Freza memandang Paulina dan Garganif bergantian. Terlihat Paulina dengan wajah pucatnya serta Garganif yang berdiri mematung. Sejenak terjadi ketegangan di antara mereka. "Ooh … ya sudah kalau kalian tidak saling kenal," kata Freza mengurai kebisuan."Baiklah, aku ke dalam dulu." Garganif berpamitan.Paulina menghela napas panjang saat Garganif berlalu. Freza memperhatikan Paulina yang nampak gugup. Paulina dengan cepat menyembunyikan kegugupannya itu dengan cara tersenyum.Paulina semakin yakin, kalau di antara mereka sudah ada persekongkolan untuk membalas dendam kepadanya. Paulina merasa takut dan terancam berada di rumah Freza."Aku harus secepatnya pergi dari sini, sebelum terlambat!" pikirnya. Paulina kembali memandang Freza."Aku … aku harus pulang." Paulina berpamitan kepada Freza."Tunggu nanti aku antar," kata Freza."Aku bisa pulang sendiri," ujar Paulina. "Mobil yang kau bawa tadi bannya kempes kata supirnya. Untung tadi ikut bersamaku." Freza yang baru saja mendapat tel
Kamilia pulang karena hari sudah sore. Seluruh penghuni rumah ini pergi kecuali Inah. Entah ke mana Bagas dari pagi tidak kelihatan. Pasti dia akan terkejut saat bapaknya pulang membawa Paulina yang pernah dikencaninya.Bagas rupanya tertarik kepada Erika. Kerjasama saat mengerjai Paulina membuahkan kedekatan di antara mereka. Bagas dan Erika saling mencintai. "Mami … gak nunggu kakek dulu?" tanya Rinai saat pulang. "Tidak usah," jawab Kamilia.Rinai diam sepanjang perjalanan. Dia maklum kalau ibu dan bapaknya sedang tidak baik-baik saja. Tadi sempat dia dengar, bapaknya bersuara keras. Namun, naluri kecilnya tidak bisa menduga ada apa dengan mereka. Mereka adalah orang-orang yang sangat dicintainya. Rinai tahunya ibu bapaknya tidak pernah ribut. Tadi dirinya sempat heran mengapa bapaknya bersikap kasar kepada Kamilia. Dia hanya memandang Inah yang segera membawanya ke taman.Sesungguhnya Rinai ingin bertanya tapi melihat roman ibunya yang murung dia mengurungkan niatnya. Takut ibu
Setiap perbuatan pasti ada akibatnya, begitulah karma dari setiap manusia. Erika tidak menyadari kalau perbuatannya dulu juga sangat menyakiti perasaan Paulina. Begitu juga Bagas, tanpa sadar ulahnya membuat Paulina terluka.Paulina diantar Freza sampai rumah, laki-laki itu menolak saat Paulina menawarinya singgah. Dia masih ada urusan yang harus diselesaikan."Aku akan segera menikahimu!" Kata-kata Freza terus terngiang di telinga Paulina. Dia memandang kepergian Freza sampai mobil laki-laki itu hilang di kelokan jalan. Wanita itu tersenyum sendiri membayangkan dirinya menjadi istri Freza. Kebahagiaan perlahan-lahan merayapi hatinya.Langit begitu bersih, seperti hati Paulina saat ini. Tidak ada perasaan lain selain kebahagiaan. Cinta Freza berhasil mengikis habis semua rasa sedihnya karena perceraian. Walau dirinya yang minta, tapi sikap Garganif sangat menyakitkan.Paulina memandang langit, di sana rembulan tengah bersinar dengan sempurna. Menyempurnakan kebahagiaan Paulina tentang
Pagi-pagi Kamilia dan Rinai berangkat menuju rumah Freza. Dalam keadaan seperti ini hanya orang tua tempat berbagi. Kamilia sudah bulat tekadnya untuk menceritakan segala hal tentang Rinai.Wanita itu juga akan bercerita kepada Rinai tentang siapa ibu kandungnya. Walau Rinai belum mengerti, Kamilia yakin bocah cilik itu akan mampu untuk mengerti."Ada apa, pagi-pagi sudah berkunjung? Kamu bertengkar lagi dengan Garganif?" tanya Freza menyambut kedatangan Kamilia."Tidak, Papah," jawab Kamilia.Kamilia menitipkan Rinai kepada Inah. Dia ingin bicara empat mata dengan bapaknya. Banyak yang harus dia ungkapkan, tentang kekecewaannya terhadap Garganif."Bagaimana pendapatmu tentang perceraian, Papah?" tanya Kamilia."Siapa yang mau bercerai?""Tidak ada," kilah Kamilia."Lalu?"Freza memandang muka Kamilia yang terlihat seperti melamun. Laki-laki itu yakin ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. "Bukankah Garganif sudah bercerai dengan Paulina?" tanya Freza."Ya tapi tingkahnya semakin me
Kamilia begitu khawatir akan keselamatan Garganif. Dirinya tahu tentang Freza yang begitu kejam terhadap pengkhianat. Itulah sebabnya dia rela memohon agar Freza tidak bertindak gegabah."Sudah … aku mau bawa Rinai makan," jawab Freza."Dengan siapa?""Paulina," jawab Freza singkat."Jangan ….""Sudah, siapkan saja dia!" potong Freza.Akhirnya Kamilia membiarkan Freza membawa Rinai untuk makan siang bersama Paulina. Wanita itu sudah siap saat Freza menjemputnya. Dia terlihat segar dan cantik."Ayo!" ajak Freza."Eh … ada Rinai!" Paulina kaget sekaligus gembira. Wanita itu menoleh cepat ke arah Freza.Freza memperhatikan raut muka Paulina. Dia senang sekali saat duduk berdampingan di mobil. Tentu kasih sayang seorang ibu kandung tidak akan lekang tergerus waktu. Walau nampak wajar, Freza tahu dalam batin Paulina menangis. Tentu saja sebagai ibu kandung, wanita itu ingin disebut ibu."Rinai senang pergi sama Tante Paulina?" tanya Freza."Senang sekali, Kakek," jawab Rinai riang."Mulai
Kamilia meminta izin kepada Freza untuk pulang ke rumah ibunya. Dia ingin menyepi untuk sementara waktu. Freza mengizinkan dengan satu syarat."Rinai biar bersama Papah aja dulu," kata Freza. "Bagaimana Papah bisa mengurus Rinai, sibuk begitu, kok?" tanya Kamilia."Sudahlah, pekerjaan bisa diatur," jawab Freza.Kamilia lega karena Rinai tidak merajuk saat ditinggalkan. Dia tidak tampak bersedih saat Kamilia pergi. Kamilia kembali menyusuri jalan yang dulu pernah dilaluinya dengan berlinang air mata. Dulu, sepanjang jalan itu dia meratapi nasibnya yang malang. Menjadi wanita penghibur sebagai penebus hutang.Masih terbayang saat dia membawa lara hatinya dengan sekujur tubuh sakit karena dianiaya Heru dan Sinta. Berharap perlindungan dari seorang bapak, malah disuruh kembali untuk bekerja lagi.Kamilia mengusap air matanya yang mengembun. Kelopak matanya rupanya sudah tidak kuat menahannya. Pandangannya di depannya tiba-tiba kabur. Kamilia lebih konsentrasi lagi dalam berkendara.Kamil
Amira diam, menata hatinya yang tiba-tiba berdegup kencang karena bahagia. Lebih baik dia menjadi seorang pengasuh daripada menjual diri. Air matanya kembali meluncur di pipinya yang tirus."Terima kasih, Nyonya," ucap Amira lirih."Ya," jawab Kamilia sambil tersenyum. Dia merasa sangat bahagia karena bisa menyelamatkan Amira dari jurang kehancuran. Andai dulu ada seorang malaikat yang menolongnya, dia tidak akan mengalami penderitaan yang begitu mengerikan.Namun, tanpa dirinya pindah ke kota, mustahil rahasia hidupnya juga akan terbongkar. Ternyata ada hikmah di balik semua penderitaan yang dialaminya. Dia mendapatkan kembali keluarganya yang hilang.Tanpa disangka sebelumnya, tiba-tiba dia mempunyai bapak yang kaya-raya. Masa lalu yang terkuak dengan sendirinya. Ibunya yang tidak banyak bicara, rupanya diamnya itu menyimpan seribu kisah dalam kegetiran. Kamilia semakin tidak mengerti dengan rahasia kehidupan.Kamilia semakin tenggelam dalam lamunan pahitnya. Satu persatu berkelebat
Kamilia berpikir untuk membawa Amira ke kampungnya. Dia ingin tahu kabar ibunya, sudah lama tidak mendengar kabar tentang mereka."Ayo ikut!" ajak Kamilia.Amira bangkit, tanpa bertanya apa pun dia mengikuti Kamilia. Kamilia menuju mobilnya dan melajukan mobilnya ke luar kota. Sebelum matahari terbenam mereka harus sampai di sana."Ini kampung, Nyonya?" tanya Amira. Dia percaya kini dengan cerita Kamilia tentang dirinya tadi."Panggil saja, Kakak!" suruh Kamilia."Baiklah." Mereka menuju rumah kecil yang asri. Kamilia sudah mengubahnya dari gubuk menjadi rumah permanen. Walau dirinya sangat membenci Ibrahim –bapak tirinya, setidaknya masih ada ibunya yang sangat dia sayangi.Lelaki tua itu sedang duduk sambil melihat ke jalan saat Kamilia tiba. Ingin sekali dirinya menyambut anaknya itu tapi dosa-dosanya yang dulu terhadap Kamilia menghalangi niatnya. Dia hanya termangu melihat kedatangan Kamilia."Anakmu