Home / Horor / MARNI / Bab 5

Share

Bab 5

Author: Dian Kzubi
last update Last Updated: 2023-08-04 16:57:39

__________🖤__________

Suara serak sedikit terdengar begitu dekat. Membuat bulu kuduk meremang. Hawa panas terasa menjalar ke seluruh tubuh. 

"Giliramu!"

Angga merasakan itu, namun tak menggubrisnya. Dia memilih untuk segera merapikan kamar ayahnya.

Beberapa orang tampak berbincang tentang k e m a t i a n Pak Radhi. Kejadian aneh pun di sangkut-pautkan karena k e m a t i a n n y a terlalu mendadak.

"Kok bisa ya, Pak Radhi pas sekali meninggal tadi malam, dan kenapa bisa ada di kamar ganti si Marni?" ucap wanita bertubuh gempal itu, sambil mengaduk adonan terigu yang telah di campur sayuran-sayuran.

"Iya, ya. Apa jangan-jangan! Marni ... " Wanita kerempeng dengan bedak tebal ala biduan kondang menimpali dengan serius.

Ningsih paham betul dengan gosip yang mulai merembet membawa nama putrinya. Jelas tidak mungkin jika putrinya penyebab kematian Pak Radhi. Apa untungnya?

"Heh, cangkemmu ojo sembarangan. Wong Marni kui balek Karo aku, kok."

**"Heh, mulutmu itu jangan sembarangan. Marni itu pulang bareng sama aku, kok." Ningsih sedikit tak terima putrinya di gosipkan.

"Enggak usah nyolot juga dong, Bu. Saya kan, cuma berargumen," kilahnya.

"Berargumen, e n d a s m u!!! Nek ngloroni atiku karo anakku, iku dadi fitnah. Nem!"

**"Berargumen, k e p a l a m u!!! Jika itu membuat sakit hati aku dan anakku, nanti jadinya fitnah. Nem!"

Rinem mendelik karena teguran Ningsih. Padahal dia baru saja sekedar menduga-duga.

"Sudah, kami minta maaf, Bu Ningsing, Lagian Marni itu kan pendiem, mana mungkin juga."

"Meminta maaf, tapi ujung-ujungnya mengejek juga," batin Ningsing.

Angga sekilas mendengar keributan itu. Tetapi benar juga, Marni itu lembut, tak mungkin Marni m e m b u n u h ayahnya. Bagaimana caranya? Tidak ada bukti k e k e r a s a n di tubuh Pak Radhi.

"Ibu-ibu, sudahlah jangan di ungkit lagi. Ini sudah takdir bapak saya. Minta do'anya saja, moga husnul khotimah." 

"Aamiin ... " jawab mereka bersamaan.

Malamnya setelah acara tahlilan yang pertama selesai. Suasana dirumah-rumah mendadak sepi. 

Bapak-bapak yang mendapatkan giliran ronda berkumpul di pos dengan sedikit takut. Pasalnya rumor k e m a t i a n Pak Radhi masih terus di bicarakan para warga.

"Menurutku wajar saja kok, jika Pak Radhi di temukan meninggal, di ruang ganti si Marni itu. Bukannya Pak Radhi itu salah satu pimpinan penyelenggaraan hajat bumi semalam.

Mungkin, dia kesana hanya sekedar mengecek keadaan, tapi ternyata malah keburu ajal menjemput."

Teman-teman Aji nampak manggut-manggut, mendengar penjelasan itu.

"Tapi, istriku menceritakan kejadian yang aneh-aneh, jadi sampe sekarang bulu kudukku merinding. Di tambah lagi rasanya malam ini seperti berbeda," eluh Wandi.

Salah satu diantara mereka tertawa. "Eh, Wandi. Istrimu pasti kebanyakan baca novel gratis di grup f* itu, yakin deh ceritanya enggak' tamat. Jadi istrimu menyimpulkan sendiri ending ceritanya."

"Hm. Rupanya gitu," jawab Aji terkekeh.

Tiba-tiba angin berhembus, menambah kesan mistis malam itu, sunyi sepi. Samar terdengar ghendingan mengalun dan wangi bunga kantil bersemilir.

"Ji, kok, hawanya begini ya?" Wandi celingak-celinguk sambil terus memegangi tengkuk.

"Hawanya dingin, kan?" Dani menambahi.

Blukkh!

Ketiganya kemudian di kejutkan benda jatuh tepat diatas atap pos ronda. Wandi dan Dani sontak meloncat mendekati Aji.

"Itu apa ya, Ji. Bulu kudukku merinding, ini!"

"Ayok kita cek!" ajak Aji pada kedua temannya.

Keduanya beringsut mundur, wangi bunga kantil semakin terasa di indera penciuman. Aji pun turun dan keluar dari pos untuk memastikan. Dia melihat ke atap, tapi tidak ada apapun. Hanya saja, ghendingan itu makin terdengar. Rasanya mustahil jika warga yang memutar lagu itu.

Aji beranjak kembali ke pos ronda, tapi lampu tiba-tiba padam, biasanya jika lampu padam orang-orang ramai bersuara, ini tidak, tetaplah sepi sunyi. 

"Ji, kemarilah," ucap Dani.

Aji melihat senter yang menyala. Senter itu milik Dani. Segera Aji mencoba mendekat karena jaraknya memang tidak seberapa. Namun dari sebelah kiri seperti ada bayangan seorang wanita menari. Bulu kuduk meremang, sosok itu terlihat menari, namun Aji enggan menyapa. Dia meyakini itu adalah sebuah halusinasi. Dengan mata utuh tanpa kelopak, mulut menganga membuat b e l a t u n g itu berjatuhan.

"Setaannn ... !" Aji terbirit meninggalkan teman-temannya yang masih di pos ronda.

Sambil berlari, Aji berusaha menghidupkan baterai di gawainya. Jalanan begitu gelap seolah rumah-rumah yang sedari tadi dia lintasi terasa tak berpenghuni.

Baru saja berhasil menggidupkan baterai, Aji tersandung sesuatu, hingga membuatnya terjatuh. Panik, keringat mulai membanjiri keningnya. Hal tak terduga terjadi begitu menguras tenaga, antara percaya dan tidak, tapi nyatanya ini sungguh terjadi.

Aji terduduk, menerangi sesuatu yang telah membuatnya terjatuh.

"Aaa ... aaaa!!!" teriaknya histeris.

Aji begitu panik saat melihat Pak Radhi dengan muka yang sangat m e n y e r a m k a n, terbaring di tengah jalan.

"Astagfirullah, astagfirullah! Pocong ...," pekik Aji.

Rasanya dia lemas dan tak bertenaga, namun ketakutannya membuat dia berusaha tetap lari. Dalam pikirannya masih bertanya-tanya, apakah dia berada di alam lain?

"Astagfirullah, jangan ganggu, mit-demitt!!!" ucap Aji agak tertahan, ketika kaget melihat sosok itu kembali ada di hadapannya.

Gelak tawa itu semakin membuat bulu kuduk berdiri, rasanya merembet merasakan ingin kencing. Namun dalam hati, Aji terus membaca surat sebisanya dan seingatnya. Justru disaat genting seperti ini, dia begitu sulit mengingat surat yang biasanya hafal.

Tiba-tiba sosok itu mendekat.

"Groooakh ... !"

Pandangan Aji seketika gelap. Namun tak lama, samar terdengar suara Dani dan Wandi memanggil.

"Ji, bangun! Kenapa tidur disini?" Dani dan Wandi membopong tubuh Aji masuk ke pos ronda, mereka melihat Aji tiduran di tengah jalan, setelah beberapa menit di panggil tak kunjung datang.

"Ji-Aji?" teriak Wandi.

Terlonjak Aji bagun. Dia meraba tubuhnya yang ternyata masih utuh. Dia melihat sekeliling, ternyata dia beserta teman-temannya masih berada di pos ronda. Suasana masih gelap dan sunyi, pertanda listrik belum menyala.

Gelagapan Aji mengajak Dani dan Wandi pulang. Rumah mereka tidak terlalu jauh, hingga mereka cepat sampai. 

Aji segera berjalan menuju rumahnya dan masuk. Namun anehnya di dalam rumahnya begitu terang. Istrinya membukakan pintu dan menutupnya kembali.

"Dek, bukannya mati lampu. Kapan hidupnya?" tanya Aji dengan begitu lemasnya, karena kejadian tadi.

"Mati lampu? Enggak mati lampu kok, Mas. Dari tadi aku aja masih nonton TV." 

Degh.

Istri Aji membuka sedikit tirai rumah, menengok keadaan di luar kemudian menutupnya kembali.

"Tuh lihat, Mas! Terang-benderang kok dari tadi. Mas menghalu kali." 

Aji cemas, bukannya dari tadi memang mati lampu. Berjalan pulang kerumah saja dia menggunakan baterai. Bagaimana bisa istrinya mengatakan tidak mati lampu.

"Mas, ayo. Lebih baik kita tidur. Hkhrammm ... "

Suara serak itu membuat Aji ingin berteriak.

_________🖤_________

 Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MARNI   Bab 20 TAMAT

    Bab 20 TAMAT________🖤_______"Aku akan melenyapkan Yudha, ingat itu! Ragamu yang akan aku gunakan. Jadi patuhlah!" Sukma itu perlahan pergi meninggalkan raga Marni yang tak berdaya."Mas lihat, Mbak Marni pingsan!""Masha Allah." Segera Angga melepas ikatan yang ada di tubuh Marni. "Ya Allah, Sayang ... Maafkan Mas, ya," ucap lirih Angga sambil membopong Marni ke dalam kamar. "Tidurkan dikamar ini Mas!" Vio membukakan pintu kamar yang telah dia siapkan untuk kedatangan Angga beserta keluarga."Ya Allah, nduk. Piye Iki, kowe kok urung mari mari,"**"Ya Allah, nak. Bagaimana ini, kenapa kamu belum sembuh juga," ucap lirih Ningsih dengan memijit-mijit lengan putrinya setelah dibaringkan."Sabar, Bu." Angga menjawab dengan nada lesu. Dia begitu lelah."Mbak Marni kenapa Mas? Aku mau tahu!""Dia kerasukan," jawab Angga melamun."Sudah kuduga kalau itu kerasukan. Tetapi kenapa? Mas Angga seperti sudah paham betul, apa Mbak Marni sering seperti ini?"Angga hanya mengangguk dan bertatap se

  • MARNI   Bab 19

    Bab 19___________🖤________Vio melihat Bi Sumi sedang berjalan ke arahnya dengan tergopoh-gopoh. Sepertinya tamu yang di tunggu sudah datang."Ada apa, Bi? Mas Angga sudah datang?"Bi Sumi berhenti tepat di hadapan Vio dengan mengerem kasar langkangnya. Napasnya dia atur sebelum berbicara, membuat Vio menggeleng dengan tingkah Bi Sumi yang sedikit konyol dan gerusa-gerusu."Makanya Bi, jalan tuh, pelan dong!" Vio berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Bi Sumi sebelum dia berbicara apapun, karena dia tengah berusaha mengumpulkan kata untuk bicara. Akan tetapi Vio terburu pergi meninggalkannya dan memilih melihat sendiri siapa yang datang.Belum sampai ke pintu utama, perempuan berbaju sexy itu bangkit dari duduknya diruang tv."Hay lady!" Bola mata Vio memutar, jengah melihat tamu yang dia kira istimewa itu.Perlahan Reysa melangkah mendekati Vio."Jangan begitu dong, Sayang. Judes banget sih!" Bibir tipis milik Reysa tersenyum licik pada Vio, kemudian jari lentiknya menjawil dagu V

  • MARNI   Bab 18

    Bab 18________🖤_______"Yudha, tolong aku!"'Degh, suara itu ... 'Yudha sangat mengenali suara itu. Seketika dia langsung menoleh ke sumber suara."Ratih?!" ucapnya sedikit tercekat, bertahun-tahun tak bertemu rasanya ini mustahil. 'Kenapa Ratih bisa berada di tempat seperti ini?'"Ratih?!" Yudha mendekat, tapi Ratih seolah menjauh, padahal tubuh Ratih terikat di sebuah pohon besar dengan luka-luka lebam."Yudha, tolong!" pekiknya lagi, namun semakin berlari, Ratih semakin sulit di raih."Jangan hampiri siapapun, jika kau mau selamat!" Suara nenek itu terdengar di telinga Yudha, tapi wujudnya tak ada. Aneh. Itu aneh. Hanya remang sekelebat bayangan tubuh bungkuk sang nenek yang menjauh. Begitu membuat bulu kuduk Yudha meremang.Akan tetapi, ia kembali melihat ke arah sana, jika tak menolongnya, bagaimana dengan Ratih? Dia sangat butuh bantuannya. Siapa yang tahu, mungkin setelah dia berhasil menyelamatkan Ratih, tentunya Ratih bisa memaafkan kesalahannya di masa lalu. Dia akan kemb

  • MARNI   Bab 17

    Bab 17... ____________ ..."Baiklah sayang aku pulang dulu, nanti Vio marah jika aku pulang terlambat!" Lelaki itu memakai pakaiannya kembali setelah mandi, jika tak mandi bisa-bisa Vio curiga, bahwa dia baru saja melakukan p e r g u l a t a n panasnya bersama Reysa. "Hah ... Putrimu lagi. Aku bosan mendengarnya. Padahal kita bisa lakukan lagi beberapa kali," rengek wanita itu sambil menyibakkan selimut dan mulai menutupi tubuh p o l o s n y a."Maaf ya, kita lakukan lain kali, malam ini, cukup." Dia mencium kening wanita itu lalu ke bibir, perlahan pergi dan menutup pintu."Hihhh ... kesal aku pada bocah, s i a l a n itu," ucapnya marah dan melempar selimut yang menutupi tubuhnya. Dia beranjak ke kamar mandi."Lihat saja, nanti setelah aku resmi jadi istri Yudha, perempuan itu harus bisa tersingkir," gerutu Reysa kesal.___________Deru mesin mobil berhenti, Vio melihat dari atas balkon kamarnya, bahwa Papanya telah pulang. Dia melihat jam di ponselnya, pukul 21.00 WIB. Ternyata Pa

  • MARNI   Bab 16

    Bab 16__________🖤_________Sampai di rumah Marni turun dari mobil dengan menutupi seluruh wajahnya dengan kerudung. Banyak orang menatap Marni dengan sinis, dia menyadari itu tanpa harus melihat mereka. Namun tak sepatah katapun dari mereka yang berani berbicara, mungkin takut. Semua itu membuat Marni tak nyaman, dia merasa enggan untuk tinggal di rumah itu lagi. Dengan alasan trauma, Marni meminta pindah rumah. Apalagi tatapan sinis dari warga membuat Angga dan Ningsih tak tega atas kesembuhan mental Marni. Untuk itu mereka tetaplah pulang untuk membereskan barang, dan Angga berniat membawa Marni pergi ke luar daerah."Dek, bagaimana jika kita pergi ke kota, kita tinggal sementara di rumah om-nya Mas." Angga mendekati Marni yang sedang duduk di tepi ranjang. Marni menunduk, melihat baju gamis pemberian suaminya kemarin. Dia melihat pantulan cermin di hadapannya, dia begitu tertutup dengan baju yang dia kenakan."Mas, masih punya keluarga?" tanyanya sambil menoleh pada suaminya."M

  • MARNI   Bab 15

    Bab 15____________🖤__________***"Mas, aku nggak terima! Kenapa tubuhku penuh dengan luka bakar?! Apa yang terjadi Mas?" amuk Marni pada Angga.Dipegangnya wajah, kepala, hingga tangan dan kakinya yang penuh perban. Rasanya pun perih juga panas, terasa gerah ingin membuka semuanya. Perlahan, dengan isak tangis dia mencoba membuka selotip yang merekatkan diperban tersebut."Aaa ... !!! Sakit Mas!!!" pekik Marni saat membuka perban di kakinya."Sabar Dek, ini ujian buat kita. Aku janji, akan temani kamu sampai sembuh." Angga berusaha memegang tangan istrinya yang terus memberontak."Aku, akan balas dendam, Mas." Wussh!!!Angin kencang seperti menerpa keseluruh ruangan. Seolah pertanda buruk kian menanti, mendengar penuturan Marni yang sangat buruk didengar."Istighfar, kamu Dek!!!" Telunjuk itu, berhasil membuat Marni tercegang. Angga bahkan hampir saja kelepasan menampar Marni."Jaga ucapanmu, Dek. Jika masih mau, aku lindungi!!!" tegas Angga. "Lagian siapa yang menyuruhmu seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status