Share

Benci dan Sayang #2 (end)

Beberapa jam tertidur setelah berbaikan dengan adikku, aku terbangun kembali karena ponselku terus berbunyi. Kulihat layar ponsel milikku, di sana terdapat puluhan panggilan tak terjawab dengan nama kontak Om Kevin. Hampir saja aku melupakan janji yang dibuat kemarin bersama Bos Secret Scarlett itu. Karena Om Kevin tidak lagi menghubungiku aku bergegas menghubunginya balik. 

"Halo, Om!" sapaku canggung dari balik telepon yang baru saja tersambung.

"Ketiduran?" tanya Om Kevin blak-blakan dengan suara dinginnya.

"Iya, Om Kevin. Tunggu bentar ya, Om. Aku segera ke sana!" ucapku dan langsung menutup panggilan dari Om Kevin. 

Aku segera berganti pakaian dan bergegas ke caffe yang ada di persimpangan jalan dekat rumahku. Setelah sampai di sana, kulihat sosok laki-laki tinggi dengan tubuh tegap dan wajah yang tampan sedang duduk sambil bermain dengan anak perempuannya. Nama lengkap Om Kevin adalah Kevin Pranata Agraha. Umurnya 40 tahun, dia seorang duda beranak satu. 

"Jessi, Sayang. Jessi pergi ke taman bermain yang ada di luar itu dahulu ya," ucap Om Kevin lembut. Sangat berbeda dengan saat dia berbicara pada rekannya, sangat serius dan dingin.

Aku duduk di kursi yang berseberangan dengan Om Kevin. Menunggunya membuka pembicaraan.

"Olivia!" panggil Om Kevin dingin. Namaku Olivia D'Rossa, umurku 20 tahun, hobiku adalah mengambil barang berkilau dari suatu tempat besar,sepi atau mungkin ramai. 

"Olivia, ini undangan seperti biasa untukmu. tetapi kali ini Secret Scarlett akan rapat di Markas Utama. Seperti yang kamu tahu, markas itu dijaga dengan keamanan yang super ketat. Hanya mereka yang membawa undangan ini yang boleh masuk ke tempat itu," ujar Om Kevin dengan ekspresi dinginnya yang terlihat keren di mataku.

"tetapi ,Om! mengapa Oliv yang harus pergi ke sana? Bukannya ada para senior yang lebih berpengalaman dari, Oliv?," tanya ku bingung pada Om Kevin. 

"Dirapat kali ini kita tidak mengandalkan pengalaman, tetapi kita lebih mengandalkan otak yang cepat tanggap seperti kamu, Olivia! Sama seperti biasa, Om yakin kecerdasanmu itu akan sangat membantu yang lain untuk mengambil keputusan yang terbaik. Sangat disayangkan kalau kecerdasan yang kamu punya itu tidak digunakan dengan baik," ucap Om Kevin sambil mengusap lembut kepalaku. Ucapannya yang dingin selalu berhasil menghipnotis otakku, apa aku baru saja mendapat pujian? Sulit memercayai ucapan laki-laki di zaman yang canggih ini.

"Terima kasih Om Kevin atas pujiannya!" ucapku malu-malu karena aku merasa kecerdasanku baru saja dipuji. Om Kevin mendekatkan wajahnya ke wajahku, dia mengangguk lalu tersenyum manis. Om Kevin adalah orang yang sangat pelit untuk memperlihatkan senyum indahnya pada orang lain. Dia akan medekatkan wajahnya kepada orang yang ingin diberinya sebuah senyuman. Bagi para wanita di Secret Scarlett diperlakukan oleh Om Kevin seperti ini adalah hal yang biasa. tetapi untuk wanita yang tidak mengenalnya, pasti akan berpikir bahwa Om Kevin memiliki perasaan lebih pada mereka. Lelaki yang berada di hadapanku ini memang sangat licik. Makanya di setiap kali kami beraksi dan ada keterlibatan wanita di dalamnya, Om Kevin pasti akan ikut terlibat dalam melancarkan aksinya. 

Ketika aku dan om Kevin sedang asyik berbincang. Aku melihat ke arah meja yang ada di belakang Om Kevin. Seorang laki-laki mencurigakan menatap kami dengan penuh hati-hati. Mata Elangku memang tidak pernah salah jika harus menilai seseorang. Gelagat orang tersebut kuberitahu kepada Om Kevin, sehingga membuat kami menghentikan pembicaraan kami hari ini.

Aku pulang dengan membawa undangan ditanganku. Saat sampai di depan rumah, kuselipkan undangan tersebut kedalam bajuku karena aku lupa membawa tas. 

"Sore, Ma!" sapaku pada Mama yang sedang duduk di teras rumah. 

"Sore, sayang! kamu kok udah pulang?" tanya Mama, dia memintaku duduk dikursi yang berada di sampingnya. Lihatlah dia sekarang, bersikap seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

"Iya Ma, Oliv sudah pulang," ujar ku tersenyum kecut.

"Oh iya Ma, Stella mana? Kok belum pulang? Biasanya kan adek udah pulang jam segini?" tanyaku beruntun pada Mamah. 

"Dia bilang sih ada kelas malam tambahan. Maklumin saja lah, bentar lagi kan dia mau ujian," jawab Mama sambil menghirup teh hangat yang terletak di atas meja. Aku mengangguk lalu pamit sebentar untuk mengganti bajuku. 

Di dalam kamar, ku ambil undangan yang tadi ku selipkan ke dalam baju. Kubuka laci yang di dalamnya terdapat kotak berkode. Di dalam kotak itu, sudah terdapat pulahan undangan yang sama bentuknya. Kadang penyesalan terlintas beberapa kali setiap aku memandang kotak yang memiliki ukiran indah itu. Pertanyaan yang selalu aku tanyakan pada diriku setiap kali aku memandang kotak itu adalah "mengapa jalan hidupku tidak seindah ukiran ini?" tetapi jika dilihat lebih teliti. Ukiran itupun punya jalan sulit dan berliku untuk terlihat indah. 

Setelah meletakkan undangan dan berganti baju. Aku kembali keteras untuk menemani Mama. Di sana kami berbincang ringan sambil diselingi candaan yang membuat kami berdua sakit perut. tetapi candaan itu tidak betahan lama, sampai akhirnya Mama menanyakan tentang pekerjaan ku.

"Oliv, sayang! kok kamu gapernah cerita sama Mama tentang pekerjaan kamu?" tanya Mama kepadaku dengan tatapan serius. 

"Kerja cari uang yang banyak, Mah!" jawabku sedikit ketus. Aku memang begitu sensitif jika ditanyai soal pekerjaan oleh Mama atau Adikku. 

"Iya...Mama tahu, maksud Mama pekerjaannya seperti apa?" tanya Mama lagi yang kini mulai melembut. Dipegangnya tangan kanan ku dan diusapnya dengan lembut. Usapan tangan Mamah seperti pisau yang menusuk hatiku, begitu jahatkan aku jika terus berbohong seperti ini?.

Meski kali ini aku berbohong lagi, tetapi setidaknya jawabanku kali ada sedikit sangkut pautnya dengan pekerjaan ku yang sebenarnya. "Aku kerja sebagai tour guide Ma. Makanya aku selalu pergi ke mana-mana. Lusa aku bakal kerja lagi, tetapi kali ini tempatnya ada di pusat kota, bolehkan,  Ma?" tanyaku sambil berucap setenang mungkin sambil meminta izin padanya. Meski pekerjaan ku sebenarnya tidak baik, meminta izin orang tua tetaplah wajib.

"Oh tour guide! Pantes saja setiap kamu pulang, kamu selalu kelelahan. Iya sayang, kalau masalah pekerjaan, Mama akan selalu ngasih izin ke kamu," jawab Mamah sambil mengusap lembut kepalaku. Aku yang mendengar ucapan Mamah hanya bisa tersenyum kecut sambil menahan rasa sesak di dada yang tiba-tiba muncul begitu saja.

"Ma!" panggilku pelan. "Oliv mohon jangan kasar lagi dengan Stella selama Oliv tidak ada di rumah, dia tidak pantas disalahkan dalam hal apa pun." Aku memohon pada Mama agar dia punya sedikit rasa kasihan kepada Stella anaknya.

"tetapi, Oliv! dia itu...." Ucapan Mama terpotong oleh ucapanku.

"Stella tidak bersalah dalam hal ini MA! Yang harusnya disalahkan adalah ayah. Anak itu rezeki dari Tuhan, apa pun jenis kelaminnya hanya Tuhan yang bisa mengatur. Dan juga dibalik takdir setiap orang, pasti sudah ada rencana indah yang di atur Tuhan MA! Oliv berharap Mama sadar kalau Stella adalah anak yang istimewa," jelasku panjang lebar pada Mama untuk menyadarkan perbuatannya selama ini.

Mama diam beberapa detik untuk mencerna ucapanku. setelah mengerti, Mama mengangguk dan tersenyum hangat kepadaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status