Share

BAB 4-(Bagian II)

Penulis: Duy.Nah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-24 22:32:14

➡️ Lanjut ke Bagian 2 🚀

Serangan Mendadak: Nyawa di Ujung Peluru

Moya merayap di belakang mobilnya, napasnya memburu. Tembakan masih terdengar memekakkan telinga, memantul di dinding bangunan kosong di sekitar area parkir klub malam.

“Bajingan,” desisnya, menyadari bahwa pertemuannya dengan Senator Ruiz bukan sekadar negosiasi. Ini adalah jebakan.

Ia meraih pistol Glock 19 dari balik jaketnya, matanya menyapu area sekitar, mencari sumber tembakan. Dua pria bersenjata otomatis muncul dari bayang-bayang, bergerak seperti bayangan pembunuh.

Moya tidak menunggu. Dengan gerakan cepat, ia memutar tubuhnya dan menembak. Dua tembakan pertama melesat ke udara, tetapi tembakan ketiga menembus lutut salah satu penyerang.

Pria itu roboh sambil menjerit, tetapi rekannya membalas dengan rentetan peluru yang memecahkan kaca mobil.

Moya mengutuk dalam hati. Sial, ini bukan kerja amatir.

Saat ia bersiap menembak lagi, suara mesin mobil mendekat dengan kecepatan tinggi. Cadillac hitam matte berhenti mendadak di depannya.

Pintu terbuka. Rayder.

“Naik sekarang!” suaranya tegas, tanpa ruang untuk penolakan.

Rayder dan Moya: Bahu Membahu di Tengah Kematian

Tanpa berpikir dua kali, Moya melompat masuk. Rayder menekan pedal gas keras, memacu mobil di tengah hujan peluru yang menghantam bodi mobil lapis baja itu.

“Bagaimana kau tahu aku di sini?” tanya Moya sambil mengisi ulang magazin pistolnya.

Rayder tetap fokus pada jalan di depannya. “Aku punya firasat buruk saat kau bilang akan menemui Ruiz. Senator itu terlalu licik untuk bermain bersih.”

Moya mengangkat alis. “Sejak kapan kau percaya firasat?”

Rayder menyeringai samar. “Sejak aku tahu firasatku jarang salah.”

Sebuah SUV hitam mulai mengejar mereka di belakang. Moya menurunkan jendela dan mengarahkan pistolnya. Ia menembak, dan kaca depan SUV itu retak sebelum akhirnya kendaraan itu menabrak tiang lampu.

“Satu selesai,” gumam Moya puas.

Kebenaran yang Terungkap di Tengah Kekacauan

Saat mereka memasuki jalanan sepi di perbatasan kota, Rayder memperlambat laju mobil.

“Mendoza tidak bilang apa-apa soal kemungkinan jebakan,” ujar Rayder, suaranya lebih rendah. “Seseorang di dalam jaringan memberitahu mereka.”

Moya mengangguk pelan. “Aku memikirkan hal yang sama. Dan aku punya firasat, ini bukan kartel biasa.”

Rayder menatapnya sekilas. “Kau pikir ini Gardigo?”

Moya menggeleng. “Tidak. Terlalu rapi. Ini permainan orang dalam.”

Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Di dunia mereka, pengkhianatan bukan kejutan—itu keniscayaan.

Mendoza: Perintah atau Manipulasi?

Kembali ke rumah Mendoza, mereka masuk ke ruang kerja yang terasa lebih dingin dari biasanya. Mendoza duduk di balik mejanya, mengamati mereka berdua seperti seorang raja yang menilai prajuritnya setelah pertempuran.

“Kalian berhasil selamat,” katanya perlahan. “Itu berarti kalian cukup berguna untuk tetap hidup.”

Moya menyilangkan tangan di dada. “Pertanyaannya, siapa yang mengatur serangan itu?”

Mendoza tersenyum tipis, tetapi matanya tak menunjukkan kehangatan. “Musuh ada di mana-mana. Jika kalian tidak bisa mengatasi ancaman seperti ini, kalian tidak layak berada di sisi saya.”

Rayder mengambil satu langkah maju. “Ada seseorang di dalam organisasi yang membocorkan informasi,” suaranya dingin dan tegas. “Kau tahu siapa mereka?”

Mendoza berdiri, melangkah mendekat hingga jarak mereka begitu dekat. “Kalian pikir aku buta? Aku tahu siapa musuhku, Rayder. Pertanyaannya—bisakah kalian membedakan siapa teman dan siapa pengkhianat?”

Rayder dan Moya saling bertukar pandang. Pesan Mendoza jelas—mereka sedang diuji, dan taruhannya adalah hidup atau mati.

Loyalitas yang Retak di Balik Bayangan

Saat mereka keluar dari rumah Mendoza, malam terasa lebih dingin dari biasanya. Rayder bersandar di dinding luar, menyalakan rokok sambil menatap kosong ke jalanan yang gelap.

“Aku tidak percaya padanya,” ujar Moya tiba-tiba, suaranya pelan namun tajam.

Rayder meniup asap rokok sebelum menoleh. “Kita tidak punya pilihan selain bermain sesuai aturannya… untuk sekarang.”

“Untuk sekarang,” ulang Moya, ekspresinya sulit dibaca.

Mereka tahu—di dunia ini, kepercayaan adalah senjata sekaligus kelemahan terbesar.

Janji di Antara Darah dan Dendam

Di bawah cahaya bulan yang samar, Moya memecah keheningan. “Apa kau percaya aku, Rayder?”

Rayder mengalihkan pandangannya dari jalanan dan menatap mata Moya lekat-lekat. “Aku percaya padamu lebih dari siapa pun. Tapi ingat ini, Moya—jika suatu hari kau berkhianat, aku sendiri yang akan menyelesaikanmu.”

Senyum samar muncul di bibir Moya. “Itu adil. Jika kau berkhianat duluan, aku akan melakukan hal yang sama.”

Mereka saling mengulurkan tangan. Genggaman itu bukan sekadar simbol persaudaraan—itu adalah janji di antara dua calon penguasa, di dunia di mana hanya yang terkuat yang bertahan.

****************

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 11 (BAGIAN II)

    Bab 11: Fondasi Kekuasaan 1. Meja Bundar Tanpa Mahkota Gudang bawah tanah di Distrik Sur kini berubah menjadi pusat komando Rayder. Tak ada lampu kristal, hanya cahaya redup dari lampu gantung industri. Di meja bundar dari kayu kasar, duduklah empat orang yang tak pernah disatukan siapa pun selain Rayder. Rayder memecah keheningan. “Kita bukan lagi anak buah siapa-siapa. Mulai hari ini, kita adalah poros baru.” Moya mengangguk pelan, kedua tangannya saling bertaut di atas meja. “Dan setiap poros butuh sistem. Kalau tidak, kita hanya jadi pemimpin setengah matang.” “Setengah matang masih bisa membakar,” sahut Ghost dingin, bekas luka di pelipisnya terlihat jelas di bawah cahaya. “Tapi kalau ini semua jadi pertunjukan demokrasi, aku keluar sekarang.” “Tidak, Ghost,” potong Rayder. “Kau di sini bukan untuk berdebat. Kau bagian dari fondasi. Sama seperti Moya, Sergio, dan Zorro.” Sergio—berbadan tambun, dengan mata waspada layaknya pedagang ulung—mengangguk. “Aku sudah dapatk

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 11-(BAGIAN I)

    Bab 11: Empat Pilar Tanpa MahkotaLangit Santa Cruz sore itu memerah, seolah membakar sisa-sisa darah yang mengering di jalan-jalan belakang pelabuhan. Di dermaga tua, tempat kapal-kapal penyelundup biasa bersandar, Rayder berdiri diam menghadap laut, diapit oleh tiga sosok yang kelak menjadi tonggak kekuasaannya.Moya "Mago" Bomb berdiri dengan jas krem, tangannya memegang catatan kecil, wajahnya tenang namun matanya penuh hitungan. Di sebelahnya, Ghost Rivas, mengenakan jaket militer hitam, wajahnya kosong tanpa emosi. Di belakang, menyender ke mobil Range Rover, Rafael "Zorro" Morales menyalakan cerutu, mengamati dari jauh sambil tersenyum tipis.“Ini bukan tentang senjata saja,” kata Rayder lirih. “Santa Cruz tak bisa dikuasai hanya dengan darah. Kita butuh akar. Politik. Ekonomi. Narasi.”Moya mengangguk. “Dan legitimasi. Kita perlu buat publik percaya, kita ini bukan monster. Kita ini sistem baru.”Rayder menatapnya. “Dan siapa yang kau rasa cocok jadi wajah sistem baru itu?”Mo

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 10

    Bab 10 – Pisau di Meja MakanJamuan BeracunRuangan makan itu megah tapi sunyi. Lampu gantung kristal bergoyang pelan. Di tengah meja panjang, duduk empat tokoh: Rayder, Rafael Morales, Moya, dan seorang tamu dari luar kota—Don Belisario, utusan dari kartel Rivales.Rayder menyeka tangannya, menatap Rafael tanpa senyum.Rayder:"Jadi, Rafael... katamu dia hanya ingin berdiskusi?"Rafael:“Betul. Mereka ingin jalur dagang ke timur. Tidak lebih.”Moya:"Dan kau percaya begitu saja?"Don Belisario:"Kami datang dengan itikad baik. Santa Cruz terlalu besar untuk dilawan, tapi bisa diajak bicara."Rayder mencelupkan roti ke saus, lalu menaruhnya kembali tanpa makan.Rayder:"Orang yang terlalu banyak bicara biasanya takut. Apa yang sebenarnya kalian mau?"Don Belisario (senyum tenang):"Aliansi. Kami bantu kalian ekspor senjata. Kalian buka jalur utara untuk kami. Tidak ada darah."Rayder tertawa kecil. Dingin.Rayder:"Kau datang ke meja ini bawa janji. Tapi aku tahu Rivales menyuap dua k

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 9

    BAB 9: Retakan Dalam Bayanagan.Ketegangan di Ruang Tengah Di ruang rapat utama, Moya dan Rafael kembali bertemu. Keduanya mulai menunjukkan ketidaknyamanan yang lebih terang. “Rayder menyimpan terlalu banyak rahasia,” ucap Rafael. “Kita semua punya rahasia,” jawab Moya tenang. “Bukan begitu maksudku. Dia mulai curiga ke semua orang. Bahkan padaku.” Moya meneguk kopinya, lalu berkata pelan, “Mungkin memang waktunya kita siapkan rencana darurat. Kalau dia jatuh, kita tidak boleh jatuh bersamanya.” “Rencana seperti apa?” “Sesuatu yang tak akan membuat kita terjebak di tengah perang saudara,” ucap Moya tanpa menatap Rafael. Serangan Tak Terduga dari Kartel Rivales Dini hari, markas gudang timur Rayder meledak. Api membumbung tinggi, mengguncang satu blok penuh. Tim Ghost langsung meluncur ke lokasi, tapi sudah terlambat. Tiga orang tewas. Dua truk berisi senjata dan uang hangus. Rayder berdiri di depan puing-puing. Mulutnya kaku. Mata menyala marah. “Mereka masuk terlalu dalam

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 8

    Bab 8: Luka yang Tidak Terlihat Luka Psikologis dan Ketegangan dalam Organisasi Pagi di Santa Cruz terasa lebih sunyi dari biasanya. Di markas utama, Rayder duduk diam di ruangannya. Pistol tergeletak di meja, pelurunya belum terisi kembali sejak eksekusi kemarin malam. Tapi suara jeritan dari gudang itu masih terngiang di kepalanya. Moya masuk tanpa permisi, membawa secangkir kopi. Tatapannya lurus, ekspresinya datar. "Kau tidak tidur, ya?" tanyanya. Rayder tidak menjawab. Hanya memandangi dinding. "Kau sudah membuat peringatan ke Rivales. Tapi kau juga meninggalkan ketakutan di anak buah sendiri." "Aku tak butuh loyalitas yang dibangun dari rasa aman," balas Rayder. "Aku butuh ketakutan yang menjaga mereka tetap bergerak." Moya duduk, meletakkan laporan di meja. "Ada yang harus kau lihat. Salah satu informan kita dibunuh. Disiksa dulu." Rayder membaca laporan itu cepat. Ekspresi wajahnya tak berubah, tapi napasnya lebih berat. "Mereka balas dendam." "Kemungkinan besar," uc

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 7-(BAGIAN II)

    Bayang-Bayang Pengkhianatan Malam itu udara terasa berat di markas utama. Rayder berdiri di balkon lantai dua, menatap kilauan lampu kota Santa Cruz yang terasa jauh dari jangkauannya. Di bawah, suara mesin mobil dan langkah kaki para anak buahnya terdengar samar. Operasi balasan terhadap kartel Rivales berjalan lancar, tetapi di dalam dirinya, Moya merasakan sesuatu yang berbeda—sesuatu yang tidak beres."Kau yakin ini sudah cukup?" Suara Moya memecah keheningan. Ia berdiri di belakang Rayder, kedua tangannya terlipat di depan dada. Ada ketegangan yang jelas di matanya.Rayder tidak menoleh. "Kita sudah memberi mereka peringatan. Jika mereka masih berani bergerak, aku pastikan itu jadi langkah terakhir mereka."Moya melangkah mendekat. "Tapi kau tahu mereka tidak akan berhenti begitu saja. Rivales bukan kartel kecil. Jika kita terlalu keras, mereka akan membalas dengan cara yang lebih brutal."Rayder menghela napas panjang, akhirnya berbalik menghadap Moya. Sorot matanya tajam, teta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status