Share

Bab 7 Sekamar berdua

Penulis: Uni Tari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-19 12:55:07

"Yang apa, Bu?" tanya Hilma penasaran.

"Hipotermia." Bu Hani mematikan kompor lebih dulu, kemudian berbalik menghadapi Hilma yang sudah menunggu penjelasan darinya.

"Hipotermia adalah kondisi ketika suhu tubuh turun drastis hingga di bawah 35oC. Akibatnya, jantung dan organ vital lainnya gagal berfungsi. Jika tidak segera ditangani, hipotermia dapat menyebabkan henti jantung, gangguan sistem pernapasan, bahkan kematian."

Hilma mengingat bagaimna waktu itu Zafar seperti sesak bernapas, bahkan saat di arak oleh warga, dia seperti lemas tak berdaya.

"Saya tidak tau kapan dan kenapa dia bisa memiliki penyakit itu. Semuanya karena dia karang ada di rumah, seringnya di luar, bahkan dalam seminggu belum tentu dia akan pulang ke rumah."

Bu Hani menepuk pundak Hilma lembut. "Makasih ya, karena kamu sudah berusaha menyelamatkan anak saya, meskipun pada akhirnya kalian harus menghadapi hal ini. Tapi di sisi lain, saya bahagia Zafar menikau denganmu, karena hal ini Sinta pergi. Perempuan tak sopan itu, sejak dulu saya sama sekali tidak menyukainya. Dia yang membuat Zafar jatuh ke dalam kegelapan."

"Oh, jadi Teteh itu namanya Sinta? Pantas pas kita berhenti dulu di kamar-kamar waktu itu, dia udah gak ada pas kami mau ke sini."

Bu Hani mengerut mendengar penjelasan Hilma. "Kamar-kamar apa maksudnya?"

"Itu, anu... apa ya namanya, intinya kita ke gedung tinggi, tapi isinya kamar begitu, Bu."

Bu Hani tertawa mendengar penjelasan Hilma, membuat gadis itu menggaruk kepala bingung. "Maksud kamu hotel kali ya? Oh kalian sebelum sampai ke sini ke hotel dulu? Terus si Sinta itu perginya pas di hotel dong, ya?"

"Nah, iya, mungkin itu, Bu. Hotel namanya. Kalau soal si Teteh itu, pas kami mau berangkat dia udah gak ada. Kan saya tanya ke anak Ibu, katanya jangan di pikirin. Padahal saya kan cuma nanya ya, Bu, bukan mikirin dia. Uh, ada-ada saja si Kakak teh."

Bu Hani tertawa kecil mendengar penuturan mantu barunya itu. Hatinya merasakan kelegaan, mungkin karena selama ini ia jarang sekali mengobrol empat mata begini dengan anaknya. Kini, dengan adanya Hilma, mereka bisa berbicara ngalor ngidul.

"Udah, ah. Nanti ngobrol terus kita gak jadi-jadi masaknya." Mereka tutup obrolan itu dengan kembali memasak bersama.

***

Setelah solat jamaah di rumah, mereka kembali ke meja makan. Hilma juga sudah bersih karena Bu Hani memberikan sebuah Midi dres padanya untuk dipake. Lengkap dengan kerudung warna senada, yaitu warna hijau sage.

Bu Hani sampai terpana melihat cantiknya gadis itu, meskipun dari desa tapi kulitnya putih bersih. Meskipun memang soal baju dia tidak tau outfit yang baik untuk ia pakai. Wajar saja, setahun sekali saja belum tentu ia membeli baju baru. Kecuali kalau memang ada orang yang memberikannya baju bekas yang masih layak pakai.

"Mana Zafar?" tanya Bu Hani.

"Entahlah, disuruh solat juga gak ada," jawab sang suami, membuat Bu Hani kesal dengan anaknya itu. Sangat susah sekali untuk di aturnya.

"Dia itu gak malu apa, ya. Kamu aja yang baru ke sini sudah masak, solat bareng, lah dia. Aduh, bener-bener punya anak cuma satu-satunya malah begini. Ya Allohurobbi!"

Hilma hanya diam mendengar ibu mertuanya itu mengoceh, kemudian Pak Jaidi menutup kedua telinga saat Bu Hani berteriak membangunkan Zafar yang sedang menikmati lelapnya tidur.

Pak Jaidi memberi kode pada Hilma, kemudian dia memberitahu gadis itu, kalau hal ini sudah biasa terjadi saat Zafar sedang berada di rumah.

"Bangun, gak!" Bu Hani menarik selimut yang anaknya kenakan, teriakannya membuat pria itu akhirnya terbangun dengan wajah yang kusut. Ia merasa capek karena semalaman menyetir sendiri dari Bandung ke Jakarta.

"Teriak-teriak mulu, Bu. Pusing aku dengernya ah!"

"Ya gimana gak teriak, kamu diajak solat gak mau, sekarang waktunya makan malah masih tidur aja."

"Ya kan bisa nanti, Bu. Aku itu capek—"

"Gak ada nanti-nanti. Kalo mau nanti, kamu beli aja malan di luar. Kalau gak turun juga, makanan gak akan tersisa buat kamu, ya!"

"Loh kok gitu. Arghh!" Pria itu mengacak-ngacak rambutnya karena kesal, pada akhirnya turun juga karena merasa malas jika harus mendengar teriakan sang ibu yang menggelegar.

"Maaf ya, Saya memang sukan begini kalo dia ada di rumah. Musingin anaknya."

Hilma hanya diam sambil tersenyum kecil, merasa kaget juga ia dengan keluarga yang baru ia masuki ini.

"Ayo makan, ayo. Udah masak masa cuma dianggurin."

Hilma menerima piring yang diberikan oleh Bu Hilma, kemudian ia juga ikut menikmati makanan. Sedangkan Zafar, hanya duduk dia menunggu dilayani oleh sang ibu, tapi ibunya itu malah sibuk pada Hilma, yang pada akhirnya menikmati makanannya tanpa melirik Zafar sama sekali.

"Terus aku gimana?" tanya Zafar.

"Ya kamu ambil sendiri, biasanya juga gak kau dilayani." Pak Jaidi menyahut, pria itu kalau sudah, dia membuang napas kasar kemudian mengambil nasi. Di saat itu mata mereka tak sengaja saling tatap satu sama lain, membuat Hilma kembali menunduk menikmati makanan.

Saat makan, semua fokus pada makanan mereka masing-masing. Sampai makan sudah selesai, semuanya bubar kecuali Bu Hani dan Hilma yang kembali ke dapur untuk membereskan piring-piring kotor.

Bu Hani meminta Hilma untuk pergi ke kamar beristirahat, tapi Hilma menolaknya, ia ingin membantu ibu mertuanya itu untuk menberikan semuanya. Karena kebiasaan Hilma juga selama di desa ia selalu membereskan semuanya setelah selesai makan.

***

Malam menyapa, hati gadis itu merasa bahagia karena selepas makan siang tadi ia berbicara dengan sang Bapak meskipun hanya sepatah dua patah kata yang Bapaknya itu lontarkan.

Hilma memaklumi karena semua ini pasti tidak mudah untuk sang Bapak, tapi dengan itu ia sedikit bahagia karena setelah di diamkan Bapaknya itu mau bertanya lagi padanya.

Saat sedang memeluk guling dengan wajah yang memancarkan kebahagiaan, pintu tiba-tiba dibuka, Zafar menghambur ke kasur setelah ia menutup kembali pintu. Hilma yang melihat itu ia langsung terperanjat kaget dan turun dari ranjang.

"Matiin AC-nya tolong, aku gak bisa dingin-dingin banget. Kalau gak pindah mode aja, takut kamu kepanasan. Kan usaha Jakarta sama kampung beda."

Hilma yang masih terkejut malah dibuat bingung oleh remot AC yang bagian mana harus gadis itu tekan. Karena yang menyalakan AC tadi adalah Bu Hani, gadis itu sama sekali tidak mengerti mana yang harus pindah mode.

"Mmm, aku...."

Zafar yang menyadari itu berusaha sabar, kemudian bangkit dan memindahkan mode agar tidak terlalu dingin. Ia kembali ke ranjang, kemudian menatap Hilma yang hanya berdiri diam di tempat yang sama.

"Ngapain? Mau terus berdiri di situ?"

"Emm, aku di sini aja." Hilma menaruh guling yang ia peluk di lantai, kemudian berbaring. Membuka Zafar menggelengkan kepala.

"Naik ke atas kasur sekarang!"

Hilma menengok sebentar, kemudian kembali berbaring tak memperdulikan ucapan suaminya itu.

"Harus ku apakan dia!" gerutu Zafar pelan, ia bangkit kemudian menarik tangan Hilma untuk naik ke atas kasur, membuat pembatas untu mereka berdua.

"Sudah tidur yang tenang di sini. Jangan berulah lagi, aku malas dimarahin Ibu cuma gara-gara kamu, paham?! Kalo ngomong gak paham juga, aku habisi kamu di kasur ini!"

"Ha—habisi gimana?" tanya Hilma ngeri.

"Seperti apa yang orang desa itu pikirkan saat kita lagi di saung."

Hilma nge-lag sebentar, kemudian dia tersadar arti pembicaraan Zafar ke mana. Dengan cepat gadis itu berbaring memunggungi sang suami, demi apa pun saat ini jantung gadis itu berpacu hebat karena ketakutan. Takut....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 54 TAMAT

    Tapi sayang, orangnya sudah tidak ada di rumah. Pria itu memukul stang motor karena terlambat.Ia memutuskan untuk mengejarnya. Sebelumya dia menelpon sang teman lebih dulu, agar menjaga di rumah Haji Burhan, karena dua pria yang Santi suruh pasti akan segera datang. Motor melaju sedikit cepat, pria itu tersenyum miring melihat mobil merah di depannya. Ia menambah kecepatan, menyalip mobil yang sedang dikendarai Santi sampai mobil itu berhenti mendadak. "Zafar?" Haji Burhan turun dengan wajah yang kesal. "Mau apa kamu?"Santi turun dengan mata yang melotot kesal. Dia mendekat pada Haji Burhan, merayu agar lelaki tua itu bergegas pergi dengannya. "Tunggu dulu, lah. Buru-buru amat," ujar Zafar. "Mau apa kamu sebenarnya, Zafar?" tanya Haji Burhan sekali lagi. Dua motor lainnya baru tiba. Teman Zafar bergegas menangkap wanita itu dari belakang. Membuat Santi meronta-ronta sembari berteriak, Haji Burhan yang melihat itu menatap Zafar dengan marah."Zafar... kamu benar-benar menusuk p

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 53

    Santi menerima uang hasil judinya sambil berteriak gembira. Modal satu juga, bertambah berkali-kali lipat karena berhasil mengalahkan rekan-rekan judinya itu. Sedangkan mereka saling pandang, dengan sengaja membuat Santi bahagia lebih dulu, agar dia ketagihan dan terus mengeluarkan uang untuk berjudi. Wanita itu tak sadar telah diperdaya oleh mereka. "Ya udah, aku pulang, ya. Besok kita main lagi, dua juta!" ujar Santi. "Siapa takut." "Setuju!" "Oke deh. Bye, aku pulang." Dia masuk ke dalam mobil dengan perasaan bangga. Hasil judi ini sebagian akan ia berikan pada sang ibu. Belum sempat ia menyalakan mobil, suara ponsel berdering. Dia mengangkat telfon itu dengan raut wajah malas. "Kenapa?" tanyanya tak suka. "Transfer Bapak duit, tiga juta aja. Bapak di kejar-kejar rentenir, kamu tau kan akibatnya kalo gak mau ngasih duit?" ancam seseorang dari telfon. "Ish, lagi-lagi ancaman itu. Ya udah iya. Aku kirim sekarang!" Santi memutuskan telfon sepihak. Sembari

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 52

    "Kamu tak perlu tau orang itu siapa. Yang jelas, Paman kecewa pada kalian berdua. Mulai sekarang, Paman tidak mau berurusan dengan kalian lagi.""Tapi aku akan cari tau siapa orang yang sudah memfitnah istriku!" tekan Zafar, ia menarik Hilma saat wanita itu hendak berbicara. Zafar pergi dengan emosi yang meluap-luap di dadanya. Ia yakin sekali, jika dalang dari semuanya adalah Santi. Karena tidak ada lagi orang yang tidak menyukai istrinya itu kecuali dia."Aa aku belum sempat bicara sama Pak Haji.""Ngapain. Biarin aja dia, lama-lama juga bakalan ketauan iblis apa yang ada di rumahnya itu. Memfitnah orang lain agar dia bisa menikmati semuanya!"Hilma diam. Ia berpikir ada benarnya juga apa yang Zafar katakan, jika memang bukan Santi siapa lagi, karena di desa hanya dia yang berurusan dengannya."Mungkin karena dia suka sama Aa, makanya menghalalkan segala cara agar kalian bisa dekat."Mendengar itu Zafar langsung ngerem mendadak. Ia melirik sang istri yang juga tengah menatapnya."J

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 51

    Sebelum menuju ke rumah Haji Burhan, mereka makan siang lebih dulu karena merasa lapar setelah kehujanan. Zafar yang berusaha menenangkan istrinya itu dengan mencoba menyuapi makanan pada Hilma, tapi wanita itu seakan enggan untuk menerima.Belum pernah ia melihat Haji Burhan semarah itu padanya, tapi kenapa setelah ada anak perempuannya, Hilma rasa banyak yang berubah dari bos ayahnya itu.Padahal dulu ia orangnya sangat lembut dan penyayang. Bahkan orang yang salah di mata yang lain pun, ia selalu membela dan memilih untuk berdamai. Tapi sekarang, hal yang bahkan tidak Hilma ketahui hal buruk apa yang sudah ia lakukan, Haji Burhan nampak tidak menyukainya."Hilma...." Suara Zafar membuat wanita itu buyar dari lamunannya. Ia hanya bisa menarik napas pelan dengan wajah yang muram."Kamu tau paman, kan? Mungkin dia cuma mau mastiin aja.""Tapi... kata-kata dia tadi sangat tidak enak aku dengar, A. Kapan aku punya niat busuk padanya, sedangkan aku selalu berdoa agar dia hidupnya sejaht

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 50

    Santi melirik dari ujung matanya, kemudian dia tersenyum miring melihat sang ayah yang nampak emosi sekali. Wanita itu berhasil membuat seorang Haji Burhan yang dulunya rendah hati dan baik pada semua orang, kini ia nampak menjadi orang yang perhitungan."Tenang, Ayah... aku akan bantu untuk bikin mereka menyesali semuanya."'Lihat aja, setelah ini Hilma pasti akan kena marah habis-habisan sama Ayah. Aku harus menyusun rencana baru agar Zafar membela Ayah dan hubungan dia dengan istrinya itu renggang,' batin Santi."Ternyata wanita selugu dia bermuka dua. Padahal dulu siapa yang sering menolongnya kalau bukan saya!" tekan Haji Burhan, membuat hati Santi semakin gembira mendengarnya."Minta aja modal yang pernah Ayah berikan pada Zafar. Biar mereka tau rasa!"Haji Burhan menatap anaknya itu, ia kemudian duduk kembali setelah tadi berdiri karena emosi."Ayah gak bisa kalau lakuin itu, karena modal yang diberikan pada Zafar, itu uang ibunya dulu yang Ayah pinjam.""Jadi....""Kalau soal

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 49

    "Akhirnya selesai, sekarang aku tinggal mandi dan ngasih bekal ini buat Aa." Hilma tersenyum melihat menu-menu makanan yang sudah tersaji di meja. Ia sudah memisahkan mana yang akan di bawa dan untuk sarapan sang ayah di rumah.Wanita itu naik ke kamar untuk mandi gan berganti baju, kemudian sedikit memoles wajahnya dan memakai lipstik agar lebih segar.Setelah rapi ia turun lagi dengan suasana hati yang gembira. Pokoknya nanti ia harus meminta maaf atas perilakunya yang semalam. Hanya karena cemburu ia jadi mengacuhkan sang suami. Yang padahal Zafar sama sekali tidak ada niat untuk berdekatan dengan Santi.Sepeda ia goes menuju ke Konveksi setelah berpamitan dengan sang ayah yang sedang menikmati hidangannya. Semilir angin menabrak wajah membuat wanita itu tersenyum. Menarik napas dalam menghirup udara desa yang masih sangat segar.Dari kejauhan matanya menatap sang suami yang sedang membantu menurunkan bahan-bahan kain yang sangat besar itu. Membuat suaminya sampai membungkuk memba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status