Lamunan Garganif terjeda, lelaki itu melihat ke arah anaknya – Rinai. Lelaki itu menoleh lagi ke arah bangku taman tadi. Sosok Paulina lenyap. Garganif mengusap mimpi ketika melihatnya tadi adalah. Empat tahun sudah tidak bertemu dengan Paulina sejak Rinai dia bawa pulang.
"Anak Papi dari mana, sih?" tanya Garganif. Dia jongkok menjawil pipi tembem anaknya. Rinai sangat indah dengan pipinya yang seperti bakpao.
Kamilia tidak pernah menyangka sedikit pun kalau Paulina akan berkata demikian. Dulu, dia sendiri yang menyerahkan Rinai kepadanya. Kini, setelah melihat Rinai begitu mengagumkan timbul keinginan untuk memilikinya."Ini tidak boleh terjadi, aku harus memikirkan mereka," pikir Kamilia.Kamilia memandang Garganif, lelaki itu juga memandangnya sekilas. Kemudian, berkata kepada Paulina, "Kamu jangan merecoki hidup kami sekarang.""Bukan merecoki, aku hanya m
Kamilia memandang ke depan. Menerawang ke arah mobil-mobil yang terjebak kemacetan. Mencoba memikirkan ke mana Garganif bersama Paulina pergi."Kalau kau mencoba menghianatiku, kau tidak akan kumaafkan … Wiliam Garganif!" teriak Kamilia.Gerimis masih turun, ibaratnya alam juga mengerti dengan hati Kamilia. Akhir-akhir ini gerimis sering melanda hatinya. Sejak kedatangan Paulina kembali dalam hidupnya, Kamilia merasa tidak tenang.Kamilia melihat Garganif berbeda akhir-akhir ini. Selalu saja ada alasan untuk membawa Rinai jalan-jalan. Hanya mereka berdua tanpa Kamilia. Tadi lelaki itu sudah berani menjemput Rinai tanpa konfirmasi kepadanya."Ada apa dengan mereka," tanya hati Kamilia.Kamilia tidak tahu harus pergi ke mana kini. Dia yakin kalau Garganif tidak akan pulang. Pasti ada suatu tempat yang dituju mereka bertiga."Tunggu, aku tahu tempat tersembunyi di taman ini!" Kata-kata itu terngiang kembali di t
Kamilia mencari-cari sosok itu. Tetap saja tidak menemukan, malah hari sudah semakin gelap."Mami, cari siapa?" tanya Rinai."Tidak menemukan siapa-siapa," jawab Kamilia.Kamilia melakukan perjalanannya, ibunya kaget dengan kedatangan Kamilia. Dia tidak mengenali Rinai. Ibunya hanya tahu kalau Kamilia punya anak, tapi tidak pernah bertemu.
Kamilia mencoba menahan air mata agar tidak jatuh lagi. Cerita Saiful membuat dirinya begitu terguncang. Aib yang seharusnya dia jaga kini sudah tak ada gunanya lagi ditutup. Semua tentang dirinya Saiful tahu.“Kau… kau melihatku, Kang?” tanya Kamilia pelan."Ya," jawab Saiful.Oh, Tuhan. Kamilia menutup wajahnya yang merah padam.
Kamilia kembali ke rumah dengan janji-janji manis Garganif. Dia percaya suaminya itu masih mencintainya, tidak begitu saja akan menghancurkan mahligai yang sudah dibangunnya sekian lama.Kehidupan berjalan kembali seperti biasanya. Kamilia sudah memaafkan Garganif. Entah di mana Paulina berada Kamilia sudah tidak peduli lagi. Baginya yang penting Garganif sudah tidak banyak tingkah lagi, selesai.Suatu pagi Garganif pergi ke kantor tidak seperti biasanya. Terlalu pagi menurut Kamilia. Dengan penuh rasa penasaran Kamilia bertanya, "Pagi sekali, Sayang. Hendak ke mana?""Aku ada urusan ke luar kota tiga hari, kuharap kau baik-baik bersama Rinai di rumah," jawab Garganif."Baiklah, segera pulang, ya!" ujar Kamilia."Tentu, Sayang!" Rinai belum bangun saat Garganif pergi, lelaki itu hanya mencium anaknya sesaat. Kamilia memandang kepergian Garganif dengan perasaan yang sukar untuk dijelaskan. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada setitik kecurigaan yang muncul. Entah mengapa rasa itu
Garganif pulang setelah tiga hari menghilang. Kamilia hanya diam tanpa berkata sepatah kata pun. Garganif tampak salah tingkah. Kamilia curiga dengan tingkahnya."Aku minta maaf, Sayang," ujarnya."Untuk ….""Emm… tidak memberimu kabar," kata lelaki itu."Oh, sejak kamu menyadarinya, lalu mengapa? Apa yang kamu kerjakan sehingga tidak mau terganggu? Oh, kapan kamu merasa terganggu dengan telepon dari istrimu?" Rentetan pertanyaan seperti peluru dari senapan senapan, memberondong Garganif. Tampak lelaki itu bingung untuk menjawab."Jujur lebih baik daripada kamu mencari-cari alasan dengan cerita!" kecam Kamilia."Mengapa mesti berbohong, aku pergi ke daerah yang tidak ada sinyal … please, aku cape, biarkan aku istirahat," kata Garganif.Kamilia membiarkan suaminya berlalu. hanya memperhatikan punggung suaminya yang berjalan memasuki kamar. Wanita itu menghela napas panjang. Bau ketidakjujuran tercium, aromanya begitu kuat menusuk hidung Kamilia.Kamilia sudah merasakannya sejak Gargani
Paulina menyambut uluran tangan Bagas. Senyum paling manis dia pamerkan kepada pemuda itu. Dalam niatnya timbul niatnya untuk Garganif. Wanita itu jatuh cinta kepada Bagas pada pandangan pertama. "Paulina." Wanita itu menyebutkan namanya dengan malu-malu. Seperti remaja belasan tahun dia tertunduk. Bagas memandangnya dalam-dalam. "Cantik juga," pikir lelaki itu. Bagas tahu kalau Paulina tertarik kepadanya. Itu yang diharapkannya, lelaki itu juga tertarik kepada Paulina.Mereka ngobrol berbasa-basi. Sampai akhirnya mereka terbuai asmara. Paulina tidak bercerita kalau dirinya sudah punya suami walaupun nikah siri. Bagas juga tidak bertanya tentang status perempuan itu. Mereka bisa bersama-sama dengan yang ada dalam pikiran masing-masing.Debar-debar indah kembali dirasakan oleh Paulina. Dia sama sekali tidak menjelaskan Garganif. Dia hanya bagaimana bagaimana rasa kecewanya terbayar lunas. Dia tidak peduli walau harus berselingkuh dengan Bagas. "Persetan dengan kesetiaan, toh dia jug
Garganif melirik Kamilia dengan rasa curiga. Dia bangkit dari tempat tidurnya. Menunggu Kamilia menikmati foto-foto yang dibilang seronok tadi. Hatinya cemas, takut perselingkuhannya terbongkar.Kamilia sengaja tidak beranjak beranjak. Dia mengulum senyum penuh misteri. Tentu saja Garganif kesal, dia semakin penasaran. Merasa dipermainkan oleh Kamilia, dirinya turun dari tempat tidur dan mendekati Kamilia. Lelaki itu melongok ke arah handphone Kamilia. Wajahnya tegang karena melihat pemandangan di suatu tempat di Kalimantan. Pulau tempat dia dan Paulina melaksanakan perkawinan. Kebetulan Garganif ada sedikit proyek di sana. Opportunity itu dia pakai untuk membawa Paulina dan menikahinya."Mana fotonya?" tanya Garganif dengan perasaan ketar-ketir."Mau tahu atau mau tahu aja?" kata Kamilia sedikit untuk menolak suaminya. Garganif semakin tidak sabar. Kamilia layar dengan HP-nya. "Ini!" Kamilia menunjukkan satu persatu gambar seronok di layar handphone. "Hahaha hahaha hahaha." Lantas d