 150. Setelah mengetahui IQ yang kumiliki, para guru berharap aku bisa bersekolah sampai perguruan tinggi. Tetapi nasib berkata lain, karena ekonomiku yang sulit, aku harus putus sekolah dan berhenti di jenjang SMP.

Aku memasuki kamar Adikku yang pintunya berhasil kubuka. Kulihat tubuhnya yang kini berada di dalam balutan selimut. Aku mendekat dan duduk di sisinya.

"Stella," panggilku lembut sambil mengusap kepalanya yang tertutup selimut.

"Maafkan kakak, Stella! Kakak tidak bermaksud membentakmu!" ucapku dengan mata yang mulai berair. Stella mulai membuka selimutnya sampai leher. Dia menatapku dengan tatapan yang terlihat sedih.

"Kakak tidak salah, aku memang pantas diperlakukan seperti ini, Kak!" ucapnya lemah. Lalu dia bangun dan mendekatkan tubuhnya pada tubuhku. Aku tahu apa yang dia inginkan saat ini. 

"Tidak ada yang boleh memperlakukanmu seperti ini, Stella! Bahkan Mama sekalipun!" tuntutku dengan nada sedikit tinggi.

"Aku lelah Stella! Aku lelah melihat dirimu selalu dipukuli Mama seperti ini! Lihat ini, ini dan ini, darah dan lebam di mana-mana!" "Seharusnya kamu melawan, yang pantas disalahkan dalam kepergian ayah adalah ayah sendiri! Kelahiran dirimu bukanlah suatu dosa Stella! BUKAN DOSA!" teriakku frustrasi. Air mata yang kucoba tahan sejak tadi kini mulai lepas dari tepatnya. Aku peluk tubuh Stella, dan kami sama-sama menangis di dalam pelukan itu.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Khi Mhoci
menurut saya ceritanya menarik dan mudah di mengerti..
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status