Главная / Thriller / MAFIA Behind The MASK / Benci dan Sayang #2 (end)

Share

Benci dan Sayang #2 (end)

Aвтор: Radharmy RD
last update Последнее обновление: 2021-08-31 17:07:28

Beberapa jam tertidur setelah berbaikan dengan adikku, aku terbangun kembali karena ponselku terus berbunyi. Kulihat layar ponsel milikku, di sana terdapat puluhan panggilan tak terjawab dengan nama kontak "Om Kevin." Hampir saja aku melupakan janji yang dibuat kemarin bersama Bos Secret Scarlett itu. Karena Om Kevin tidak lagi menghubungiku, aku bergegas menghubunginya balik.

"Halo, Om!" sapaku canggung dari balik telepon yang baru saja tersambung.

"Ketiduran?" tanya Om Kevin blak-blakan dengan suara dinginnya.

"Iya, Om Kevin. Tunggu bentar ya, Om. Aku segera ke sana!" ucapku dan langsung menutup panggilan dari Om Kevin.

Aku segera berganti pakaian dan bergegas ke kafe yang ada di persimpangan jalan dekat rumahku. Setelah sampai di sana, kulihat sosok laki-laki tinggi dengan tubuh tegap dan wajah yang tampan sedang duduk sambil bermain dengan anak perempuannya. Nama lengkap Om Kevin adalah Kevin Pranata Agraha. Umurnya 40 tahun, dia seorang duda beranak satu.

"Jessi, Sayang. Jessi pergi ke taman bermain yang ada di luar itu dahulu ya," ucap Om Kevin lembut. Sangat berbeda dengan saat dia berbicara pada rekannya, sangat serius dan dingin.

Aku duduk di kursi yang berseberangan dengan Om Kevin, menunggu dia membuka pembicaraan.

"Olivia!" panggil Om Kevin dingin. Namaku Olivia D'Rossa, umurku 20 tahun, hobiku adalah mengambil barang berkilau dari suatu tempat besar, sepi, atau mungkin ramai.

"Olivia, ini undangan seperti biasa untukmu. Tetapi kali ini Secret Scarlett akan rapat di Markas Utama. Seperti yang kamu tahu, markas itu dijaga dengan keamanan yang super ketat. Hanya mereka yang membawa undangan ini yang boleh masuk ke tempat itu," ujar Om Kevin dengan ekspresi dinginnya yang terlihat keren di mataku.

"Tetapi, Om! Mengapa Oliv yang harus pergi ke sana? Bukannya ada para senior yang lebih berpengalaman dari Oliv?" tanya ku bingung pada Om Kevin.

"Dirapat kali ini kita tidak mengandalkan pengalaman, tetapi kita lebih mengandalkan otak yang cepat tanggap seperti kamu, Olivia! Sama seperti biasa, Om yakin kecerdasanmu itu akan sangat membantu yang lain untuk mengambil keputusan yang terbaik. Sangat disayangkan kalau kecerdasan yang kamu punya itu tidak digunakan dengan baik," ucap Om Kevin sambil mengusap lembut kepalaku. Ucapannya yang dingin selalu berhasil menghipnotis otakku, apa aku baru saja mendapat pujian? Sulit memercayai ucapan laki-laki di zaman yang canggih ini.

"Terima kasih, Om Kevin atas pujiannya!" ucapku malu-malu karena aku merasa kecerdasanku baru saja dipuji. Om Kevin mendekatkan wajahnya ke wajahku, dia mengangguk lalu tersenyum manis. Om Kevin adalah orang yang sangat pelit untuk memperlihatkan senyum indahnya pada orang lain. Dia akan mendekatkan wajahnya kepada orang yang ingin diberinya sebuah senyuman. Bagi para wanita di Secret Scarlett diperlakukan oleh Om Kevin seperti ini adalah hal yang biasa. Tetapi untuk wanita yang tidak mengenalnya, pasti akan berpikir bahwa Om Kevin memiliki perasaan lebih pada mereka. Lelaki yang berada di hadapanku ini memang sangat licik. Makanya di setiap kali kami beraksi dan ada keterlibatan wanita di dalamnya, Om Kevin pasti akan ikut terlibat dalam melancarkan aksinya.

Ketika aku dan Om Kevin sedang asyik berbincang, aku melihat ke arah meja yang ada di belakang Om Kevin. Seorang laki-laki mencurigakan menatap kami dengan penuh hati-hati. Mata Elangku memang tidak pernah salah jika harus menilai seseorang. Gelagat orang tersebut kuberitahu kepada Om Kevin, sehingga membuat kami menghentikan pembicaraan kami hari ini.

Aku pulang dengan membawa undangan di tanganku. Saat sampai di depan rumah, kuselipkan undangan tersebut ke dalam bajuku karena aku lupa membawa tas.

"Sore, Ma!" sapaku pada Mama yang sedang duduk di teras rumah.

"Sore, sayang! Kamu kok sudah pulang?" tanya Mama, dia memintaku duduk di kursi yang berada di sampingnya. Lihatlah dia sekarang, bersikap seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

"Iya, Ma, Oliv sudah pulang," ujar ku tersenyum kecut.

"Oh iya, Ma, Stella mana? Kok belum pulang? Biasanya kan adik sudah pulang jam segini?" tanyaku beruntun pada Mamah.

"Dia bilang sih ada kelas malam tambahan. Maklumi saja lah, bentar lagi kan dia mau ujian," jawab Mama sambil menghirup teh hangat yang terletak di atas meja. Aku mengangguk lalu pamit sebentar untuk mengganti bajuku.

Di dalam kamar, ku ambil undangan yang tadi ku selipkan ke dalam baju. Kubuka laci yang di dalamnya terdapat kotak berkode. Di dalam kotak itu, sudah terdapat puluhan undangan yang sama bentuknya. Kadang penyesalan terlintas beberapa kali setiap aku memandang kotak yang memiliki ukiran indah itu. Pertanyaan yang selalu aku tanyakan pada diriku setiap kali aku memandang kotak itu adalah "mengapa jalan hidupku tidak seindah ukiran ini?" Tetapi jika dilihat lebih teliti, ukiran itu punya jalan sulit dan berliku untuk terlihat indah.

Setelah meletakkan undangan dan berganti baju, aku kembali ke teras untuk menemani Mama. Di sana kami berbincang ringan sambil diselingi candaan yang membuat kami berdua sakit perut. Tetapi candaan itu tidak betahan lama, sampai akhirnya Mama menanyakan tentang pekerjaanku.

"Oliv, sayang! Kok kamu gak pernah cerita sama Mama tentang pekerjaan kamu?" tanya Mama kepadaku dengan tatapan serius.

"Kerja cari uang yang banyak, Mah!" jawabku sedikit ketus. Aku memang begitu sensitif jika ditanyai soal pekerjaan oleh Mama atau Adikku.

"Iya... Mama tahu, maksud Mama pekerjaannya seperti apa?" tanya Mama lagi yang kini mulai melembut. Dipegangnya tangan kananku dan diusapnya dengan lembut. Usapan tangan Mamah seperti pisau yang menusuk hatiku, begitu jahatkan aku jika terus berbohong seperti ini?

Meski kali ini aku berbohong lagi, tetapi setidaknya jawabanku kali ada sedikit sangkut pautnya dengan pekerjaanku yang sebenarnya. "Aku kerja sebagai tour guide, Ma. Makanya aku selalu pergi ke mana-mana. Lusa aku bakal kerja lagi, tetapi kali ini tempatnya ada di pusat kota, bolehkan, Ma?" tanyaku sambil berucap setenang mungkin sambil meminta izin padanya. Meski pekerjaanku sebenarnya tidak baik, meminta izin orang tua tetaplah wajib.

"Oh, tour guide! Pantes saja setiap kamu pulang, kamu selalu kelelahan. Iya sayang, kalau masalah pekerjaan, Mama akan selalu memberi izin ke kamu," jawab Mamah sambil mengusap lembut kepalaku. Aku yang mendengar ucapan Mamah hanya bisa tersenyum kecut sambil menahan rasa sesak di dada yang tiba-tiba muncul begitu saja.

"Ma!" panggilku pelan. "Oliv mohon jangan kasar lagi dengan Stella selama Oliv tidak ada di rumah, dia tidak pantas disalahkan dalam hal apa pun." Aku memohon pada Mama agar dia punya sedikit rasa kasihan kepada Stella, anaknya.

"tetapi, Oliv! Dia itu...." Ucapan Mama terpotong oleh ucapanku.

"Stella tidak bersalah dalam hal ini, Ma! Yang harusnya disalahkan adalah ayah. Anak itu rezeki dari Tuhan, apa pun jenis kelaminnya hanya Tuhan yang bisa mengatur. Dan juga di balik takdir setiap orang, pasti sudah ada rencana indah yang diatur Tuhan, Ma! Oliv berharap Mama sadar kalau Stella adalah anak yang istimewa," jelasku panjang lebar pada Mama untuk menyadarkan perbuatannya selama ini.

Mama diam beberapa detik untuk mencerna ucapanku. Setelah mengerti, Mama mengangguk dan tersenyum hangat kepadaku.

Radharmy RD

Jika ada kesalah dalam penulisan, Author minta maaf yah ;) Have Fun ketika membaca :D IG : rdhrmy_027

| Нравится
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MAFIA Behind The MASK   Langkah Dalam Bayangan

    Aku berjalan gelisah di dalam apartemen. Pagi itu terasa sangat berat setelah malam yang penuh ketegangan. Panggilan misterius, ancaman yang belum jelas, dan kenyataan bahwa seseorang mengawasi setiap gerakanku membuat dadaku sesak.Julius masih duduk di sofa dengan ekspresi serius, sedangkan Angel sedang menyeduh kopi di dapur. Aku tahu mereka berusaha tetap tenang, tetapi aku bisa merasakan ketegangan yang menggantung di antara kami."Julius, apakah kamu yakin bahwa ini ada hubungannya dengan Om Kevin? " tanyaku pelan, duduk di seberang Julius, suaraku penuh kegelisahan.Ia menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku tidak tahu dengan pasti, Oliv. Tetapi yang jelas, seseorang ingin membuatmu takut. Mereka ingin kamu menyadari bahwa kamu sedang diawasi," katanya dengan nada yang waspada.Aku meremas jemariku sendiri, mencoba menenangkan diri. "Jadi, apa langkah kita selanjutnya? " tanyaku dengan nada penuh harap.Angel meletakkan tiga cangkir kopi di meja dan duduk di sampingku. "Ji

  • MAFIA Behind The MASK   Panggilan Misterius

    Di sebuah malam yang gelap di kota New York, Aku sedang duduk sendiri di kamar yang tenangnya sesak oleh kesunyian. Om Kevin, yang biasanya selalu ada di sampingku, tiba-tiba pergi lima hari yang lalu. Aku merasa rindu dan cemas, tetapi ada hal lain yang juga mengganjal hatinya.Setelah terror kotak makanan tadi siang, Aku dan kedua sahabatku saling menguatkan satu sama lain. Julius yang menyadari kejanggalan ini menyimpan banyak pertanyaan di kepalanya. Tentang apa yang terjadi padaku dan ada urusan apa yang dilakukan Om kevin sampai mengabaikan pesan darikuKetika malam semakin larut, Aku mendengar suara lonceng ponselku berdering. Ketegangan menaungi ruangan saat Aku melihat layar ponselku menunjukkan panggilan masuk tanpa nomor pengenal. Perasaan waspada memenuhi pikirannya, tapi penasaran dengan kemungkinan pesan dari Om Kevin membuatku menekan tombol untuk mengangkat panggilan tersebut."Hello," sapaku dengan suara ragu.Namun, jawaban yang diterima hanya suara bising yang tak je

  • MAFIA Behind The MASK   Terror yang Pertama

    Hari ini tepat lima hari Om Kevin meninggalkan aku bersama dua orang yang semakin hari semakin menyebalkan. Udara pagi New York yang sangat dingin membuatku enggan untuk keluar kamar dan menemui kedua sahabatku. Tapi entah kenapa satu malam ini perasaanku benar-benar tak karuan. Penyebabnya bukan hanya aku rindu Om Kevin, tapi ada hal lain juga yang mengganjal hatiku.*Ting Tong* bell berbunyi, aku yang mendengar bell di tekan hanya diam dan tidak peduli tentang siapa yang menekan tombol tersebut. Aku ingat pesan Om Kevin, tentang jangan membukakan pintu untuk siapapun kecuali untuk dirinya."Oliv! apa kamu memesan makanan Online?" tanya Angel dari balik pintu kamar."Aku tidak memesan makanan apapun, Angel! Stok makanan kita saja masih banyak di dalam kulkas, mana mungkin aku begitu boros untuk memesan makanan Online," jawabku yang berjalan ke arah pintu kamar dan membukakannya untuk Angel.Aku dan angel yang sibuk bertanya-tanya siapa yang memesan makanan Online sama-sama melirik ke

  • MAFIA Behind The MASK   Hak Asuh Jessi

    *POV Kevin Pranata Agraha*Empat hari setelah pergi meninggalkan Oliv. Pagi itu bertepatan di kediaman Kevin, sebuah keributan besar terjadi di rumah itu."Tak akan kubiarkan hak asuh Jessi jatuh ke tanganmu!" teriak seorang Pria yang terkenal dengan sifat dinginnya. Ia memeluk erat anak perempuan semata wayangnya itu."Aku mohon, Kevin! Tolong berikan hak asuk Jessi padaku. Aku berjanji padamu akan merawat Jessi dengan sebaik mungkin," ucap wanita yang sudah tidak punya urat malu itu."Plak." Satu pukulan melayang ke pipi yang sudah mengkhianati laki-laki itu."Sadar dengan ucapan mu Grace! Atas dengan alasan apa aku harus memberikan hak asuh Jessi kepadamu? Selama lima tahun aku merawat Jessi sendirian tanpa ada sedikitpun kontribusi dari Ibunya! Sekarang, kamu datang dengan muka busukmu itu untuk meminta hak asuk Jessi? Dimana rasa malumu Grace?" cercah Kevin habis-habisan menghantam Grace dengan kata-kata tajamnya."Aku mohon padamu Kevin, berikan aku satu kali kesempatan untuk mer

  • MAFIA Behind The MASK   Suka Duka Bersama

    "Prankkk!" sebuah barang jatuh dari dapur. "Juliuss!" teriak Angelina bersamaan dengan barang jatuh itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dua orang tamu yang baru datang tadi malam sedang membuat keributan di dapur. Aku yang masih menikmati waktu tidurku ikut terganggu mendengar keributan itu. "Mereka kenapa sih?" tanyaku sambil berusaha membuka mata yang kini terasa berat. Setelah mengumpulkan nyawa, aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku terutama di area mata. "Benar-benar sembab, apa mereka melihatnya?" gumamku dengan perasaan takut. Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan merelaksasikan tubuhku yang mulai kelelahan. Selesai mandi aku memakai beberapa rangkaian perawatan kulit untuk menutrisi kulit dan juga mengurangi sembab yang ada di mataku. Kamar hotel yang aku tempati lumayan luas, aku tinggal di lantai 20 yang bertema VVIP yang hanya berisi enam kamar. Satu kamar sudah memiliki fasilitas lengkap, seperti ruang tamu dengan kursi yang bisa

  • MAFIA Behind The MASK   Tamu Tak di Undang

    Setelah di tinggal oleh Om Kevin, aku menghabiskan kesendirianku hanya dengan main game, menonton film, makan-makan dan masih banyak lagi. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Bertanya pada diriku sendiri. Aku kembali duduk di balkon sambil menikmati angin dan matahari sore. Pemandangan yang indah jika dinikmati bersama orang yang menyayangimu. "Sekarang aku benar-benar kesepian," ucapku dengan kembali membuka game buatan Stella. Sebelum login game, seseorang tanpa nama mengirim pesan private kepadaku. "Aku akan balas dendam padamu!" "Tak akan kubiarkan kamu hidup tenang!" "Kamu akan mati di tanganku!" Tulisnya dalam pesan terkunci itu. Aku yang lebih mementingkan kesepianku hanya tersenyum tipis melihat pesan itu. "Mau aku mati di tanganmu atau di tangan orang lain, siapa yang akan peduli tentang kematianku!" gumamku dalam hati sambil meneruskan permainan yang sejak tadi menunggu dimainkan. ***Dua hari kemudian*** *Ting, ting, ting* bel pintu terus berbunyi. Aku yang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status