Setelah berada di kantor, Nafeesa membawa Nathan masuk ke dalam ruang kerjanya. Nathan duduk di sofa dan langsung berbaring, karena sekarang jam tidur siangnya. Sebelum tiba di kantor, Nafeesa sudah membawa anaknya untuk makan siang. "Selamat tidur jagoan, Bunda." ucap Nafeesa sambil mengecup pipi anaknya. Nathan mengangguk dan menutup kedua matanya. Beberapa detik kemudian, ia pun sudah menuju alam mimpi. Nafeesa yang melihatnya hanya tersenyum dan menyelimuti anaknya dengan selimut yang ia bawa tadi dari rumah. Wanita itu duduk di kursi kerjanya dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Ceklek! Bilqis masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa berkas. Gadis itu duduk dihadapan Nafeesa dan meletakkan beberapa berkas ke meja kerja sahabatnya. "Kita harus ke rumah keluarga Winarta, ternyata Tuan Beni membuat acara pertemuan di rumah nya. Astaga gue males banget tau gak," jelas Bilqis. "Males, tapi sekali liat Zay langsung gak mau pulang." jawab Nafeesa sambil menatap
Setelah selesai makan di rumah Nafeesa dan merasa tubuhnya mulai enak 'kan. Dareen langsung pamit untuk pulang ke rumah. Karena ia harus bersiap-siap untuk acara nanti malam. "Makasih atas makanannya," ujar Dareen. "Sama-sama," balas Nafeesa. "Salam buat Nathan dan nanti ketemu lagi di rumah ya," sambung Dareen. "Iya," balas Nafeesa. "Aku pulang," sahut Dareen berjalan ke arah mobil-nya. "Hati-hati di jalan," ujar Nafeesa sambil melambaikan tangannya. Dareen tersenyum dan membalas lambaian tangan tersebut. Pria itu menjadi sendu, andai saja kedua orang tuanya tidak memisahkan mereka berdua. Pasti Dareen dan Nafeesa sudah menikah, hidup bahagia dengan keluarga kecil mereka. Nafeesa menatap Dareen yang terlihat sedih, langsung menghampiri pria tersebut. Ia memegang bahu Dareen, dan refleks pria itu memeluk tubuh kecil Nafeesa. "Aku kangen, aku pengen kita seperti dulu lagi," ujar Dareen. Nafeesa mengusap punggung, Dareen. "Kita ikuti alur cerita sang maha kuasa berikan, Mas. Jik
Setelah acara pertemuan itu selesai, Tuan Teguh menahan Nafeesa dan Bilqis agar tidak pulang. Semua orang sudah berkumpul di ruang keluarga. Nafeesa dan Bilqis hanya diam berdiri di hadapan keluarga Winarta. Mereka seperti penjahat yang terciduk warga. Nathan dan Alia tengah berada di dalam kamar tamu bersama, Mira. "Feesa, apa kamu ibu dari Nathan?" Tanya Tuan Teguh. Nafeesa hanya diam, dan lidahnya sangat kaku saat akan berkata jujur pada pria tua yang ada di hadapannya. Dareen dan Zay mulai gelisah, karena takut kedua wanita itu akan dihina oleh keluarga mereka. Nana dan Nyonya Riska hanya diam sambil menahan emosinya, melihat kedua wanita yang mereka benci. "Jawab, Feesa. Jangan takut," ujar Nyonya Sukma sambil mengusap punggung Nafeesa. "Iya, Nathan adalah anak saya, Tuan," balas Nafeesa. Tuan Teguh tersenyum dan menatap istrinya yang berada di samping, Nafeesa. Ia menghela napas dengan pelan, kemudian menatap Nafeesa dan Bilqis secara bersamaan. "Ayah anakmu itu, Dareen 'ka
"Silahkan masuk, Tuan, Nyonya," tawar Nafeesa. Bilqis terkejut bukan main, kenapa Nafeesa mengizinkan mereka berdua masuk ke dalam rumah. Tuan Teguh dan Nyonya Sukma masuk ke dalam rumah yang megah, hasil kerja keras Bilqis dan Nafeesa. "Silahkan duduk, saya akan membuatkan minuman dulu," lanjut Nafeesa dengan ramah. Wanita itu berjalan ke arah dapur dan sepasang suami-istri tersebut langsung duduk di sofa ruang tamu. Bilqis menghidupkan AC, dan duduk dihadapan Tuan Teguh dan Nyonya Sukma. "Maaf Tuan, maaf Nyonya. Tadi di rumah Tuan Beni tidak sopan, saya hanya terbawa emosi. Saya kesal karena sahabat saya selalu direndahkan oleh orang tua, Dareen. Sa--," "Tidak apa, kami paham," ucap Nyonya Sukma memotong ucapan Bilqis. "Kamu pacar cucu saya 'kan?" Tanya Tuan Teguh. "I-iya, Tuan. Saya pacar dari cucu Tuan," balas Bilqis. "Panggil Opa saja ya, jangan panggil Tuan," sambung Tuan Teguh. Bilqis mengangguk dan tersenyum kikuk ke arah kedua orang tua dari Tuan Beni. Nafeesa datang
Dareen, keluar dari kamarnya dengan pakaian kerjanya. Ia menuruni anak tangga satu persatu dan melewati ruang makan. Tuan Beni dan Nyonya Riska menatap anak bungsu dengan tatapan tajam. "Duduk, Dareen. Sarapan dulu, baru pergi kerja," tegur Nyonya Riska. "Enggak laper, Ma. Dareen duluan aja. Takut terlambat," balas Dareen menatap Nyonya Riska dengan wajah tanpa ekspresi. "Duduk dulu, Ren. Makan dulu yuk, aku ambilkan makanan buat kamu, yuk," ajak Nana yang ingin mencari perhatian kedua orang tua Dareen. Pria itu menepis tangan Nana dengan kasar, dan menatap tajam gadis itu. Saat kakinya akan melanjutkan langkahnya, Tuan Beni langsung memukul meja makan dengan keras. Brak! Suara pukulan itu terdengar oleh, Zay. Secepat mungkin Zay memasang dasinya dan langsung memasang jas kantor. Kemudian Zay langsung keluar dari kamarnya. Ia menuruni anak tangga, dan terkejut saat melihat wajah ayahnya sudah memerah karena kesal. "Apa susahnya makan sih? Kalau kamu sakit nanti dikira Papa dan M
"Di ruang rawat melati, Opa, Oma. Sekarang dia bersama Bilqis," balas Nafeesa. "Kita pindahkan Dareen, ke ruang melati. Tempat Nathan di rawat sekarang," sambung Tuan Teguh. "Mommy setuju, Dad. Kalian tunggu disini ya, Oma dan Opa akan mengurus ruangan untuk, Dareen," Ujar Nyonya Sukma.Nafeesa dan Dareen menganggukkan kepalanya. Mereka hanya diam sambil menatap pasangan itu keluar dari ruang UGD. Kemudian, Nafeesa menatap Dareen sangat lekat. Wanita itu, mengusap rahang pria tampan tersebut. "Pasti nanti akan berbekas, untung saja hanya sedikit," ujar Nafeesa. Dareen tersenyum manis, dan menatap lekat manik mata, Nafeesa. "Kalau kamu pasti gak bakal jijik sama aku, tapi kalau Nana pasti bakal menjauh dariku. Jadi biarkan saja, agar aku tidak diganggu oleh Nana lagi," balas Dareen. Nafeesa mencubit pelan lengan, Dareen. "Gak boleh gitu, nanti pakai obat yang sering dikasih dokter buat ngilangin bekasnya. Aku gak mau bintik air ini berbekas." Sambung Nafeesa. Dareen menganggukkan
Cuaca mulai mendung, Dareen mengajak Nathan untuk masuk kembali ke ruang rawat mereka. Di perjalanan menuju ruang rawat, tatapan para perawat wanita tertuju pada Dareen dan Nathan. Salah satu perawat menghampiri Dareen dan Nathan. "Ya ampun mirip banget, sama adiknya," ucap perawat wanita yang terlihat masih berumur 20 tahun. "Maaf dia bukan adik saya, dia adalah anak saya," balas Dareen. Perawat wanita itu langsung terkejut saat mendengar balasan dari Dareen. Dia menatap ke arah Nathan yang tengah menatap dirinya dengan tatapan datar. Perawat wanita itu berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan tinggi, Nathan. "Hai, kenalkan nama saya Bulan," sapa perawat yang bernama Bulan. Nathan hanya diam dan bersembunyi di belakang tubuh Dareen. "Maaf kami permisi dulu," ucap Dareen yang langsung melanjutkan langkahnya ke ruang rawat inap. Sedangkan perawan itu hanya diam dan menatap kepergian mereka berdua. "Kelihatan sekali masih muda, tapi kenapa anaknya udah gede banget ya? Nikah
Pagi hari pukul 07.00 WIB. Hari ini Dareen dan Nathan diperbolehkan untuk pulang. Tuan Teguh dan yang lain sudah menunggu di depan ruangan. Dareen dan Zay keluar dari ruangan, disusul oleh Nafeesa dan Bilqis. "Udah?" Tanya Tuan Beni. "Udah, Pa," balas Dareen. "Yaudah yuk pulang," ajak Nyonya Riska. Dareen mengangguk, ia membalikkan badannya dan menatap Nafeesa. "Kamu bareng aku?" Tanya Dareen. "Bilqis bawa mobil kok, jadi kami pakai mobil sendiri aja," balas Nafeesa sambil menampilkan senyuman manisnya."Iiihh kok kamu ngajak dia sih, mending pulang aja sekarang yuk. Gak ada kerjaan banget ngajakin mereka, toh nanti om-om mereka yang bakal jemput," sahut Nana. Bilqis dan Nafeesa hanya menahan amarah mereka. Kemudian berpamitan dengan Tuan Teguh dan Nyonya Sukma. Nathan mencium tangan Dareen dan Zay secara bergantian. Kemudian, mencium tangan Tuan Teguh dan Nyonya Sukma. Kemudian mereka pergi lebih dulu keluar dari rumah sakit. Dareen dan yang lainnya hanya bisa menatap kepergian