Share

Bab 8 Hilma mempesona

Sayup-sayup suara adzan terdengar dari masjid, membuat gadis itu mencoba terbangun. Tapi ia merasakan tangannya berat, ia membuka mata perlahan, di sana, Zafar tertidur pulas di tangan istrinya itu. Hilma yang masih setengah sadar hanya diam sejenak.

"Astaghfirullahalazim!" Kemudian dia langsung duduk menarik tangannya dari sang suami, membuat pria itu terbangun karena kaget mendengar jeritan Hilma.

"Kamu ngapain tidur di tangan aku! Katanya gak boleh melewati batas, ini malah kamu yang melanggar aturan itu gimana sih—"

"Suut!" Zafar dengan cepat membungkam mulut gadis itu, dia yang tadi duduk berbaring kembali karena Zafar mendorongnya. Hal itu membuat keduanya kini berdekatan, Zafar perlahan menurunkan tangan yang dipakai untuk membungkam Hilma, sedangkan gadis itu hanya diam tak berkutik karena terkejut.

"Nah begitu diam! Masih pagi banget juga, nanti kalo Ibu denger apa kata dia. Berisik!"

"Ishh!" Sekuat tenaga Hilma mendorong pria itu agar menjauh darinya. Kemudian dia bangkit setelah membuang napas kasar, melangkah ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, sedangkan Zafar tidak memperdulikan gadis itu, ia kembali tertidur setelah melihat jam yang masih menunjukan jam empat lebih.

"Astaghfirullah, tidur lagi?" Hilma bergumam, dia memutuskan untuk solat lebih dulu, Zafar akan dia urus nanti.

Setelah solat, ia kembali mengenakan jilbab, gadis itu menengok sebentar untuk memastikan jika Zafar benar-benar tidur pulas. Dengan begitu ia bisa leluasa menguncir rambutnya.

Gadis itu tersenyum senang, kemudian dia memilih untuk turun, rumah masih gelap, menandakan semua orang belum bangun.

Hilma mencari saklar lampu, setelah berhasil ia ke dapur untuk mengecek, ternyata benar saja ada sisa piring kotor yang belum di cuci, ia pun mencucinya.

Gadis itu sudah terbiasa bangun pagi sekali, biasanya ia akan murajaah dulu selepas solat subuh. Kali ini tidak, karena dia tidak menemukan al-quran di kamar Zafar, begitupun di ruang tamu juga tidak ada.

Gadis itu lupa, padahal di dekat pintu utama ada musola kecil tempat solat berjamaah, dan di sana susah lengkap semuanya. Ada quran ada juga tasbih dan buku-buku doa.

***

Bu Hani melaksanakan solat subuh di kamar karena mendadak sang suami harus pergi jam tiga dini hari tadi, otomatis dia merasakan kantuk karena membntu menyiapkan baju dan juga membuat teh.

Saat turun ia melihat rumah sudah beres dan rapi. Majalah-majalah yang berantakan di meja pun tertata rapi. Dia tersenyum saat melihat Hilma yang sedang berada di teras sambil menyapu. Padahal baru saja jam enam, tapi rumah sudah rapi dan bersih.

Sedangkan Hilma asik menyapu, sampai dia tak sadar ada yang memanggilnya dengan sebutan 'Mbak' dari balik pagar rumah.

"Sutt, Mbak!"

Hilma yang sedikit mendengar kemudian menoleh. Ia memicingkan mata melihat siapa yang memanggil, apakah mereka benar memanggilnya atau bukan.

"Mbak, namanya siapa?"

"Maaf, nanya saya?" tanya Hilma. Bu Hani yang ingin menghampiri gadis itu urung, ia mendengarkan apa percakapan mereka.

"Iya, ini temen saya mau kenalan. Namanya siapa?" Sekali lagi pemuda itu bertanya, sedangkan pemuda yang memakai peci hanya diam menunduk sambil menggeleng melihat perbuatan temannya yang bobrok dan tak tau malu itu.

"Sekalian kalau mau taaruf boleh katanya. Haha!" Pemuda itu tertawa meledek sang teman.

Sedangkan Hilma merasa tak nyaman dengan hal ini. Ia bergegas menaruh sapu. "Maaf ya, Mas. Saya udah punya suami," jawab Hilma singkat, kemudian pergi kembali dalam. Ia dikejutkan dengan Bu Hani yang sudah berdiri di dekat pintu sambil tersenyum.

"Pada godain kamu, ya? Abisnya kamu cantik, solehah, rajin lagi," tutur Bu Hani.

"Ibu bisa aja. Risih saya kalau ada laki-laki begitu. Ihh!" Hilma bergidik membuat Bu Hani menahan tawa.

"Kamu orangnya terjaga, eh malah dapet anak saya yang gak karu-karuan hidupnya." Ia membawa Hilma duduk untuk mengobrol berdua. "Jadi gimana pernikahan kalian?"

Hilma mendongak menatap mertuanya itu. "Gimana apanya, Bu?"

"Mau dilanjutkan?"

Hilma yang tadi menatapnya, kini berpaling. Ia juga bingung, harus dibawa ke mana pernikahan ini. Jika memang ia harus menikah lalu meninggalkan desa, sama saja seperti ia di usir jika tak mau menikah.

"Sejujurnya saya tidak bisa meninggalkan Bapak, Bu. Kasian sekali ia jika harus tinggal seorang diri di sisa umurnya yang sudah tua. Saya gak tega."

Bu Hani menggangguk paham. Kemudian ia memiliki rencana perihal hal ini. Karena anaknya selama di kota bandel dan susah di atur, ia berpikir jika lebih baik Zafar untuk tinggal di kampung bersama Hilma, semua fasilitas akan dia ambil darinya. Agar Zafar tau susahnya cari uang, capeknya bekerja.

Ya meskipun selama ini Zafar juga bekerja mengolah sebuah pabrik jait yang ia dirikan sendiri. Meskipun uangnya hasil dari minjam pada ibunya Sinta.

"Nanti kita rundingkan ya?"

Hilma mengangguk. Jauh dalam hatinya ia berharap semoga tidak akan jauh meningalkan sang Bapak.

Apalagi ia akan sangat rindu dengan suasana desa yang sejuk dan masih arsi itu. Ia rindu momen ketika mengayuh sepeda tua untuk berjualan keliling.

Rindu juga suasana saat ia malu-malu ketika berpapasan dengan Ajat yang di mana mereka sebenarnya saling jatuh hati. Tapi sayang Ajat tidak berani untuk mengatakannya waktu itu.

Sebuah kisah cinta yang unik, mereka belajar bersama, Hilma adalah murid Ajat yang selalu belajar mengaji padanya karena Ajat salah satu guru ngaji di sana. Setiap setor hafalan gadis itu suka berpacu tak karuan menghadapi Ajat, begitupun dengan pemuda itu.

Tapi sayang sekali keduanya tidak bisa mengutarakan perasaannya masing-masing. Karena ingin menjaga diri dari adanya perasaan yang berlebih pada manusia. Mereka juga takut jika karena itu alam timbul hal yang tak diinginkan, jika memang tidak ada niat untuk ke jenjang pernikahan dengan cepat.

Cinta mereka yang pada akhirnya terputus karena hal ini. Mereka yakin satu sama lain jika saling mencintai. Tapi di sisi lain Ajat belum siap karena harus meneruskan pendidikan di Yogyakarta. Tapi belum berangkat ke sana, ia harus menerima jika gadis yang ia sukai akan dinikahkan dengan orang lain.

"Anak ibu kehilangan orang yang ia cinta, tapi bahagia karena memang wanita itu yang berulah tidak baik. Sedangkan aku harus kehilangan cintaku karena semua kejadian ini." Tanpa sadar Hilma mengatakan hal itu. Membuat Bu Hani bingung.

"Maksudnya?" tanya Bu Hani.

Hilma yang tadi melamun ia gelagapan bingung. "Ma—maksud aku...."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Zoya Alfariha
aaaa pengen baca lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status