Share

Bab 6

Author: Uni Tari
last update Last Updated: 2024-01-19 12:21:21

Bu Hani yang sedang berbincang dengan suaminya dikagetkan dengan Zafar yang tiba-tiba saja datang dari belakang. Mereka yang kebetulan sedang membicarakan hal itu, kesempatan bagi mereka untuk mempertanyakan seuatu hal pada Zafar, mumpung gadis itu tidak ada di sana.

Sedangkan Zafar yang tadi ingin mengambil minum, mendadak diam karena tatapan kedua orang tuanya pada dia.

"Ibu tidak mau basa basi, Zafar. Setidaknya kamu bisa memutuskan dulu baik-baik sebelum mengambil sebuah keputusan. Bagaimana dengan orang tua gadis itu saat kamu bicara akan menikahinya. Sedangkan mereka kenal denganmu saja tidak."

"Apa kata orang tua dia saat tau kalian akan dinikahkan?"

Zafar yang terus mendapatkan pertanyaan secara bertubi-tubi malah diam. Dia bingung harus menjawab yang mana dulu. Sedangkan orang tua Hilma, pria itu tak begitu yakin hafal. Karena yang ada di sana hanya Bapaknya saja, bahkan saat ijab qobul pun tidak ada lagi selain dia.

Pak Jaidi menatap dengan serius, hatinya masih ragu jika memang semua yang warga kampung itu bilang itu adalah fitnah. Karena tau sifat anaknya seperti apa. Dia berpikir Hilma telah dijebak dan sengaja dimanfaatkan oleh anaknya itu.

"Kamu tidak mengancam gadis itu untuk berkata jujur bukan?" Pertanyaan ayahnya itu membuat Zafar terkejut, apa maksudnya? Apa ayahnya itu masih menuduh jika Zafar memang melakukan apa yang warga tuduhkan.

"Jadi kalian tidak percaya pada ucapan gadis itu? Hanya karena aku nakal dan susah di atur, Ayah pikir aku tega melakukan itu pada gadis sepertinya? Jika memang ingin pun, tidak perlu memakainya, gadis kampung yang kumuh, dan tidak bisa berpenampilan baik, aku punya Sinta, kalau ingin kenapa aku tidak memakai dia sejak awal? Aku memang nakal, tapi aku tidak sebejat itu!"

Zafar mendorong kursi makan sampai membuat bunyi yang nyarinya. Dia pergi kembali ke atas dengan napas yang memburu karena emosi. Sedangkan Ibu dan Ayahnya hanya diam saling pandang, belum pernah dia melihat sang anak marah sampai seperti itu.

"Terus bagaimana?" tanya Ayahnya Zafar pada sang istri, yang hanya dibalas helaan napas oleh Bu Hani. "Mungkin ini memanglah sebuah fitnah semata, Yah. Tak mungkin juga Zafar melakukan hal itu, terlebih lagi gadis itu sudah bicara pada kita."

"Entahlah, Bu, aku masih kurang yakin. Takut jika Zafar mengancam gadis itu untuk tidak jujur perihal ini. Kamu tau kan sifat anakmu itu seperti apa?"

"Tapi...."

"Sudahlah, Bu. Nanti kita pikirkan lagi, Ayah mau istirahat dulu, sakit kepala mikirin anakmu itu."

"Anakmu juga itu," jawab Bu Hani, yang tidak dihiraukan oleh suaminya.

Sedangkan di kamar, Hilma was-was jika Zafar tiba-tiba saja masuk seperti tadi, dia baru saja lega karena pria itu pergi dari kamar setelah kesalahan berbicara pria itu tadi. Yang membuat Hilma pikirannya jadi ke mana-mana.

"Kalau sampai dia ke sini lagi, aku yang akan keluar," ucapnya sambil menengok ke arah pintu.

Setengah jam berlalu ia berjaga-jaga, tapi Zafar tak ada masuk lagi ke kamar. Hilma lama kelamaan mengantuk dan kemudian tertidur.

***

Pagi sekitar pukul tujuh, aroma masakan menusuk ke indera penciuman Hilma yang sedang menyapu di lantai atas. Meskipun lantai sudah bersih, tapi ia tetap sapu lagi karena bingung harus melakukan apa.

Setelah selesai menyapu, gadis itu dengan ragu turun ke bawah, dilihatnya Bu Hani sedang sibuk di dapur, pelan dia pun menghampiri, berdehem sekali kemudian basa-basi. "Maaf, Bu, apa boleh saya bantu?" tanya Hilma.

"Boleh-boleh. Ayo sini. Eh, yakin mau bantu? Bau terasi loh ini, tuh sampe se rumah-rumah baunya."

"Jangankan bau terasi, Bu, saya bau sampah juga biasa aja. Sayurnya biar saya yang cuci, ya?"

"Boleh." Bu Hani tersenyum padanya, kemudian kembali mengaduk sambal godok yang masih meletup-letup di atas kompor.

"Ibu mau bikin sayur lodeh, ya?"

"Kok tau?"

"Tau aja, Bu. Kebetulan saya juga di kampung kalau Bapak ada rezeki alhamdulillah suka jualan lauk nasi, kadang-kadang gorengan. Nih biasanya hari ini Minggu Bapak gajian dari Haji Burhan, sorenya saya suka jualan lauk nasi. Tapi sekarang...."

Hilma mendadak diam. Ia kembali teringat pada Bapaknya. Teringat juga setiap minggu sore dia selalu keliling kampung untuk menjual makanan yang ia buat. Entah itu sayur, ikan dan juga gorengan. Makanan buatannya selalu habis, kadang tersisa itu pun hanya dua atau tiga kantung saja.

Pulang keliling mereka biasa makan bersama dengan piring yang sudah usang warnanya, tak jarang pula beralasan daun pisang, karena mereka merasakan kenikmatan ketika makan berdua dalam satu lembar daun pisang. Saling tertawa bercerita kegiatan mereka masing-masing.

Namun kini, hal itu menjadi kenangan yang indah untuk Hilma, sekaligus sedih karena harus pergi berjauhan dari sang Bapak. Hilma pikir, dulu ia akan selalu berada di dekat sang Bapak, menemani sehari-harinya. Tapi kini... entah takdir mengapa membawanya sampai ke titik ini.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Bu Hani, yang menyadari isakan tangis Hilma di depan wastafel. Wanita itu merasa iba padanya, tangannya terulur mengusap pundak Hilma, membuat gadis itu berbalik menatapnya.

"Jangan sedih, jumat besok kan kamu ketemu lagi sama bapakmu. Nikmati dulu di sini, anggap saja liburan, ya? Bapak baik-baik aja kok di kampung. Oh iya, nanti kita telfon ke sana ya, kamu mau bicara kan sama Bapak?"

"Beneran, Bu?" tanya Hilma berbinar, ia sepontak mengusap air matanya.

"Beneran, dong, nanti selepas makan siang kita telfon, ya."

"Makasih ya, Bu. Aku pikir kalian akan membenciku karena hal ini."

"Hal yang tidak kamu lakukan?" tanya Bu Hani, kini ia mancing, karena dalam hatinya masih ragu. Takut jika anaknya itu memang mengancamnya untuk tidak berkata jujur.

Hilma diam menatap wanita itu. "Semua yang mereka tuduhkan itu memang tidak benar, tapi aku juga tak berdaya untuk mengelak. Kami hanya orang rendahan yang tak mungkin bisa dipandang baik semua orang. Makasih sudah sangat baik pada aku, Bu. Dan di sini aku merasakan sosok hangat seorang Ibu setelah 19 tahun tidak merasakannya."

"Maaf, memangnya Ibu kamu ke mana?"

"Sudah meninggal sejak melahirkan aku."

"Inalilahi... Ibu minta maaf, ya. Udah kamu jangan sedih lagi, sekarang ada Ibu, anggap aja sebagai ibumu sendiri. Ibu juga senang akhirnya punya mantu sebaik kamu, dari dulu berharap dan sekarang terkabul. Punya anak laki bikin emosi mulu."

Hilma tersenyum sambil mengusap air mata yang tak tertahan jatuh ke pipi. "Tapi... Kenapa dia begitu sangat kedinginan, dan aneh sekali keadaanya tidak seperti orang yang kedinginan pada umumnya?"

Bu Hani menghela napas pelan. "Hmmm, saya ngerti. Karena memang kebetulan Zafar itu mempunyai penyakit yang...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 54 TAMAT

    Tapi sayang, orangnya sudah tidak ada di rumah. Pria itu memukul stang motor karena terlambat.Ia memutuskan untuk mengejarnya. Sebelumya dia menelpon sang teman lebih dulu, agar menjaga di rumah Haji Burhan, karena dua pria yang Santi suruh pasti akan segera datang. Motor melaju sedikit cepat, pria itu tersenyum miring melihat mobil merah di depannya. Ia menambah kecepatan, menyalip mobil yang sedang dikendarai Santi sampai mobil itu berhenti mendadak. "Zafar?" Haji Burhan turun dengan wajah yang kesal. "Mau apa kamu?"Santi turun dengan mata yang melotot kesal. Dia mendekat pada Haji Burhan, merayu agar lelaki tua itu bergegas pergi dengannya. "Tunggu dulu, lah. Buru-buru amat," ujar Zafar. "Mau apa kamu sebenarnya, Zafar?" tanya Haji Burhan sekali lagi. Dua motor lainnya baru tiba. Teman Zafar bergegas menangkap wanita itu dari belakang. Membuat Santi meronta-ronta sembari berteriak, Haji Burhan yang melihat itu menatap Zafar dengan marah."Zafar... kamu benar-benar menusuk p

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 53

    Santi menerima uang hasil judinya sambil berteriak gembira. Modal satu juga, bertambah berkali-kali lipat karena berhasil mengalahkan rekan-rekan judinya itu. Sedangkan mereka saling pandang, dengan sengaja membuat Santi bahagia lebih dulu, agar dia ketagihan dan terus mengeluarkan uang untuk berjudi. Wanita itu tak sadar telah diperdaya oleh mereka. "Ya udah, aku pulang, ya. Besok kita main lagi, dua juta!" ujar Santi. "Siapa takut." "Setuju!" "Oke deh. Bye, aku pulang." Dia masuk ke dalam mobil dengan perasaan bangga. Hasil judi ini sebagian akan ia berikan pada sang ibu. Belum sempat ia menyalakan mobil, suara ponsel berdering. Dia mengangkat telfon itu dengan raut wajah malas. "Kenapa?" tanyanya tak suka. "Transfer Bapak duit, tiga juta aja. Bapak di kejar-kejar rentenir, kamu tau kan akibatnya kalo gak mau ngasih duit?" ancam seseorang dari telfon. "Ish, lagi-lagi ancaman itu. Ya udah iya. Aku kirim sekarang!" Santi memutuskan telfon sepihak. Sembari

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 52

    "Kamu tak perlu tau orang itu siapa. Yang jelas, Paman kecewa pada kalian berdua. Mulai sekarang, Paman tidak mau berurusan dengan kalian lagi.""Tapi aku akan cari tau siapa orang yang sudah memfitnah istriku!" tekan Zafar, ia menarik Hilma saat wanita itu hendak berbicara. Zafar pergi dengan emosi yang meluap-luap di dadanya. Ia yakin sekali, jika dalang dari semuanya adalah Santi. Karena tidak ada lagi orang yang tidak menyukai istrinya itu kecuali dia."Aa aku belum sempat bicara sama Pak Haji.""Ngapain. Biarin aja dia, lama-lama juga bakalan ketauan iblis apa yang ada di rumahnya itu. Memfitnah orang lain agar dia bisa menikmati semuanya!"Hilma diam. Ia berpikir ada benarnya juga apa yang Zafar katakan, jika memang bukan Santi siapa lagi, karena di desa hanya dia yang berurusan dengannya."Mungkin karena dia suka sama Aa, makanya menghalalkan segala cara agar kalian bisa dekat."Mendengar itu Zafar langsung ngerem mendadak. Ia melirik sang istri yang juga tengah menatapnya."J

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 51

    Sebelum menuju ke rumah Haji Burhan, mereka makan siang lebih dulu karena merasa lapar setelah kehujanan. Zafar yang berusaha menenangkan istrinya itu dengan mencoba menyuapi makanan pada Hilma, tapi wanita itu seakan enggan untuk menerima.Belum pernah ia melihat Haji Burhan semarah itu padanya, tapi kenapa setelah ada anak perempuannya, Hilma rasa banyak yang berubah dari bos ayahnya itu.Padahal dulu ia orangnya sangat lembut dan penyayang. Bahkan orang yang salah di mata yang lain pun, ia selalu membela dan memilih untuk berdamai. Tapi sekarang, hal yang bahkan tidak Hilma ketahui hal buruk apa yang sudah ia lakukan, Haji Burhan nampak tidak menyukainya."Hilma...." Suara Zafar membuat wanita itu buyar dari lamunannya. Ia hanya bisa menarik napas pelan dengan wajah yang muram."Kamu tau paman, kan? Mungkin dia cuma mau mastiin aja.""Tapi... kata-kata dia tadi sangat tidak enak aku dengar, A. Kapan aku punya niat busuk padanya, sedangkan aku selalu berdoa agar dia hidupnya sejaht

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 50

    Santi melirik dari ujung matanya, kemudian dia tersenyum miring melihat sang ayah yang nampak emosi sekali. Wanita itu berhasil membuat seorang Haji Burhan yang dulunya rendah hati dan baik pada semua orang, kini ia nampak menjadi orang yang perhitungan."Tenang, Ayah... aku akan bantu untuk bikin mereka menyesali semuanya."'Lihat aja, setelah ini Hilma pasti akan kena marah habis-habisan sama Ayah. Aku harus menyusun rencana baru agar Zafar membela Ayah dan hubungan dia dengan istrinya itu renggang,' batin Santi."Ternyata wanita selugu dia bermuka dua. Padahal dulu siapa yang sering menolongnya kalau bukan saya!" tekan Haji Burhan, membuat hati Santi semakin gembira mendengarnya."Minta aja modal yang pernah Ayah berikan pada Zafar. Biar mereka tau rasa!"Haji Burhan menatap anaknya itu, ia kemudian duduk kembali setelah tadi berdiri karena emosi."Ayah gak bisa kalau lakuin itu, karena modal yang diberikan pada Zafar, itu uang ibunya dulu yang Ayah pinjam.""Jadi....""Kalau soal

  • Malam Pertama Si Gadis Desa    Bab 49

    "Akhirnya selesai, sekarang aku tinggal mandi dan ngasih bekal ini buat Aa." Hilma tersenyum melihat menu-menu makanan yang sudah tersaji di meja. Ia sudah memisahkan mana yang akan di bawa dan untuk sarapan sang ayah di rumah.Wanita itu naik ke kamar untuk mandi gan berganti baju, kemudian sedikit memoles wajahnya dan memakai lipstik agar lebih segar.Setelah rapi ia turun lagi dengan suasana hati yang gembira. Pokoknya nanti ia harus meminta maaf atas perilakunya yang semalam. Hanya karena cemburu ia jadi mengacuhkan sang suami. Yang padahal Zafar sama sekali tidak ada niat untuk berdekatan dengan Santi.Sepeda ia goes menuju ke Konveksi setelah berpamitan dengan sang ayah yang sedang menikmati hidangannya. Semilir angin menabrak wajah membuat wanita itu tersenyum. Menarik napas dalam menghirup udara desa yang masih sangat segar.Dari kejauhan matanya menatap sang suami yang sedang membantu menurunkan bahan-bahan kain yang sangat besar itu. Membuat suaminya sampai membungkuk memba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status