โKenapa ya, kamu ini malah pergi ke tempat-tempat yang bahaya?โ keluh Bu Siti Marfuโah.Perempuan itu tampak sudah pasrah melihat Rega sudah bersiap-siap untuk pergi ke ibukota, karena siangnya ia akan bertolak ke Aceh bersama rombongan relawan. Selang dua hari setelah menghubungi rekan-rekan almamater kampus, Rega dan Pak Mangara ikut dalam rombongan relawan.โBahaya apanya, Bu? Di sana kan justru banyak orang butuh bantuan.โโKita gak tahu kalau gempa susulan nanti datang, gimana?โโDoain Rega yang baik-baik, Bu. Dateng ke sana baik-baik aja, pulang pun selamat. Setuju?โโTerserah kamu aja lah.โPergi ke Aceh bersama relawan, tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Bu Siti Marfuโah pada awalnya. Namun, saat Rega mengatakan dia harus ke sana, karena mendampingi atasan, akhirnya mau tidak mau Bu Siti Marfuโah melepaskan izin. Tetap saja Bu Siti Marfuโah selalu memberikan mimik wajah khawatir berlebih, sebelum Rega benar-benar berangkat.โBerapa lama kamu di sana?โ tanya sang ibu. โEngg
Aisyah.Nama itu terus terngiang-ngiang di batin Rega, saat semalam Bu Siti Marfuโah menyebut lagi. Tidak ada pembicaraan panjang setelah itu, karena Rega langsung pergi ke masjid. Menghindar, iya. Akan tetapi, dia juga tak mau dituduh terus memupuk harapan tak pasti pada sosok bernama Aisyah selama bertahun-tahun.Rega tidak memungkiri, bahwa dia tidak melupakan Aisyah.Sosok Anchie Phey yang sudah mengikrarkan hatinya untuk menjadi muslimah. โRega!โ Pintu kamar setengah digedor dari luar. โKamu tidur lagi abis Subuh, heh?โโEnggak, Bu.โ Rega membuka pintu kamar, dan melihat sosok sang ibu sudah berdiri di depan sana. Salah satu tangannya menenteng rantang dari bahan stainless. โIni Syafa bawain sarapan. Cepet, kita makan dulu.โ Bu Siti Marfuโah langsung meletakkan rantang ke atas meja. โKamu ajakin Syafa masuk, biar kita makan sama-sama.โโIbu aja lah. Rega mau keluar ini.โโLho? Mau ke mana?โโOlah raga!โKarena tidak mau dipusingkan oleh masalah percintaan, Rega bergegas keluar
Sebuah tepukan keras mendarat di bahu Rega, sehingga pemuda yang sedang mendengarkan musik dari pemutar MP3 itu tersentak kaget. Rega menoleh dan melihat sosok pemuda lain berambut plontos duduk di sampingnya.โTapa terus,โ komentar pemuda itu sembari terkekeh pelan.โDengerin lagu,โ balas Rega enteng.โEh, dengerin tuh nasihat orangtua. Bukan lagu.โโOrangtua yang mana? Yang lo denger aja nasihat orangtua botolan.โโAnjir, setan!โPemuda itu tergelak keras. Namanya Robby, satu almamater dengan Rega. Mereka sama-sama mengambil lanjutan advokasi, dan magang di kantor advokat yang sama. Robby dan Rega memiliki sifat yang bertolak belakang. Rega lebih cenderung diam, sedangkan Robby ke mana-mana antara membuat suasana heboh atau kacau. Akan tetapi, mereka selalu kompak. Bahkan orang-orang di kantor advokat, selalu menganggap keduanya โpartner in crimeโ. Yang sebetulnya, Rega amit-amit dalam hati.โMakan dulu, lah. Biar otak lancar,โ celetuk Robby.Dia memesan sepiring ketoprak di mana t
Matahari sudah menggeliat bangun dari peraduan, dan sinarnya mulai memasuki celah jendela. Phey duduk dengan tenang di teras, menunggu Pak Yono memanaskan mobil, dan setelah itu mereka segera kembali ke ibukota.Kali ini Phey siap pergi tanpa rasa gundah, dia sudah benar-benar tenang.Bahkan merasakan bahagia.โNon Phey, itu kok gak diminum teh manisnya? Nanti keburu dingin,โ tunjuk Bu Puji pada secangkir teh yang ia suguhkan di meja, dan belum disentuh sama sekali. Wajah perempuan itu tersembul dari balik pintu.โMau kok, Bu. Ini tunggu nasinya turun, saya kekenyangan. Abis nasi goreng buatan Ibu enak banget, sampai nambah.โโAduh, cuma nasi goreng, apa enaknya? Non Phey ini suka berlebihan aja, ah.โโBu, sekarang nama saya jadi Aisyah. Jangan panggil Phey lagi.โ Phey terkekeh pelan.Aisyah.Itu nama yang Phey pilih setelah mengikrarkan syahadat. Meski butuh waktu untuk membuat orangtuanya menerima pilihannya kelak, tetapi Phey sudah bertekad untuk mengubah identitas. โOh iya, Non A
Phey masih berdiri mematung di depan rumah Bu Siti Marfuโah, bingung karena rencana yang telah dibayangkan mendadak buyar. Kata tetangga Bu Siti Marfuโah sedang pergi bersama ibu-ibu pengajian ke Banten, sejak pagi tadi. Lalu Rega ke kampus, dan entah pulang kapan. Bahkan menurut penuturan tetangga, Rega sering pulang larut malam.โGimana, nih?โ gumam Phey pelan sembari mengembuskan napas berat.Meski kecewa, akhirnya Phey putuskan kembali ke kediaman Pak Yono. Jika memang ia tidak bisa bertemu dengan Rega, maka memang itu yang harus ia terima dengan lapang dada. Namun, baru saja hendak melangkah, Phey melihat sebuah motor mendekat, dan suara derumannya ia kenali betul.Motor Rega!Laju motor melambat, dan berhenti di hadapan Phey. Wajah Rega tidak bisa berbohong, dia begitu terkejut melihat gadis pujaannya ada di sana. Bergegas Rega turun dari motor, membuka helm dan menghampiri Phey. Dia tidak berkata satu patah kata pun. Dalam hatinya, Rega ragu. Teringat akan permintaan Bu Siti M
Perbedaan keyakinan itu seperti dua sisi mata pedang. Jika tidak berhati-hati, maka salah satu akan tersakiti. Maka tidak sedikit yang memberi petuah bijak, baiknya tetap mencari sosok yang satu iman. Bahkan satu keyakinan pun, belum tentu memiliki visi dan misi yang beriringan. Apalagi jika berbeda?โKita sendiri tahu, beda umur yang jauh bisa jadi gunjingan orang. Menikahi duda atau janda, bisa dicibir juga. Mau enggak mau, kita enggak bisa menutupi penilaian orang-orang, Rega,โ ujar Pak Ustaz.โYa, kan tinggal gak perlu digubris, Pak. Yang menjalani rumah tangga, justru yang mau menikah, kan?โโTerus kamu enggak hidup di dalam masyarakat memangnya?โ Pak Ustaz terkekeh. โHarus siap mental, Rega. Karena kita ini hidup di budaya yang ragam, masyarakat plural juga.โKembali Pak Ustaz menjelaskan pada Rega secara hati-hati. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa yang berbeda bisa menjadi satu. Tetap saja, ada yang dikorbankan. Karena masing-masing keyakinan percaya, bahwa agama yang seb