Share

Kejutan

Author: Money Angel
last update Last Updated: 2025-05-05 22:34:09

Dahlia seorang anak buangan yang besar di panti asuhan. Ia berubah nama menjadi Dahlia Sagala setelah diangkat menjadi putri tunggal mendiang Nyonya Helmi Sagala, seorang janda berharta di kota.

Sebelum diasuh Nyonya Helmi, Dahlia sudah berteman dengan Nila yang datang ke panti membawa kasus hidup yang berat. Ayah yang suka main perempuan, sedangkan ibu kandungnya sudah meninggal bunuh diri karena strees memikirkan penyakit HIV yang ditularkan suaminya.

Tapi sekalipun sudah berubah nasib, ia tetap berteman dengan Nila, tidak meninggalkan sahabatnya itu, hingga siapa pun yang mengenal Dahlia, pasti tahu sosok Nila juga.

Ia bertemu Juan di kantor cabang Bandung. Saat itu Juan adalah kepala pemasaran UMKM produk Bawang Goreng yang menjadi bahan penting pembuatan snack masa kini di perusahaan tempat Dahlia bekerja.

Dari sana hubungan mereka terjalin. Waktu yang berjalan membuatnya jatuh cinta dan setuju menikah setelah Juan melamarnya. Beberapa minggu pernikahan, Bu Bani dikabarkan membutuhkan donor ginjal untuk menyambung hidupnya.

Kebetulan hanya ginjal Dahlia saja yang cocok menjadi donor, jadi dengan rasa sayang yang besar pada ibu mertuanya, ia bersedia membagi ginjalnya untuk sang ibu.

Hidup mereka semakin bahagia dalam keluarga, tapi itu hanya sementara, sebelum Bu Bani yang sudah sehat, menuntut cucu dari Dahlia. Akan tetapi Bu Bani tidak tahu kalau ginjal menantunya-lah yang sudah diberikan padanya. Dan hal itu membawa sedikit banyak pengaruh pada kehamilan.

Dengan ginjal yang hanya satu dan kondisi Bu Bani yang mudah drop, Juan menyarankan agar mereka merahasiakan kondisi itu dan tidak melakukan penyatuan tubuh sampai kondisi sang istri sudah normal. Karena hal itu pula, Juan dengan mudah mengambil promosi kenaikan jabatan di kantor Lia bekerja, dengan menjadi penanggung jawab gudang snack baru di Papua selama setengah tahun.

Stress karena pekerjaan kantor dan harus dibunuh rindu dengan hubungan jarak jauh dari suami, ditambah lagi dengan tuntutan mertua membuat tubuh Dahlia yang langsing dan wajah yang terawat, perlahan mengembang karena pola kesehatan yang kacau. Hal itu yang sering menjadi perbandingan dirinya dengan Nila yang selalu berpenampilan anggun dan menawan.

Dahlia memilih diam untuk menjaga perasaan sang ibu mertua agar tidak terluka dan terus membiarkan dirinya yang disalahkan. Toh, ia masih punya Juan yang menyayanginya dan tidak terlalu menuntut anak untuk sementara waktu. Asalkan tetap dicintai sang suami, ia yakin bisa bertahan.

***

Kabar kepulangan Juan membuat Dahlia senang. Meskipun sang suami tidak mengabarinya apapun, tapi sebagai atasan Juan, Dahlia bisa tahu kapan hari yang dinantinya itu tiba.

“Kamu mau kasih aku surprise ya, Mas? Emangnya kalau nggak ngabari aku kamu pulang hari ini, aku bakalan nggak ngeh apa?” Dahlia bergumam sambil senyum-senyum sendiri. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas sandang, lalu beranjak dari kursi kerja dan beranjak dari ruangannya.

Sepulang kantor, Dahlia berencana ke mal, berbelanja pakaian baru yang sedikit terbuka, guna memberikan kejutan indah pada sang suami. Singkatnya, Dahlia memasuki toko yang di bagian etalase depannya memampangkan banyak model pakaian dalam wanita.

“Apa ada yang ukuran aku, ya? Kalau pakai begituan apa nggak mirip bungkusan lontong banget?” gumamnya pelan saat matanya jelalatan memandangi deretan pakaian kurang bahan khas seragam dinas para istri malam hari.

“Mau saya bantu milih, Teh?” pertanyaan seorang wanita yang entah kapan di sampingnya membuat Dahlia kaget. Dengan kikuk, ia pun mengangguk pada penjaga stand.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi pelayan toko tersebut memilihkan 2 pasang pakaian dinas yang pas untuk Dahlia sekalipun ukuran tubuh wanita itu terbilang padat berisi.

“Selamat pakai, Teteh. Semoga suaminya suka dan Teteh-nya disuruh belanja lagi di sini,” ucap pelayan toko tersebut saat memberikan paperbag berisi belanjaan Dahlia.

“I-iya, makasih…” dengan wajah yang memerah malu, Dahlia berucap cepat dan beranjak dari sana. Bukan tanpa alasan, tapi ia memang tidak ingin membuat wajahnya semakin merah karena malu saat pelayan toko terus menghujaninya dengan banyak angan-angan indah malam kebersamaan dengan Juan.

Namun, baru saja ia keluar dari toko tersebut, perhatian Dahlia teralihkan pada teriakan seorang pria dari arah belakangnya.

“Copet! Tolong!” seorang pria berusia lanjut terlihat terpincang mengejar pria berpenampilan urakan di depannya sambil berteriak.

Dahlia yang tahu kalau kakek tadi butuh pertolongan, langsung berancang-ancang menaikkan rok span-nya sedikit ke atas dan mulai maju. Saat sang copet sudah berlari mendekat ke arahnya, Dahlia sengaja melangkahkan kakinya lebar, dan… bruuuk!

Pencuri yang berlari langsung tersungkur mencium ubin yang kotor saat ini.

“Brengsek nih cewek. Mau cari masalah sama gue Lo, ya?! Dasar gembrot!” sang copet marah dan langsung bangun, berdiri tegak di depan Dahlia yang sudah disusul kakek tua tadi.

“Biar saya aja, Kek. Kaki Kakek lagi sakit, kan?”

Wajah termangu sang pria tua tidak bisa membohongi keheranannya, “Tapi, Nak? Dia—”

“Banyak bacot Lo pada!” Si Copet berteriak sebelum maju dengan kepalan tangan yang ia tujukan tepat pada Dahlia. Tapi sialnya, wanita cantik berseragam kantoran itu mengelak ke samping.

Tidak sampai di situ saja, Dahlia dengan cepat menarik tangan copet tersebut dan memelintirnya ke belakang dengan erat. Si Copet kesakitan. Keributan yang terjadi dengan cepat membuat orang sekitar yang melintas berkumpul. Hingga pada akhirnya pencuri tersebut ditangkap dan digiring pengunjung mal ke pos keamanan terdekat.

Dahlia mengambil sebuah clutch di lantai yang ia yakini adalah milik pria tersebut. Merek mewah clutch itu sempat membuat Dahlia mengangkat sebelah alisnya.

“Ini dompetnya, Kek. Lain kali bawa barang mahal gini hati-hati ya, apalagi Kakek sendirian,” ucapnya sambil menyerahkan pada si Kakek tersebut.

“Ah, iya, Nak. Terima kasih banyak. Tapi saya memang agak kurang awas dan nggak sadar ada copet. Maklum, umur Kakek hampir 70an, haha,” jawab si Kakek sambil terlihat membuka isi clutch-nya. Dari dalamnya pria tua itu mengeluarkan sekitar lima sampai enam lembar uang kertas berwarna merah muda, lalu disodorkan ke Dahlia.

“Ini, Nak. Buat kamu. Pakaian kamu jadi kotor, moga aja kalau di masukin laundry bakalan bersih, ya,” ucapnya lagi yang ternyata memperhatikan pakaian Dahlia.

“Ah, nggak usah, Kek. Bisa saya kucek sendiri. Saya juga ikhlas nolongin Kakek,” tolak Dahlia, “Saya ada urusan. Saya tinggal ya, Kek!” sambungnya langsung menghindar dan langsung berjalan menghilang dari tempat itu.

“Eh, Nak! Tunggu dulu. Kakek belum tau nama kamu!” teriak si Kakek saat Dahlia berlalu. Tapi Dahlia hanya melambaikan tangannya lalu mengacungkan ibu jari, seolah mengatakan ‘Aman, Kek!’

“Akung!”

Pria itu berbalik ke belakang, tepatnya pada seorang pria yang setengah berlari mendatangi si kakek. Pria itu itu terengah, wajahnya terlihat panik ketika menghadap pria yang ditolong Dahlia tadi, “Akung ke mana aja? Baru ditinggal ke toilet aja langsung hilang!"

“You know me?”

“Aduh, Akung… Jangan pura-pura nggak kenal gini, dong. Pakai Bahasa Indonesia aja, ya? Akung juga tau saya nggak ngerti Bahasa Inggris. Wong Ndeso aku iki, Kung…”

Pria tua yang dipanggil Akung (Kakek-dalam bahasa Jawa) itu terkekeh, “Sengaja, biar kamu kapok. Lagian lama banget kamu. Nggak sopan nyuruh orang tua nungguin kamu buang hajat gitu."

“Maaf dong, Kung. Proyek dadakan, hehe... Ayo, kita jalan. Den Ali udah nungguin di rumah Akung,” Pria tiga puluh tahun bernama Rudi berseru dan mengajak Kakek Sepuh itu untuk ikut dengannya.

“Akung nggak mau pulang. Akung juga punya proyek dadakan. Maunya ke rumah sakit aja. Anterin Akung, yuk!” sahut Sesepuh itu enteng.

“Ngopo ke rumah sakit tah? Iki opo meneh, Gusti…” gumaman Rudi itu tidak bertahan lama saat Sepuh tadi berjalan cepat hendak menghindarinya, “Akung, tunggu!” teriaknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Hadiah Untuk Kakak Hebat

    Semenjak sepeninggal Akung, Rudi jarang ke kantor. Dia lebih senang di rumah, meresapi sisa sisa kehadiran Akung di setiap sudut rumah.Seperti saat ini, Rudi sedang merapikan rak pot bunga yang dulu biasa diurus Akung. Ia juga mulai terbiasa menyapu halaman, menyiangi rumput, bahkan duduk setiap pagi di kursi tua Akung sambil membaca koran bekas.Beberapa pembantu rumah mulai akrab dengan tingkahnya. Bahkan, beberapa tetangga mulai menyapa pelan. Bagaimanapun, kabar sudah tersebar bahwa bukan hanya Ali yang menjadi tuan rumah itu, tapi juga Rudi.Tapi tak semua orang senang tentunya. Seperti, Tante Nuri.Tante Nuri yang baru keluar dari dapur langsung pasang suara sinis sambil menatap Rudi dari teras.“Halah… gaya banget, ya. Baru juga ketahuan anak haram, udah mau jadi pemilik rumah ini? Dasar darah dari luar pagar!”Rudi mendongak sebentar. Tapi ia memilih diam, kembali menata pot bunga.

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Hubungan Yang Berubah Canggung

    Ali berdiri memunggungi bangku taman, memandangi pohon-pohon di kejauhan. Tidak lama, Rudi datang dengan langkah pelan.“Den Ali… katanya manggil saya ke sini?” tanya Rudi, ragu.“Iya. Duduk aja,” jawab Ali tanpa menoleh. Enggan sekali rasanya melihat wajah Rudi ada di hadapannya.Rudi duduk perlahan di bangku. Keheningan melingkupi mereka beberapa detik.“Gue udah nonton isi flashdisk dari Pak Harlan,” kata Ali akhirnya.“Oh… iya? Terus… isinya apa? Akung nggak salah ngasih warisan sebanyak itu ke saya, Den?” tanya Rudi.Ali menatapnya lurus. “Nggak salah. Karena Lo bukan cuma anak angkat Akung, Rud.”Rudi mengernyit, “Maksudnya?”“Lo ternyata adik kandung gue,” ujar Ali pelan tapi tegas.Rudi membelalak, “A-adik kandung? Gimana ceritanya, Den?”“Ayah kita… sama,” Ali mengoreksi, “sebelum nikah sama ibu gue, dia udah nikah siri sama ibu Lo. Dan Lo, anak dari pernikahan itu.”Rudi menu

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Dia Adikku

    Langit mendung menggantung di luar jendela, dan angin pelan membuat tirai tipis bergoyang. Suasana rumah besar itu masih dipenuhi aroma bunga duka. Keluarga besar duduk diam. Beberapa saudara sepupu berbisik pelan. Di tengah ruangan, Ali duduk dengan punggung tegak, tangan Dahlia menggenggam erat jemarinya.Tiba-tiba, suara mesin mobil berhenti di halaman depan. Tak lama kemudian, ketukan terdengar di pintu.Seorang asisten rumah tangga membuka pintu, lalu masuklah seorang pria berumur lima puluhan, mengenakan jas rapi warna abu tua. Wajahnya tenang, rapi, dan penuh wibawa.“Pak Ali, ini Pak Harlan… pengacara almarhum Bapak Jumali Hasan,” seorang pria yang lebih muda—asisten Pak Harlan—memperkenalkan bosnya.Pak Harlan melangkah masuk, sedikit membungkuk untuk sapaan singkatnya, “Permisi. Mohon maaf datang di saat duka. Saya Harlan, pengacara pribadi mendiang Bapak Jumali Hasan. Saya ke sini untuk menyampaikan is

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Akung Dalam Kenangan

    Doa pun dikumandangkan, mengiringi tubuh yang akan menyatu dengan bumi. Suara pelan ustaz, suara isak dari beberapa pelayat, dan suara angin lembut menjadi latar kepergian itu. Ali akhirnya melangkah maju, menggenggam sekop pertama. Dengan tangan itu yang dulu dibantu Akung untuk memegangnya saat belajar jalan, kini dengan tangan ini Ali menguburkan tubuh kakenya sendiri. Seketika tubuh Ali limbung. Satu sekop tanah yang ia jatuhkan, seakan ikut menjatuhkan setengah jiwanya ke dalam lubang itu. Air mata tak bisa lagi ia tahan. Tapi tetap tak ada suara tangis. Hanya wajah yang basah dan beku. Dahlia menyentuh lengan Ali dengan lembut saat prosesi selesai, tapi pria itu tetap diam. Matanya masih tertuju pada tanah merah yang menutup lubang itu perlahan, yang pada setiap sekop tanah terdengar seperti pukulan keras ke dada. Sementara Rudi merunduk, membisikkan doa terakhir sambil menahan

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Akung Setengah Dunia Ali

    Sampai hari berganti dan para pelayat sebagian besar pergi untuk datang lagi di acara pemakaman nanti, tapi Ali masih duduk di lantai marmer dingin itu.Di hadapannya, tubuh Akung terbujur kaku. Tak ada lagi suara napas berat atau gerutu khas saat pagi datang. Tak ada suara Akung memanggil namanya, tak ada tangan hangat yang menepuk pundaknya.Dan seketika dunia Ali terasa hening, tak ada suara, tak ada waktu, hanya detik-detik hampa yang menusuk dada.Pelan-pelan, air matanya kembali jatuh. Ia tidak bisa berhenti menangis, meski tidak ada suara dari bibirnya. Hanya wajah yang kusut dan mata yang sembab.

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Dunianya Runtuh

    Sinar matahari menari pelan di sela tirai, menyentuh kulit dua insan yang masih terbungkus selimut hangat. Nafas mereka tenang, dengan tubuh mereka masih bertaut, seperti enggan berpisah dari malam yang telah mereka lalui.Dahlia terbangun lebih dulu. Ia menatap suaminya yang masih terlelap dengan rambut berantakan dan wajah damai, wajah yang malam tadi membuatnya lupa segalanya.Dengan lembut, ia mengecup dahi Ali, “Pagi, Mas…” bisiknya manja.Ali membuka mata perlahan, mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya tersenyum lelah, “Hmm… pagi… istri tercintaku yang bikin aku gempor.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status