Share

Pengkhianatan

Penulis: Money Angel
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 00:13:18

Banyak pertanyaan timbul di benak Dahlia saat melihat jajaran dua pasang sepatu yang asing di depan pintu. Tanpa menunggu lama, ia masuk ke dalam rumah dan bertanya pada sang ibu mertua yang baru saja turun tangga.

“Bu, ada tamu, ya? Itu sepatu siapa di depan?” tanya Dahlia sambil berjalan ke arah dapur untuk mencuci tangan.

“Oh, kamu. Kok baru pulang? Hebat banget sampai nggak tau kalau Ibu kelaperan? Kebangetan banget nggak sediain apa-apa di kulkas!” jawab Bu Bani ketus. Bukannya menjawab pertanyaan Dahlia, beliau malah terkesan mengalihkan pembahasan.

“Aku tadi mampir ke mal, belanja kebutuhan dapur.Belanjaannya masih pada di depan kok,” jawab Dahlia tenang, “Bu, Mas Juan kabarnya pulang hari ini. Mungkin malam nanti sampai rumah,” sambungnya dengan ekspresi bahagia.

Namun, sang ibu mertua malah terlihat biasa dan cenderung bingung bersikap, “Oh, gitu? I-iya deh, bagus,” tanggapnya kikuk. Terlebih saat Bu Bani melihat Dahlia yang berjalan menuju tangga, “Eh, Lia. Jangan naik dulu!” panggilnya cepat.

“Kenapa, Bu? Aku mau ke atas, mandi dulu. Gerah banget,” sahut Dahlia tanpa curiga.

“Ibu laper. Kamu masak dulu gih. Nggak usah mandi-mandian segala deh. Udah perih banget lambung ibu nih!” terus saja Bu Bani memberi perintah agar mengalihkan Dahlia untuk batal naik ke lantai dua.

“Oh, ya udah deh. Aku masak—,”

‘Ha ha, Mas Juan apaan sih!’

Langkah Dahlia yang awalnya batal naik ke anak tangga terbawah, seolah terpancing untuk naik setelah mendengar suara tawa wanita menyebut nama suaminya di lantai atas, tepatnya di kamarnya.

Matanya tertuju lurus pada Bu Bani, “Di atas siapa, Bu? Kok ada suara perempuan?” tanyanya bingung.

“I-itu… Ni-Nila…” jawab Bu Bani terbata, “Nila datang, terus dia numpang kamar mandi di kamar kamu karena air di kamar mandi kamar Ibu mati. Udah, kamu masak dulu aja. Ibu kelaperan, Lia!” terus saja Bu Bani bicara, berusaha mengalihkan perhatian Dahlia yang sayangnya semakin curiga.

Tanpa menjawab sang ibu mertua, kaki Dahlia mantap menapaki anak tangga yang menuntun menuju depan kamarnya.

Namun, kakinya langsung melemas, tubuhnya bergetar hebat saat mendengar suara aneh yang mirip desahan seorang wanita dari dalam sana. Ditambah lagi dengan erangan kenikmatan suara pria yang jelas ia yakini adalah Juan. 

Meskipun hancur, tapi saat itu Dahlia terus memaksa untuk lebih dekat ke pintu. Dia penasaran dengan apa yang ada di pikirannya dan berharap pendengarannya salah.

Dari pintu kamarnya yang terbuka sedikit, Dahlia mengintip dan melihat dengan sangat jelas Juan sedang melakukan aksi yang seharusnya dilakukan padanya, bukan pada wanita tanpa busana yang berbaring di ranjang pernikahan mereka.

Adegan itu begitu membuat Dahlia hancur berkeping. Bagaimana mungkin suami dan sahabatnya sendiri tega melakukan itu di belakangnya.

“Mas Juan… Nila…” sebutnya lirih sambil menahan isak tangis.

Pantas saja sang ibu mertua hanya menampilkan ekspresi aneh. Dahlia tahu kalau Ibu mertuanya itu sengaja menutupi perbuatan busuk Juan dan Nila.

Tidak sanggup lagi ia menjadi orang bodoh yang menonton adegan menjijikkan antara suami dan sahabatnya sendiri. Dahlia sudah akan melangkah pergi, tapi kalimat Juann di sela erangan menahan kenikmatan bercinta membuat Dahlia mematung seketika.

“Sabar sebentar lagi, ya. Nanti aku obrolin hubungan kita ke Lia. Aku bakalan jujur ke Lia kalau selama ini aku cintanya sama kamu,"

“Kamu yakin Lia bakalan setuju, Mas? Perempuan mana yang mau dimadu? Jujur, aku juga nggak mau jadi madunya sahabat aku sendiri, ahh..." 

"Ya mau gimana lagi? Aku nggak mungkin ceraikan Lia. Dia itu baik banget dan berjasa untuk Ibu aku. Mana mungkin aku tinggalin Lia, Babe. Walaupun aku nggak pernah cinta dia, tapi aku harus jadi manusia yang tau balas budi,"

"Tenang aja, Babe. Aku yakin Lia bakalan ngerti. Dahlia itu perempuan baik, dia nggak keras kepala, dan nggak suka ngelawan suami,"

Tubuh Dahlia membatu dengan hati yang hancur. Penghianatan dengan alasan balas budi terlihat dan terdengar begitu jelas. Dahlia tidak bisa berpikir jernih, bahkan untuk memergoki dan menghentikan kegiatan memalukan pasangan menjijikkan itu.

Dengan langkah gontai, Dahlia berjalan lagi ke arah pintu utama dan keluar dari rumahnya. Rasanya ia ingin cepat saja pergi dari rumah itu. Rumah yang menjadi hadiah pernikahan dari mendiang Nyonya Helmi Sagala untuk mereka.

“Lia, tunggu. Kamu mau ke mana?” panggil Bu Bani sambil menyusul langkah cepat Dahlia keluar rumah.

Dahlia menuju garasi—mengeluarkan mobilnya yang selama pernikahan jarang digunakan atas perintah Bu Bani. Dengan alasan mencemaskan keselamatan Dahlia kalau menyetir sendirian, mobil hanya boleh keluar saat ada supir panggilan Juan, tapi kesempatan itu malah sering kali dipakai Bu Bani mendatangi arisan sosialitanya.

“Lia, jangan bawa mobil Ibu! Nanti mobilnya lecet kamu buat!” akhirnya Bu Bani keceplosan.

Mengabaikan sang ibu mertua yang kesal karena mobil kesayangannya dipakai si pemilik asli, Dahlia terus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

“Serongsok itu aku di mata Ibu, ya? Sampai lebih penting mobil ini daripada perasaanku yang hancur!” teriak Dahlia sambil mencengkeram stir mobil sekuatnya. Wanita itu terlalu hancur sampai tidak bisa lagi menahan tanggul penahan luapan emosi di hatinya.

Ini adalah setahun peringatan pernikahannya, harusnya dirinya bahagia. Tapi apa yang ia dapatkan? Kado berupa pengkhianatan-lah yang ia dapatkan dari mertua, suami, dan sahabat sejatinya sendiri.

Langit pun serasa berduka, menangis bersama turunnya air mata yang semakin mengacaukan penampilannya.

Pikirannya yang terlalu kalut membuat fokus mengemudinya melemah. Walau hujan tidak terlalu lebat, tapi itu cukup membuat badan jalan licin, ditambah lagi dengan jalanan yang sunyi serta kecepatan mobil yang melampaui batas aman.

Semua faktor negatif itu membuat mobil Dahlia oleng dan menabrak trotoar pinggir jalan, hingga akhirnya mobil Dahlia menabrak pohon besar di pinggiran trotoar dengan keras. [Braaak!]

Semuanya terlihat gelap. Yang terbayang di benak Dahlia saat ini hanyalah kenangan yang dianggapnya bahagia tapi sebenarnya semua itu palsu.

*** 

“Di rumah sakit?” Ali bergumam, “Mau bikin apalagi sih Pak Tua ini? Ada-ada aja,” sambungnya sambil menghela napas berat.

Hampir satu jam di perjalanan, mobil Ali tiba di Rumah Sakit Grand Healthy. Pria itu langsung menuju kamar rawat sang kakek dengan langkah tergesa. Ia juga membuka pintu dengan sedikit kasar.

“Ra iso pelan-pelan Le? Salam, kek, ketuk pintu dulu, kek. Kayak nggak ada sopannya jadi anak. Tinggal di London buat adab kamu hilang, toh Le?” dari ranjangnya, Kakek 70an yang ditolong Dahlia itu mengomel. Sang Akung langsung menutup buku di tangannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   DEDEK BAYI

    Suasana hangat menyelimuti acara pernikahan Rudi dan Dian. Tawa dan doa mengalun, menandai awal baru bagi mereka berdua, juga hadirnya Ilham yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga besar Hasan. Anak kecil itu berlari-lari kecil di antara meja tamu, kadang tertawa, kadang sembunyi malu di balik gaun pengantin ibunya.Dahlia duduk di samping Ali, mengenakan kebaya sederhana namun anggun. Tangannya erat menggenggam milik suaminya, seolah masih tak percaya bahwa lelaki itu kini ada di sisinya, tersenyum, hidup, setelah dulu sempat ia hampir kehilangan. Kenangan pahit pun berkelebat—masa lalunya sebagai janda Juanda Putra yang hancur karena perselingkuhan, perjalanan penuh luka bersama Ali yang sempat ditentang banyak pihak, meninggalnya Akung, Status Rudi, munculnya Shafira dengan kehamilan, hingga malam kelam saat kecelakaan merenggut kesadaran Ali selama tiga bulan.Namun semua itu kini terasa jauh. Semua luka seakan luluh oleh hadirnya Akbar, buah hati mereka, yang kini tertawa

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   RESTU

    Rudi berdiri di hadapan Dian dan Dilan dengan napas masih memburu setelah pertengkaran barusan. Jemarinya mengepal, namun matanya justru bergetar, penuh pergulatan batin. Ia menatap Dian yang wajahnya masih pucat, lalu beralih ke Dilan yang sudah menahan diri untuk tidak melontarkan kata-kata lagi. Suasana hening, hanya bunyi napas yang terdengar. “Aku…” suara Rudi parau, serak menahan beban yang menyesakkan dada, “Aku juga baru tahu semuanya, baru sekarang, setelah tes DNA keluar.” Dian mengangkat wajahnya dengan pandangan tak percaya, seakan tak mampu menangkap maksud kata-kata itu. Sementara Dilan hanya terdiam, menunggu penjelasan. Rudi menelan ludah, suaranya bergetar namun tegas, “Awalnya… semua ini berangkat dari kecurigaan Mbak Dahlia,” “Dia lihat terlalu banyak kemiripan, bukan cuma wajah, tapi juga emosional Ilham dan Akbar. Semakin lama, semakin jelas.” Rudi memejamkan mata sejenak, menahan sakit di kepalanya, “Aku bahkan sempat menyangkal. Kupikir itu cuma sugesti

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   ILHAM ANAKKU

    Ponsel Rudi bergetar di atas meja kerja hotelnya. Ia baru saja selesai membereskan berkas meeting ketika nama temannya, pemilik laboratorium, muncul di layar. “Aku tinggal sebentar.” Pamitnya pada Dian dan Dilan. Rudi meninggalkan kamar dan mencari tempat yang hening untuk mendengarkan kabar yang dia tunggu sejak dua hari lalu. Dengan cepat ia angkat, menempelkan ke telinga. ‘Rud, hasil tes DNA yang kamu titipkan itu… sebenarnya Ilham itu—’ Kalimat di seberang sana terputus. Rudi menahan napas, keningnya berkerut, jantungnya berdegup lebih kencang. Ia memejamkan mata sepersekian detik, lalu suara sambungan telepon tiba-tiba terdengar terputus. Sinyal hilang. Rudi mendecak pelan, perasaan tidak tenang membayangi benaknya. Ia menatap layar ponsel yang kembali hening, belum berani menyimpulkan apapun. Sementara itu, di depan kamar Rudi, ada sebuah joglo kecil dengan lampu temaram dan kursi kayu. Malam Bali yang hangat hanya ditemani suara ombak jauh di kejauhan. Dila

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   TES DNA PEMBUKTIAN

    Rudi mengerjap, kembali ke kenyataan. Dadanya naik turun tak teratur. Pandangan matanya bergetar, seakan ia baru saja diseret kembali ke neraka masa lalu. “Jangan-jangan…” gumamnya, tenggorokannya tercekat. Ia tak berani melanjutkan. Rudi terdiam lama. Ingatan tentang malam penuh dosa di Golden Lotus Bay terus berkelebat di kepalanya. Nafasnya berat, wajahnya pucat. Dan entah kenapa, setiap ia menatap Ilham, ada sesuatu yang menusuk—rasa yang tak bisa ia tolak. ‘Jangan-jangan… dia…’ pikirannya mendadak kacau. Sebelum sempat ia larut lebih jauh, suara lirih Dahlia memecah lamunan, “Rudi… Mbak takut dosa, tapi Mbak harus bilang.” Rudi menoleh cepat. Dahlia menunduk, jemarinya meremas ujung bajunya sendiri, wajahnya diliputi rasa bersalah. “Mbak… nggak tahu kenapa, tapi Mbak kepikiran kalau Ilham itu anak Mas Ali.” Deg… Kata-kata itu membuat jantung Rudi makin berdegup tak karuan. Dahlia menarik napas berat, matanya berkaca-kaca. “Mbak tahu ini salah. Aku istri dia, seh

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   CERITA KELAM DIANDRA

    Malam itu… adalah malam paling kelam dalam hidup Dian. Dia sama sekali tidak sadar apa yang dilakukannya. Semua anggota tubuhnya seperti tidak lagi dikendalikan oleh pikirannya.Samar-samar, dia masih bisa ingat… kalau dia sendiri yang memulai permainan terlarang itu.Dian yang menarik lelaki itu ke dalam lingkaran dosa yang akhirnya menjeratnya sampai sekarang.Dan paginya… waktu Dian membuka mata, dia langsung tersentak. Seluruh tubuhnya bergetar begitu sadar dia hampir tak mengenakan apa-apa, hanya berbalut satu selimut tipis… bersama pria itu. Baju-baju mereka berserakan di lantai, jadi tanpa pikir panjang Dian buru-buru memungutnya satu per satu. Dian tidak berani menoleh lagi ke arah lelaki itu, apalagi membangunkannya. Dia hanya ingin lari. Lari sejauh mungkin dari kamar itu.Sejak saat itu, Dian selalu merasa hidup dalam dosa.‘Aku berdosa, Mbak… aku benar-benar berdosa…’‘Dan dosa itu semakin nyata waktu sebulan kemudian aku sadar ada nyawa kecil tumbuh dalam rahimku.’‘Awa

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   DUA BOCAH

    Di sebuah taman bermain sederhana yang punya area café kecil Akbar dan Ilham akhirnya bertemu. Akbar datang menggandeng tangan Dahlia, sementara Ilham sudah duduk di bangku taman ditemani Dian yang tampil sederhana dengan kemeja longgar dan topi. Begitu mata mereka bertemu, Akbar langsung melangkah cepat. “Eh, kamu Ilham?” tanyanya polos sambil sedikit mengangkat alis. Ilham berdiri, tersenyum tipis, “Iya. Kamu Akbar, kan?” Tanpa basa-basi, dua bocah itu langsung berjabat tangan. Dahlia dan Dian yang menyaksikan dari samping sempat saling melirik, terkejut sekaligus lega melihat anak-anak mereka begitu mudah nyambung. “Jadi kamu juga nolak dibayar uang?” tanya Akbar sambil duduk di sebelah Ilham. “Iya,” jawab Ilham santai, “aku minta uangnya buat Eyang bikin toko bunga aja. Kalau kamu?” “Aku juga gitu, minta Tante Dian supaya balik jadi cewek,” jawab Akbar sambil melirik Dian sebentar. Dian tersipu, menunduk dalam, sementara Dahlia spontan menahan tawa kecil meliha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status