Part 31Sesampainya di rumah kontrakan...Safira menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Sementara Abiyya duduk di pinggir. Tiba-tiba, Safira terkekeh pelan. "Hah, bisa-bisa nya kita ditangkap satpol PP!"Abiyya nyengir sejenak. "Maaf ya, Yank, gara-gara aku, kita harus mengalami ini semua. Safira yang tadinya menatap langit-langit bangunan sederhana itu seketika menoleh ke arah sang suami. "haha, tidak apa-apa, Bi, bagiku ini adalah kenangan dan pengalaman yang berharga. Hal ini suatu saat bisa kita certain pada anak kita.Tetiba Abiyya terbatuk-batuk mendengar perkataan sang istri. " Anak? " Safira hanya tersenyum nyengir dan salah tingkah. Ia segera bangkit dan beranjak pergi ke belakang. Abiyya mengikutinya. "Yang, tunggu! Kamu serius apa yang kamu ucapkan tadi? ""Soal apa? " tanya Safira pura-pura, padahal ia memendam perasaan yang membuat kedua pipinya merona saat ini. "Soal anak.""Hmmm.... ""Hmmm apa? ""Ya, bukankah setiap orang yang menikah menginginkan keturunan. Em
[Senin, selasa, rabu dan kamis][Ini hari Jum'at, Bi] balas Safira sambil bertanya-tanya ada apa gerangan dengan suaminya.[Senin, selasa, rabu dan kamis, hai kamu yang disana pemilik senyuman manis][Senyumanmu yang indah bagaikan candu, ingin terus kulihat walau dari jauh][Sekarang aku tau kenapa minuman kopiku terasa pahit, ternyata manisnya gula sudah pindah ke senyumanmu]Abiyya mengirimkan pesan WA sekaligus mengirim gambar segelas kopi hitam yang dipegangnya.Safira tertawa membaca pesan dari suaminya. Bisa-bisanya dia mengirimkan gombalan saat sedang berjauhan. Ya, sudah sepuluh harian ini Abiyya tengah mencari pekerjaan pengganti, tapi belum satupun yang menerimanya bekerja. Memang terasa berat ketika tak sesuai dengan harapan, tapi ia yakin kalau ini adalah ujian yang harus dijalaninya.Maklum saja, pernikahan masih baru dan masih berjuang dari nol mencari kebahagiaan tanpa campur tangan orang tua. Wajar saja bila masih diuji perihal ekonomi. Namun satu hal yang diyakin
Sore harinya, Abiyya berangkat kerja ke cafe, seperti biasa. Kali ini lebih semangat lagi, meski tadi siang sudah hampir menyerah.Ia melajukan motornya ke Cafe Aurora."Hai Abiy, kau sudah datang?" sapa salah seorang karyawan cafe sambil melambaikan tangan ke arah Abiyya. Pemuda itu mengangguk dan langsung melangkah masuk ke dalam.Seperti biasanya, Setelah jam kerja dimulai, Abiyya begitu maksimal dalam bekerja hingga menampilkan penampilan terbaiknya.Malam semakin merangkak naik, selesai bekerja, Abiyya segera meregangkan tubuhnya sejenak. Terasa lelah meski menyenangkan. Seperti biasa pula Nabila langsung memberinya upah bekerja. "Mbak Nabila nginap di sini?""Iya, Bi. Capek banget aku jadi mau langsung istirahat di sini saja.""Ya sudah, aku pulang dulu, Mbak.""Okey, salam ya buat Safira. Besok langsung datang saja kesini.""Baik, Mbak."Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Sudah saatnya cafe tutup. Para pegawai sudah membereskan semuanya, membersihkan meja-me
Sesaat sebelum tidur ...Segera dia peluk tubuh suaminya itu. Ada aroma parfum wanita di jaketnya. Tapi Safira masih tetap berpositif thinking."Aku ketiduran Bi, maafin aku. Aku gak dengar Abi ketuk-ketuk pintu." tambah Safira lagi."Iya sayang, gak apa-apa. Kamu pasti kecapean kan?" jawab Abiyya sembari mengelus-elus rambutnya."Yang, coba pilih dari nomor 1 sampai 10 kamu pilih nomor berapa?""Emmhh, satu""Benar sekali, karena kamu satu-satunya wanita di hati aku."Pipi Safira merona merah mendengar jawaban suaminya. Benar saja saat ini sang suami sedang menggodanya."Kalau begitu ralat, aku pilih nomor dua!""Pilihan yang bagus, karena kamu gak ada duanya, Sayang!"Safira tersenyum geli. Jawaban suamminya ada-ada saja. Safira terdiam sejenak. 'Sekalian aja aku kerjain kamu, Bi. Aku pengen denger apa jawaban kamu.' Batin Safira. "Ya udah aku pilih nomor tiga!""Hmm... walaupun ada tiga pilihan tersulit dalam hiidup ini, aku akan tetap pilih kamu!""Ish ... bisa aja jawabnya!""Iy
Safira teringat ucapan bundanya. Ibundanya bilang, menikah itu harus saling percaya dengan pasangan. Wajar bila ada masalah-masalah kecil dalam rumah tangga. Tapi sebaiknya jangan dibiarkan berlarut-larut, agar hubungan mereka tidak canggung. Minta maaf, saling memaafkan, saling percaya, semua masih bisa diperbaiki dan yang terpenting itu bukan kesalahan fatal. Jangan menyalah gunakan kepercayaan pasangan hingga memanfaatkan atau membodohinya."Yang, bajunya biar aku saja yang cuci. Lebih baik kamu siap-siap, katanya mau ke cafe?"Safira terkesiap, ingatannya mengabur seketika. Ia pun membiarkan jaket itu diambil suaminya dibawa ke kamar mandi untuk dicuci. "Bi ....""Sebentar, Yang, aku cuci baju dulu. Cuma yang di ember itu saja kan yang kotor?"Safira mengangguk. "Ya udah kamu duduk aja dulu.""Tapi--""Udah gak apa-apa, Yang. Ini mah sedikit paling bentar doang juga selesai," lanjut Abiyya. Mereka memang belum punya mesin cuci, jadi nyuci manual pakai tangan.Safira mengalah, ia
"Abi?" Tetiba suara Safira mengagetkan mereka berdua. Ekspresi Safira sulit digambarkan untuk saat ini. "Yang ...." sahut Abiyya. Ia berjalan menghampiri Safira, sedangkan Regina terdiam seraya mengernyitkan keningnya."Kamu udah mau pulang?" tanya Abiyya."Belom, sebentar lagi, ini lagi siap-siap dulu. Tadi di dalam aku liat kamu, Bi. Kupikir tadi kamu kenapa, eh ternyata ....""Hai, Mbak karayawan baru ya?" Regina memotong pembicaraan Safira. "Kenalkan, saya Regina, calon pacarnya Abiyya," sahut gadis itu tampak kecentilan.Abiyya dan Safira saling pandang sejenak. Safira tersenyum tipis. "Baru calon 'kan? Lebih baik mundur saja, dari pada nanti sakit hati," sahut Safira agak ketus."Lho, kenapa? Kamu kakaknya Abiyya ya, Mbak? Katanya kan Abi punya kakak.""Dia istriku!" timpal Abiyya langsung merangkul pundak Safira dan sontak membuat Regina terkejut."Hah? Benarkah?""Ayo, Yang, kita masuk. Nanti kamu dicariin yang lain!" Tak menanggapi rasa terkejut Regina, Abiyya langsung menga
PART 1"Hei bocah, stooopp! Jangan mendekat!""Apaan sih, Mbak, kita kan sudah sah suami istri!""Iya tetep aja kamu itu cuma bocah! Lebih baik jangan macem-macem deh!""Mbak, biarpun aku bocah tapi punyaku lebih besar lho.""Hiiih dasar mesum!""Eh siapa coba yang mesum, otak Mbak kali yang omes!"Safira mendelik. "Lah tadi bilang punyaku lebih besar, apa maksudnya coba?""Hahaha, ada-ada aja Mbak ini. Iya dong punyaku kan banyak maknanya. Yang kumaksud adalah aku punya rasa cinta yang begitu besar untuk Mbak Safira sekarang dan juga nanti." Pipi Safira merona, bisa-bisanya dia tersipu dengan ucapan bocah tengil di hadapannya ini. Mendadak tanpa kompromi lagi, Abiyya mengecup keningnya sekilas, membuat Safira makin salah tingkah."Mbak, aku bisa ngobatin luka hati mbak lho, please jangan pikirin lagi mantan calon suami mbak yang brekele itu!"'Etdah nih bocah edyaaan, kakak sendiri dibilang brekele.'Safira mencebik kesal mendengar mantannya disebut-sebut, sedangkan Abiyya menahan t
Part 2"Bagaimana malam pertama dengan adikku?" tanyanya mencemooh Safira."Lepaskan Mas, bukan urusanmu!" Tetiba Abiyya muncul dari balik pintu, melihat mereka tengah berseteru. "Mas Adit, tolong lepasin tangan istriku!" Keduanya menoleh, Safira langsung mengibaskan tangan. Adit menatap tajam apalagi saat melihat adiknya hanya mengenakan celana pendek dan handuk yang disampirkan ke lehernya. Rambutnya pun terlihat basah. Abiyya berjalan mendekat, langsung merangkul pundak Safira."Mas, kenapa kamu menanyakan malam pertama kami? Itu privasi pengantin baru, Mas gak perlu kepo."Abiyya tersenyum melihat ekspresi kekesalan kakaknya. "Bagaimana Sayang, semalam aku tidak mengecewakanmu kan?" ucap Abiyya lagi sambil mengedipkan sebelah matanya.Tangan Adit mengepal sambil menggertakkan giginya. Kesal."Abi, aku gak percaya kalau kamu melakukannya dengan baik. Safira itu hanya mencintaiku!""Dulu mungkin Mbak Safira pacar Mas Adit. Tapi, Mas harus sadar diri, sekarang Mbak Safira adalah is