Share

BAB 4-(Bagian I)

Author: Duy.Nah
last update Last Updated: 2025-03-24 22:29:59

đź“– Bab 4: Di Antara Kesetiaan dan Pengkhianatan

Santa Cruz tak pernah tidur. Di siang hari, kota itu berpura-pura menjadi tempat biasa dengan aktivitas yang tampak normal. Namun di malam hari, wajah aslinya muncul—tempat di mana kekuasaan, darah, dan ketakutan saling berkelindan.

Di tengah kota yang tak mengenal belas kasihan ini, Rayder dan Moya kembali dihadapkan pada ujian berat dari Mendoza. Kali ini, tidak hanya nyawa mereka yang dipertaruhkan, tetapi juga kesetiaan dan masa depan mereka di bawah kekuasaan sang paman.

Panggilan dari Mendoza: Tugas Kedua yang Mematikan

Rayder duduk di sofa kulit di ruang kerja Mendoza. Di seberangnya, Moya menyandarkan punggung ke dinding, terlihat santai di permukaan, tetapi matanya penuh kewaspadaan. Mereka tahu, jika Mendoza memanggil mereka secara bersamaan, itu artinya masalah besar.

Mendoza duduk di balik meja kayu mahoni, mengisap cerutunya perlahan. Udara di ruangan itu tebal, penuh dengan aroma tembakau dan sesuatu yang lebih berat—tekanan.

“Kalian berdua berhasil menyelesaikan tugas sebelumnya,” katanya akhirnya, suaranya dalam dan penuh perhitungan. “Tapi Santa Cruz tidak pernah berhenti bergerak. Musuh kita berkembang, dan aku butuh orang yang cukup kuat untuk memastikan tidak ada yang berani melawan.”

Dia meletakkan cerutunya dan menatap mereka bergantian.

“Aku punya dua tugas untuk kalian.” Mendoza mencondongkan tubuhnya ke depan. “Rayder, aku ingin kau menemukan seorang pengkhianat di dalam jaringan kita. Ada orang yang membocorkan informasi kepada kartel Gardigo. Temukan dia… dan pastikan dia tidak bicara lagi.”

Rayder mengangguk tanpa ragu. “Aku mengerti.”

Mendoza mengalihkan tatapannya pada Moya.

“Dan kau,” lanjutnya. “Ada seorang senator di Tinarkko yang mulai goyah. Kita sudah membayarnya mahal, tapi kini dia bermain di dua sisi. Pastikan dia tetap di pihak kita, atau dia akan menjadi contoh buruk bagi yang lain.”

Moya menyunggingkan senyum tipis. “Dia akan paham posisinya.”

Sejenak, Mendoza mengamati mereka dalam diam, lalu menambahkan dengan nada dingin, “Jangan buat aku kecewa. Di dunia ini, yang lemah hanya menjadi sejarah.”

Rayder: Berburu di Tengah Kegelapan

Malam itu, Rayder berdiri di depan sebuah gudang tua di pinggiran Santa Cruz. Di dalam, seorang pria diikat ke kursi besi. Wajahnya lebam, darah mengalir dari sudut bibirnya. Dia tampak seperti seekor binatang yang terpojok.

Rayder melangkah mendekat, sepatu botnya berderap pelan di lantai beton. Ia menarik kursi di hadapan pria itu dan duduk. Matanya dingin, tanpa emosi.

“Aku benci membuang waktu,” ucapnya tenang. “Katakan siapa yang membayarmu, dan aku akan mempertimbangkan membiarkanmu mati dengan cepat.”

Pria itu menggigit bibirnya, berusaha keras menahan gemetar. “Aku… aku tidak tahu apa yang kau bicarakan,” suaranya serak.

Rayder menghela napas, mengeluarkan pisau lipat dari sakunya. Dengan gerakan pelan, ia membuka bilah tajam itu dan menyentuh ujungnya ke leher pria itu.

“Aku tidak suka diulang dua kali,” bisiknya. “Kartel Gardigo membayarmu berapa untuk mengkhianati kami?”

Pria itu tersedak napasnya sendiri. “Mereka… mereka mengancam keluargaku…”

Rayder memiringkan kepalanya sedikit. Ia tahu alasan seperti itu lemah. Di dunia ini, keluarga hanya selamat jika kau cukup kuat untuk melindunginya.

“Jika kau benar-benar peduli pada keluargamu, kau tidak akan mengkhianati Mendoza,” jawabnya dingin.

Moya: Diplomasi di Antara Serigala

Di sisi lain kota, Moya duduk di ruang VIP sebuah klub malam mewah. Di depannya, seorang pria paruh baya dengan jas mahal duduk sambil memutar gelas wiski di tangannya. Senator Alejandro Ruiz—salah satu pion penting dalam jaringan politik kartel.

“Senator, kau tahu kenapa aku di sini,” Moya memulai, suaranya santai tetapi matanya tajam.

Ruiz mengangkat bahu. “Aku hanya berusaha melindungi karierku. Tidak ada yang bisa menjamin kekuasaan abadi di Aurda, Moya.”

Moya terkekeh kecil. **“Kekuasaan abadi tidak ada, Senator. Tapi aku bisa menjamin satu hal—**kau tidak ingin menjadi musuh kami.”

Ruiz meneguk minumannya, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Kalian tidak bisa menyentuhku. Aku memiliki perlindungan politik.”

Moya menyandarkan punggungnya ke sofa, mengambil sesuatu dari sakunya—sebuah amplop tebal. Ia melemparkannya ke meja.

“Kau mengenal wanita ini?” tanyanya santai.

Ruiz mengambil amplop itu dan menarik keluar foto-foto di dalamnya. Wajahnya langsung pucat.

“Bagaimana… bagaimana kau mendapat ini?”

Moya tersenyum dingin. “Kami tahu segalanya, Senator. Jika kau ingin rahasia kecilmu tetap aman, aku sarankan kau kembali mematuhi kesepakatan kita.”

Rayder: Pilihan di Antara Kesetiaan dan Kekuasaan

Di gudang yang gelap, Rayder menyeka darah dari pisaunya. Tubuh pria yang tadi diinterogasinya kini tak bergerak lagi—sebuah lubang di dahinya menjadi bukti keputusannya.

Namun, informasi yang didapat membuatnya waspada. Ada seseorang di dalam lingkaran Mendoza yang membantu kartel Gardigo.

Rayder menatap mayat di hadapannya. “Jika aku bisa menemukanmu, aku juga bisa menemukan mereka,” gumamnya pelan.

Moya: Jebakan yang Tersembunyi

Setelah pertemuan di klub malam, Moya melangkah keluar menuju mobilnya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres—terlalu mudah.

Saat ia membuka pintu mobil, kilatan cahaya dari kejauhan menarik perhatiannya. Naluri bertahan hidupnya menendang cepat. Ia segera merunduk saat peluru menghujam kaca mobilnya.

“Jebakan…” Moya berbisik marah.

**********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 11 (BAGIAN II)

    Bab 11: Fondasi Kekuasaan 1. Meja Bundar Tanpa Mahkota Gudang bawah tanah di Distrik Sur kini berubah menjadi pusat komando Rayder. Tak ada lampu kristal, hanya cahaya redup dari lampu gantung industri. Di meja bundar dari kayu kasar, duduklah empat orang yang tak pernah disatukan siapa pun selain Rayder. Rayder memecah keheningan. “Kita bukan lagi anak buah siapa-siapa. Mulai hari ini, kita adalah poros baru.” Moya mengangguk pelan, kedua tangannya saling bertaut di atas meja. “Dan setiap poros butuh sistem. Kalau tidak, kita hanya jadi pemimpin setengah matang.” “Setengah matang masih bisa membakar,” sahut Ghost dingin, bekas luka di pelipisnya terlihat jelas di bawah cahaya. “Tapi kalau ini semua jadi pertunjukan demokrasi, aku keluar sekarang.” “Tidak, Ghost,” potong Rayder. “Kau di sini bukan untuk berdebat. Kau bagian dari fondasi. Sama seperti Moya, Sergio, dan Zorro.” Sergio—berbadan tambun, dengan mata waspada layaknya pedagang ulung—mengangguk. “Aku sudah dapatk

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 11-(BAGIAN I)

    Bab 11: Empat Pilar Tanpa MahkotaLangit Santa Cruz sore itu memerah, seolah membakar sisa-sisa darah yang mengering di jalan-jalan belakang pelabuhan. Di dermaga tua, tempat kapal-kapal penyelundup biasa bersandar, Rayder berdiri diam menghadap laut, diapit oleh tiga sosok yang kelak menjadi tonggak kekuasaannya.Moya "Mago" Bomb berdiri dengan jas krem, tangannya memegang catatan kecil, wajahnya tenang namun matanya penuh hitungan. Di sebelahnya, Ghost Rivas, mengenakan jaket militer hitam, wajahnya kosong tanpa emosi. Di belakang, menyender ke mobil Range Rover, Rafael "Zorro" Morales menyalakan cerutu, mengamati dari jauh sambil tersenyum tipis.“Ini bukan tentang senjata saja,” kata Rayder lirih. “Santa Cruz tak bisa dikuasai hanya dengan darah. Kita butuh akar. Politik. Ekonomi. Narasi.”Moya mengangguk. “Dan legitimasi. Kita perlu buat publik percaya, kita ini bukan monster. Kita ini sistem baru.”Rayder menatapnya. “Dan siapa yang kau rasa cocok jadi wajah sistem baru itu?”Mo

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 10

    Bab 10 – Pisau di Meja MakanJamuan BeracunRuangan makan itu megah tapi sunyi. Lampu gantung kristal bergoyang pelan. Di tengah meja panjang, duduk empat tokoh: Rayder, Rafael Morales, Moya, dan seorang tamu dari luar kota—Don Belisario, utusan dari kartel Rivales.Rayder menyeka tangannya, menatap Rafael tanpa senyum.Rayder:"Jadi, Rafael... katamu dia hanya ingin berdiskusi?"Rafael:“Betul. Mereka ingin jalur dagang ke timur. Tidak lebih.”Moya:"Dan kau percaya begitu saja?"Don Belisario:"Kami datang dengan itikad baik. Santa Cruz terlalu besar untuk dilawan, tapi bisa diajak bicara."Rayder mencelupkan roti ke saus, lalu menaruhnya kembali tanpa makan.Rayder:"Orang yang terlalu banyak bicara biasanya takut. Apa yang sebenarnya kalian mau?"Don Belisario (senyum tenang):"Aliansi. Kami bantu kalian ekspor senjata. Kalian buka jalur utara untuk kami. Tidak ada darah."Rayder tertawa kecil. Dingin.Rayder:"Kau datang ke meja ini bawa janji. Tapi aku tahu Rivales menyuap dua k

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 9

    BAB 9: Retakan Dalam Bayanagan.Ketegangan di Ruang Tengah Di ruang rapat utama, Moya dan Rafael kembali bertemu. Keduanya mulai menunjukkan ketidaknyamanan yang lebih terang. “Rayder menyimpan terlalu banyak rahasia,” ucap Rafael. “Kita semua punya rahasia,” jawab Moya tenang. “Bukan begitu maksudku. Dia mulai curiga ke semua orang. Bahkan padaku.” Moya meneguk kopinya, lalu berkata pelan, “Mungkin memang waktunya kita siapkan rencana darurat. Kalau dia jatuh, kita tidak boleh jatuh bersamanya.” “Rencana seperti apa?” “Sesuatu yang tak akan membuat kita terjebak di tengah perang saudara,” ucap Moya tanpa menatap Rafael. Serangan Tak Terduga dari Kartel Rivales Dini hari, markas gudang timur Rayder meledak. Api membumbung tinggi, mengguncang satu blok penuh. Tim Ghost langsung meluncur ke lokasi, tapi sudah terlambat. Tiga orang tewas. Dua truk berisi senjata dan uang hangus. Rayder berdiri di depan puing-puing. Mulutnya kaku. Mata menyala marah. “Mereka masuk terlalu dalam

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 8

    Bab 8: Luka yang Tidak Terlihat Luka Psikologis dan Ketegangan dalam Organisasi Pagi di Santa Cruz terasa lebih sunyi dari biasanya. Di markas utama, Rayder duduk diam di ruangannya. Pistol tergeletak di meja, pelurunya belum terisi kembali sejak eksekusi kemarin malam. Tapi suara jeritan dari gudang itu masih terngiang di kepalanya. Moya masuk tanpa permisi, membawa secangkir kopi. Tatapannya lurus, ekspresinya datar. "Kau tidak tidur, ya?" tanyanya. Rayder tidak menjawab. Hanya memandangi dinding. "Kau sudah membuat peringatan ke Rivales. Tapi kau juga meninggalkan ketakutan di anak buah sendiri." "Aku tak butuh loyalitas yang dibangun dari rasa aman," balas Rayder. "Aku butuh ketakutan yang menjaga mereka tetap bergerak." Moya duduk, meletakkan laporan di meja. "Ada yang harus kau lihat. Salah satu informan kita dibunuh. Disiksa dulu." Rayder membaca laporan itu cepat. Ekspresi wajahnya tak berubah, tapi napasnya lebih berat. "Mereka balas dendam." "Kemungkinan besar," uc

  • MAFIA SANTA CRUZ: SANG RAJA TANPA MAHKOTA   BAB 7-(BAGIAN II)

    Bayang-Bayang Pengkhianatan Malam itu udara terasa berat di markas utama. Rayder berdiri di balkon lantai dua, menatap kilauan lampu kota Santa Cruz yang terasa jauh dari jangkauannya. Di bawah, suara mesin mobil dan langkah kaki para anak buahnya terdengar samar. Operasi balasan terhadap kartel Rivales berjalan lancar, tetapi di dalam dirinya, Moya merasakan sesuatu yang berbeda—sesuatu yang tidak beres."Kau yakin ini sudah cukup?" Suara Moya memecah keheningan. Ia berdiri di belakang Rayder, kedua tangannya terlipat di depan dada. Ada ketegangan yang jelas di matanya.Rayder tidak menoleh. "Kita sudah memberi mereka peringatan. Jika mereka masih berani bergerak, aku pastikan itu jadi langkah terakhir mereka."Moya melangkah mendekat. "Tapi kau tahu mereka tidak akan berhenti begitu saja. Rivales bukan kartel kecil. Jika kita terlalu keras, mereka akan membalas dengan cara yang lebih brutal."Rayder menghela napas panjang, akhirnya berbalik menghadap Moya. Sorot matanya tajam, teta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status