"Anak saya ini sebenarnya laki-laki baik. Tapi ya, namanya juga manusia, pasti pernah salah. Masalahnya, mantan istrinya itu… Ya Allah…. Kok ya tega banget, ya.”
Ia berhenti di dekat pantry, pura-pura membereskan rantang sambil melirik-lirik penuh maksud.“Apa nggak kasihan, ya, sama anak saya? Digugat cerai, ditinggal, terus sekarang mantan istrinya malah… ya ampun, mau nikah sama bosnya sendiri.”Seorang staf perempuan yang duduk sambil menyeduh kopi menoleh, tampak mulai penasaran.Bu Bani melanjutkan, kali ini nadanya lebih seperti bisikan yang sengaja dikeraskan.“Padahal ya, Mbak… Dahlia itu, secara fisik tuh gak ideal loh. Maaf ya, saya bukan mau jelek-jelekin atau body shaming, tapi dia itu... penyakitan. Cuma punya satu ginjal. Terus kata dokter, dia juga nggak bisa punya anak,”“Tapi habis cerai, malah anak saya yang disalahin. Padahal, siapa yang nggak mau punya istri sehat yang bisa ngasiTepuk tangan pelan menyusul. Suasana syahdu. Mata Dahlia sudah tidak bisa lagi menahan haru yang luar biasa. Ia menyandarkan kepalanya yang tertunduk di bahu Ali.“Terima kasih, Akung…” sebutnya dengan lirih dan haru. Ia benar-benar bahagia saat ini.Tidak lama setelah Akung turun dari panggung mini, MC kali ini memanggil sang pengantin pria untuk menyampaikan satu dua patah kata untuk mengekspresikan apa yang ia rasakan saat ini.Tapi Ali tidak berpindah tempat. Ia masih berdiri di samping pengantinnya tanpa melepaskan genggaman tangannya. MC datang dan menyerahkan mic untuk Ali bicara.“Terima kasih, semuanya karena sudah datang untuk mendoakan dan bersedia merayakan kebahagiaan kami.”Ia menoleh sebentar pada Dahlia.“Pernikahan kami mungkin tidak megah. Tapi izinkan saya berdiri di sini untuk membuktikan satu hal, bahw
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, pagi hari.Langit pagi itu cerah, tapi tidak terlalu terik. Angin lembut menyapu halaman kecil KUA yang sudah dirapikan oleh petugas. Tidak ada dekorasi berlebihan, hanya beberapa bunga segar di meja akad, dipilih langsung oleh Ali, sesuai permintaan Dahlia yang ingin pernikahan mereka low-key dan penuh kesederhanaan.Beberapa kursi disusun rapi di ruangan kecil KUA. Hanya keluarga inti yang hadir—Pak Endang dan Bu Juli dari pihak Dahlia. Dan dari pihak Ali, ada Akung dan juga Rudi sebagai salah satu saksi nikah.Tidak ada gaun pengantin berkilauan, tidak ada pelaminan, tidak ada kamera besar, tapi justru disitu letak keindahannya.
Setelah malam yang canggung di restoran, Ali tidak bisa memejamkan mata. Senyum Dahlia yang biasanya hangat kini hanya sekilas, dan matanya… terlalu sering melamun. Fitnah itu sangat mengganggunya.Pagi itu, tanpa memberi tahu siapa pun, Ali masuk lebih awal ke kantor. Bukan untuk bekerja, tapi untuk menyelidiki.Ia meminta tim IT menarik kembali rekaman CCTV kantor selama beberapa minggu terakhir. Satu per satu rekaman ruang pantry, lorong belakang, bahkan area parkir ditelaahnya. Ia juga menghubungi bagian HRD secara pribadi, meminta mereka mencatat siapa saja yang sering menggosip, terutama soal Dahlia.Ali bekerja seperti detektif. Diam, tajam, dan rapi.Butuh waktu setengah hari hingga ia mendapat simpul benang: Bu Bani. Pegawai senior bagian administrasi, yang tampaknya merasa paling tahu masa lalu semua orang. Dari mulutnyalah racun gosip itu menyebar, memutarbalikkan masa lalu Dahlia, menyebarkannya seperti jamur di mus
"Anak saya ini sebenarnya laki-laki baik. Tapi ya, namanya juga manusia, pasti pernah salah. Masalahnya, mantan istrinya itu… Ya Allah…. Kok ya tega banget, ya.”Ia berhenti di dekat pantry, pura-pura membereskan rantang sambil melirik-lirik penuh maksud.“Apa nggak kasihan, ya, sama anak saya? Digugat cerai, ditinggal, terus sekarang mantan istrinya malah… ya ampun, mau nikah sama bosnya sendiri.”Seorang staf perempuan yang duduk sambil menyeduh kopi menoleh, tampak mulai penasaran.Bu Bani melanjutkan, kali ini nadanya lebih seperti bisikan yang sengaja dikeraskan.“Padahal ya, Mbak… Dahlia itu, secara fisik tuh gak ideal loh. Maaf ya, saya bukan mau jelek-jelekin atau body shaming, tapi dia itu... penyakitan. Cuma punya satu ginjal. Terus kata dokter, dia juga nggak bisa punya anak,”“Tapi habis cerai, malah anak saya yang disalahin. Padahal, siapa yang nggak mau punya istri sehat yang bisa ngasi
Berawal dari acara pertunangan Juanda dan Nila, kabar heboh mencuat. Berita itu menyebar seperti petir di siang bolong yang membuat orang ada yang percaya maupun tidak.Tapi hari ini akan terjawab jelas. Ali, CEO yang selama ini dikenal dingin dan penuh wibawa, tiba-tiba mengumumkan sesuatu yang membuat seluruh kantor gempar. Ya, kabar pernikahannya dengan Dahlia.Tak tanggung-tanggung, undangan digital langsung dikirim ke seluruh jajaran.Mulai dari office boy, staff keuangan, hingga kepala divisi. Semuanya diundang tanpa sumbangan. Ali bahkan secara pribadi menyampaikan undangan itu dalam rapat besar mingguan.Semua orang harus menikmati hari bahagia mereka, menurut Ali.“Saya dan Ibu Dahlia akan melangsungkan akad nikah pada tanggal 25 bulan ini. Saya harap seluruh keluarga besar perusahaan bisa hadir dalam momen penting kami.”“Kami akan sangat senang jika kalian bisa menjadi bagian dari hari bah
Acara pertunangan selesai, para tamu sudah pulang dan pelayan mulai membereskan meja-meja makanan yang sebagian besar tersisa.Di kamar hotel di gedung yang sama, Nila sedang membuka satu persatu hadiah sambil terus mencibir, seolah tak memiliki rasa syukur.“Lihat nih, Mas. Parfum mahal. Tapi gimana, ya, hadiah dari Tante Yuni ini kok cuma beginian? Padahal dia tahu siapa aku,”“Tadi juga, kamu lihat Bu Ratna, kan? Aku tahu banget dia itu nyindir aku pas dia bilang, ‘Semoga rumah tangganya awet, ya, Nila…’ basa basi banget!”