Share

BAB 5.

Author: Lady ArgaLa
last update Last Updated: 2024-05-15 22:55:34

"Waalaikumsalam, mari mari silahkan masuk."

Pak Bagus mengajak para tamunya masuk, terdiri dari seorang lelaki paruh baya dan seorang perempuan yang mungkin adalah istrinya dan anak perempuan berusia hampir sama dengan Marni, wajahnya pucat pasi dengan rambut acak acakan.

"Ya Allah, Ranti kenapa, Pak Yono?" tanya Pak Bagus begitu melihat kondisi anak tetangganya tersebut. Pun Bu Siti yang mulai menerka nerka dalam hati.

"Jadi ... begini ,Pak Bagus." Bu Ambar, sang istri yang menjawab. "Sebenarnya ... tadi malam ..."

Malam tadi, sekitar pukul satu, Ranti anak bungsu Bu Ambar dan Pak Yono pergi ke kamar kecil. Kebetulan sudah menjadi kebiasaan gadis yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu belajar hingga larut, terlebih saat ini ia sudah mulai menyusun skripsi terkadang semalam suntuk ia bisa begadang.

Sekembalinya dari kamar kecil, Ranti kembali hendak menekuri laptopnya. Mengejar deadline sidang skripsi yang tinggal menghitung minggu.

Namun, begitu sampai di pintu kamar Ranti kaget saat mendapati seseorang tengah duduk di kursi belajarnya, posisinya yang menyamping dapat terlihat jelas seseorang itu berambut panjang namun acak acakan. Dari tempatnya berdiri Ranti dapat merasakan bau tak sedap yang sangat menyengat.

Ranti menutup mulut dan hidung saat rasa mual mendera, namun suara yang di timbulkan justru membuat seseorang itu mengetahui keberadaannya. Perlahan ia memutar kepala, Ranti melotot saat melihat dengan mata kepalanya sendiri sosok itu menatapnya dengan senyum lebar dan lidah yang terjulur panjang sekali, matanya merah dengan air mata darah merembes di kedua pipi yang mulai membusuk.

"Tooo looonggg akuuuu."

"Aaakkkhhhhh! Seetttaaaannnnn!" pekik Ranti keras sampai mengejutkan bapak dan ibunya yang sudah tertidur, saat di temui Ranti sudah terduduk di depan pintu kamarnya dengan tatapan kosong dan mulut menganga lebar.

***

"Jadi begitu, Pak Bagus. Kalau dari ciri-ciri yang di sebutkan Ranti sepertinya ... maaf sebelumnya, saya dan suami yakin kalau itu ... bisa saja arwahnya Marni yang bergentayangan," tukas Bu Ambar menyudahi penjelasannya, selama bercerita Ranti tak sekalipun melepas pelukannya dari sang ibu seperti sangat ketakutan.

"Pak, yang di ceritakan Bu Ambar sama persis seperti yang di lihat Leha tadi malam. Apa nggak sebaiknya bapak bicarakan ini sama keluarga untuk mencari jalan keluarnya? Bisa saja loh, Pak sebenarnya ada apa apa di balik meninggalnya Marni. Saran saya sebelum semua terlambat dan lebih banyak lagi warga yang di teror," timpal Bu Siti yang sejak tadi sudah gatal ingin mengomentari.

"Maaf, Pak Bagus kalau kedatangan kami ke sini dalam waktu yang tidak tepat. Tapi benar yang di bilang istri saya dan Bu Siti, sebelum ada warga lain yang di teror sebaiknya hal ini di diskusikan lebih dulu. Lagipula kasihan almarhum kalau memang ada sesuatu yang belum terselesaikan di dunia." Pak Yono yang sejak tadi diam ikut berkomentar.

Pak Bagus diam, mencerna maksud ucapan para tetangga yang mengaku di datangi arwah anaknya. Walau sebagian hatinya tidak ingin percaya, tapi bagian yang lain nya malah sangat yakin sebab Pak Bagus tahu bagaimana meninggalnya sang anak.

"Baiklah, Pak, bu. Terima kasih atas sarannya, saya akan coba bicarakan ini dengan istri dan menantu saya lebih dulu. Doakan saja semoga anak saya bisa tenang di sana dan tidak lagi mengganggu siapapun."

Pak Yono sekeluarga berserta Bu Siti pun pamit pulang setelah urusannya selesai, sedang Pak Bagus masih duduk di kursi sambil melamun.

"Kenapa, Pak?"

Dika datang lalu duduk di sebrang Pak Bagus. Kondisinya sudah lebih baik ketimbang sebelumnya.

"Tadi ada tetangga yang datang ke sini, le." pak Bagus membuang nafas besar.

"Lalu?" Dika masih tak mengerti.

"Mereka bilang, mereka di datangi arwahnya Marni."

Degh!

Netra Dika melebar demi mendengar jawaban bapak mertuanya.

"Tapi Marni kan sudah meninggal, Pak. Bagaimana mungkin?" sanggahnya.

"Awalnya bapak juga tidak percaya, le. Tapi ... kan pasti lihat sendiri kan bagaimana Marni meregang nyawa, dan bayi kalian pun hilang tak tahu kemana? Sebenarnya bapak sudah curiga ada seseorang yang sengaja melakukan semua itu pada Marni, le. Bisa saja orang yang iri dan punya dendam padanya. Makanya arwahnya jadi tidak tenang dan mulai meneror warga untuk minta bantuan." Pak Bagus mulai terisak, terkenang sosok anak perempuan kesayangannya yang harus meninggal dengan cara mengenaskan.

"Tapi, Pak. Kalaupun ada siapa orangnya? Kita semua tahu gimana Marni? Dia perempuan baik baik dan nggak pernah neko neko, Pak. Bagaimana mungkin ...."

Dika tak sanggup meneruskan ucapannya, ia tergugu di kursinya walau tak sampai histeris seperti kemarin.

"Ya Allah, sayang ku Marni ... bagaimana mungkin orang sebaik dan selembut kamu bisa di tuduh gentayangan seperti ini?" gumam Dika yang masih jelas di dengar Pak Bagus.

Pak Bagus beringsut lalu menepuk pelan pundak Dika, mencoba menenangkan.

"Le, bapak tahu ini berat buat kamu. Sama, ini pun pulukan berat bagi kami, terlebih lagi Marni itu anak kami satu-satunya. Bapak yang paling mengenal Marni sejak kecil, namun justru karna kebaikannya itu bapak takutkan ada orang yang menaruh iri hati sama dia. Bahkan bapak masih tidak percaya kalau calon cucu bapak pun ikut menerima imbasnya bahkan sebelum benar benar lahir."

Dika menepis tangan mertuanya pelan.

"Sudahlah, Pak. Jangan terus membahas ini, rasanya Dika tidak terima kalau Marni di bilang gentayangan, Marni istriku orang baik, Pak. Hanya meninggalnya yang tragis, sebab mungkin seperti yang bapak katakan tadi. Tapi Dika yakin sekali kalau sekarang Marni, istriku sedang bersenang senang bersama para bidadari di surga sana, Pak. Marni tidak mungkin menjadi arwah gentayangan atau apalah itu namanya. Nggak mungkin, Pak!" seru Dika emosional, lalu gegas masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya rapat rapat.

Masih di dengar oleh Pak Bagus bagaimana anak menantunya itu kembali menangis meraung di dalam kamarnya memanggil manggil nama sang istri.

Pak Bagus mendesah berat, beliau cukup paham dengan kondisi mental menantunya yang beliau tahu memang sangat mencintai anaknya. Pastilah Dika masih tidak terima dan sangat terpukul, baru saja kehilangan istri dan bayinya yang hilang entah kemana kini harus mendengar pula aduan tetangga yang mengatakan jika sang istri menjadi arwah gentayangan.

"Pak? Kenapa?" Bu Mala yang baru datang dari dapur menyentuh pundak suaminya yang terlihat melamun.

"Eh, bu. Kebetulan ada yang mau bapak bicarakan sama ibu."

Bu Mala duduk di kursi sebrang dengan wajah penuh tanya.

"Ono opo, Pak?"

Dan mengalir lah cerita tentang para tetangga yang mengatakan di datangi arwah Marni, juga sikap Dika saat mengetahui semuanya.

"Jadi, bagaimana baiknya menurut ibu?" Pak Bagus meminta pendapat sang istri.

Bu Mala diam sejenak berpikir, wajahnya yang masih tampak sembab seperti tak percaya dengan penjelasan suaminya.

"Bapak awalnya juga nggak percaya, Bu. Tapi buat apa juga tetangga kita itu sampe bohong tentang mereka yang di datangi Marni? Apa gunanya? Nggak ada, bu. Lagi pula ... kita juga ingin mencari tahu sebenarnya siapa yang tega melakukan semua ini sama Marni kan, bu? Terlebih ... ini juga menyangkut cucu kita, bu. Apa ibu tidak mau mencoba menemukannya? Barangkali dia masih hidup di suatu tempat?"

Bu Mala mengangkat wajah. "Kalau begitu ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 45.

    Rumah peninggalan Bu Ambar sudah tak lagi aman, jin pesugihan yang di pelihara Pak Yono rupanya mulai mengincar Ranti sebab tak ada lagi yang memberinya makan setelah Pak Yono di penjara dan menjadi gila. Setelah kejadian tersebut, Pramono memutuskan membawa Ranti untuk tinggal di kediamannya saja, membawa serta bebek bebek dan unggas Pak Yono yang lain untuk di rawat di sana."Mas, jangan pergi jauh jauh ya." Ranti tampak cemas saat akan kembali memasuki rumah Pramono yang berhasil menorehkan luka untuk yang ke sekian kalinya untuknya.Pramono menoleh dan mengelus kepala sang istri. "Insyaallah nggak, kebun Mas kan di belakang rumah ini. Ada bebek juga sekarang, jadi nggak perlu pergi jauh jauh. Tapi kalau nanti adek mau jalan jalan bilang ya, di rumah terus kan pasti bosen." Ranti mengangguk riang dan mereka pun memulai hidup baru mereka di sana dengan lebih tenang.***Kembali ke pondok pesantren Daruttaqwa.Di teras rumah Ustad Yusuf yang lebih akrab di sapa abah oleh para sa

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 44.

    Di sana di depan matanya sendiri Pramono melihat Ranti tengah mengarahkan sebilah belati ke lehernya. Matanya tampak kosong menjelaskan jika bukan inginnya melakukan semua itu. Bahkan suara teriakan Pramono saja seperti tak terdengar olehnya. Saat belati hampir menyentuh kulit lehernya yang mulus, Pramono bergerak cepat menepis tangan Ranti hingga pisau itu terjatuh ke bawah ranjang."Astagfirullah, dek! Nyebut, dek kamu ngapain?" seru Pramono cemas bukan main. Namun bukannya menjelaskan,Ranti justru jatuh pingsan."Ya Allah, ada ada aja cobaan. Dek! Dek Ranti, bangun." Pramono mengangkat tubuh Ranti keluar, di depan kamar tampak Leha menghampiri dengan wajah tegang."Kang! Kenapa teriak teriak? Astagfirullah, kenapa Ranti, kang?" cecarnya kaget."Nanti saja ceritanya, dek. Tolong bawain bantal." Pramono melewati Leha dan terburu buru melangkah ke ruang tanu dimana sang ibu berada bersama Bu Mala dan Azzam." Loh loh, le? Kenapa Ranti?" tanya Mak Yem heran, pun demikian dengan Bu

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 43.

    Setelah berpulangnya Bu Ambar, Ranti kembali menempati rumah mereka. Selain karna Pak Yono tidak ada juga ada banyak unggas peliharaan mereka yang butuh di urus. Untungnya Pramono berhasil meyakinkan istri kecilnya itu untuk kembali, dan berjanji akan membantunya mengurus unggas unggas mereka untuk bekal masa depan mereka."Terima kasih ya, Mas sudah mau bertahan sejauh ini." Ranti bersandar di dada bidang Pramono, saat mereka tengah duduk di teras belakang yang menghadap langsung ke kandang unggas yang luas.Pramono mengelus pundak istrinya, lembut dan penuh kasih sayang. Tak rasa jijik mengingat apa yang terjadi pada Ranti, melainkan rasa ingin melindungi yang semakin besar dalam dirinya."Sama sama, kalau adek sudah merasa lebih baik nanti kita ke kantor polisi ya. Kasus bapak perlu segera di tuntaskan, dek." Ranti mendongak, menatap lekat mata suaminya. "Mas ... yakin?" "Adek masih takut?" Ranti mengangguk samar. "Terlalu mengerikan untuk tidak takut, Mas." Pramono merasak

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 42.

    Saat tengah kebingungan dengan asal bau bangkai yang sangat tidak enak tersebut, dari arah jalan tampak Bu Mala dan Pak Bagus tengah menggandeng Azzam, bocah itu tampak sangat senang menenteng joran pancing sambil bercanda dengan keduanya."Loh, Pram? Ngapain?" sapa Pak Bagus saat telah sampai di depan halaman Pak Yono. Pramono turun lalu menyalami tangan Pak Bagus dan Bu Mala, di ikuti Ranti yang tampak terus menunduk menyembunyikan wajahnya."Ini, Lek mau jenguk ibu mertuaku. Tapi rumahnya kok sepi e? Paklek sama bulek tahu nggak kemana?" Pak Bagus tampak saling pandang sejenak dengan Bu Mala, sedang Azzam sudah lebih dulu kembali ke rumah mereka untuk mandi."Nggak tahu, le. Sudah beberapa hari juga Bu Ambar nggak keliatan, kami kira malah pulang kampung atau nginep di tempatmu," jelas Bu Mala apa adanya.Kembali angin bertiup, awan mendung berarak sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Dan saat itu kembali bau bangkai yang menyengat kembali menyeruak."Huek! Astagfirullah,

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 41.

    Mata bening Aini mengerjab, kembali terpejam saat cahaya dari luar terlalu silau baginya."Bunda!" Sultan naik ke tempat tidur dan langsung berbaring di tubuh sang bunda, tangan kurus Aini bergerak alami memeluk tubuh sang putra."Alhamdulillah," ucap Alfi dan Umi Maryam berbarengan, keduanya kompak mendekat pada Aini yang mulai membuka mata. Tatapan matanya tak lagi kosong seperti biasanya."Mbak, alhamdulillah. Mbak baik baik saja kan, Mbak? Mbak inget Afi kan? Mbak inget Sultan kan?" cecar Alfi dengan luapan kegembiraan yang luar biasa. Aini duduk dan merangkul Sultan erat, matanya mulai basah oleh air."Iya, dek iya Mbak inget semuanya. Mbak inget, mbak seneng sekali akhirnya bisa pulang," jawab Aini. Dan inilah dia, Aini yang selama ini di kenal Alfi dan orang orang sekitar. Sosoknya yang penyayang dan lemah lembut, juga sangat keibuan hampir tak pernah meninggikan suaranya walau dalam keadaan sangat marah sekalipun. Mungkin akan sangat sulit di percaya jika Alfi bercerita j

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 40.

    Dika termenung di depan pusara baru di hadapannya, pusara itu milik mayat yang di ketemukan dalam kondisi mengenaskan setelah di makan buaya tempo hari. Usut punya usut, rupanya mayat itu adalah salah satu dari anak buah Pak Wirya. Sugiarto namanya, seorang duda yang sudah tak punya orang tua dan keluarga Tak ada yang tahu bagaimana kejadian awal kecelakaan itu, karna tidak adanya saksi mata. Sedang Pak Wirya pun kini masuk dalam daftar pencarian orang hilang."Kita pulang, Mas?" tanya Gus Amar setelah berbincang sejenak dengan petugas dari kepolisian yang menangani kasus hilangnya Pak Wirya. Dika mengangguk, lalu perlahan mengikuti langkah Gus Amar kembali ke pondok pesantren."Gus, apa boleh saya bertemu dengan Aini?" tanya Dika sesaat setelah mereka tiba di kediaman. Gus Amar mengernyit, sudah beberapa waktu sejak Dika mengembalikan Aini pada Alfi, dan kini kakak beradik itu memilih tinggal tak jauh dari kawasan pondok atas permintaan Umi Maryam yang masih khawatir dengan kese

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status