Share

BAB 4.

Penulis: Lady ArgaLa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-15 22:55:03

Subuh harinya, Bu Siti tergopoh gopoh mendatangi rumah Leha. Karna beberapa saat lalu ia mendengar suara jeritan Bu Yem, simbok nya Leha. Wanita tua itu menjerit dan menangis memanggil nama Leha berulang kali membuat Bu Siti yang tengah melaksanakan sholat subuh menjadi tidak khusuk.

Tok

Tok

Tok.

"Assalamualaikum! Mak! Mak Yem! Kenapa, Mak?" seru Bu Siti dari depan pintu rumah Leha, dari dalam masih terdengar suara tangisan Mak Yem yang terus memanggil nama Leha.

"Mak! Buka pintunya, Mak! Leha kenapa?" seru Bu Siti lagi.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka, di susul Mak Yem yang keluar dengan wajah bersimbah air mata.

"Sitiiii ... Lehaaa, Sitiiii!"

"Ya, iyaa ... Leha kenapa, Mak kenapa Emak sampe jejeritan subuh subuh begini?" cecar Bu Siti.

Mak Yem tak menjawab dan malah menarik tangan Bu Siti masuk ke rumahnya, langsung menuju dapur dimana Leha terbujur pingsan di sana.

"Astagfirullah! Leha kenapa, Mak?" Bu Siti sedikit berlari mendekat ke arah Leha yang masih tak sadarkan diri, lalu mencoba membangunkannya dengan menepuk pipi dan mengguncang tubuhnya.

"Sudah Mak coba bangunkan, Tiii tapi tidak bangun bangun juga si Leha, makanya Emak cemas." Mak Yem memberitahu dengan nada gusar.

"Sebentar Siti pulang dulu ya, Mak. Siti telpon kan bidan Saras, semoga mau ke sini buat periksa Leha secepatnya," tukas Bu Siti.

Mak Yem mengangguk dan meminta agar Bu Siti lekas kembali.

Beberapa saat kemudian Bu Siti kembali ke rumah Leha, membawa seceret kecil teh hangat di tangannya.

"Mak, ini ada teh minum dulu. Biar tenang," ujarnya lembut.

"Nanti saja, sekarang yang penting Leha dulu. Mak nggak tenang kalau dia belum bangun, kamu tahu sendiri, Siti Mak ini cuma punya Leha, kakak kakaknya semua nggak ada yang mau ngurusin Emak," jawab Mak Yem sendu.

Bu Siti mengangguk paham dan membiarkan Mak Yem tetap dengan keputusannya.

"Sebentar lagi Bidan Saras datang, baru nanti kita pindah Leha ke kamar ya, Mak. Soalnya kalau sendiri Siti nggak kuat angkat Leha," sambung Bu Siti sembari duduk lesehan di sebelah Leha yang pingsan.

Mak Yem mengangguk, mereka pun dengan setia menunggu kedatangan bidan Saras untuk memeriksa kondisi Leha.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

Bu Siti bergegas keluar, lalu kembali lagi ke dapur rumah Leha bersama bidan Saras.

"Astagfirullah, ini mbak Leha kenapa, Mak? Kok bisa di sini?" tanyanya sama herannya dengan Bu Siti.

"Mak juga nggak tahu, tadi pas Emak bangun cari Leha nggak ada mau Mak ajak sholat subuh. Pas Mak keluar mau ke kamar mandi rupanya dia sudah di sini, nggak tahu gimana ceritanya," jelas Mak Yem apa adanya.

Bidan Saras lekas memeriksa Leha dengan seksama.

"Sepertinya Mbak Leha syok karna sesuatu, tapi nggak ada yang perlu dikhawatirkan sepertinya semua stabil kita tinggal tunggu Mbak Leha bangun buat tanya apa yang bikin dia pingsan," terang Bidan Saras membuat Mak Yem dan Bu Siti bisa menarik nafas lega.

Setelah pemeriksaan, Bu Siti di bantu bidan Saras pun memindahkan Leha ke kamarnya agar tidak kedinginan karna pingsan di keramik.

Bu Siti dan Bidan Saras pun akhirnya pamit untuk pulang lebih dulu, karna harus mengerjakan pekerjaan rumah.

Sepeninggalan Keduanya Mak Yem menunggui Leha seorang diri, di elusnya kening Leha yang agak berkeringat dengan tangan tuanya.

"Sehat sehat yo, nduk. Cepetan bangun, jangan bikin simbok cemas, simbok cuma punya kamu, nduk cah ayu."

Mak Yem memeluk Leha dengan penuh kasih sayang, sampai mendadak di rasakannya tubuh Leha bergerak lemah.

"Mmbbookkk ..."

Suara Leha serak dan basah, sedang matanya mengerjab karna silau.

Mak Yem seketika sumringah di pegang nya tangan dan kepala anaknya lalu mengecup kening Leha lembut dengan tatapan sendu..

"Alhamdulillah, nduk akhirnya kamu sadar ... simbok takutt sekali kalau kamu nggak bangun bangun, nduk."

Leha menatap wajah Mak Yem lembut, namun sejurus kemudian wajahnya berubah pias dengan bibir yang bergetar.

"Mmbbb--- mbbookkkk ... i- itu apa, mbookkk?" lirik Leha dengan tubuh gemetar.

Mak Yem kaget lalu gegas mengikuti arah telunjuk Leha, namun segera ia pun kembali merubah ekspresinya.

"Itu mukena simbok, masa kamu lupa? Kan memang tempatnya di situ, nduk. Kamu juga kok yang naro gantungannya di situ kan?"

Leha menatap Mak Yem nanar lalu lekas masuk ke dalam pelukan hangat ibunya itu dan menangis keras.

"Huuaaa ... mbookkkk, Leha takut, Mbookkkk."

"Ada apa, nduk? Kamu takut opo? Jangan bikin simbok ikut jantungan," sela Mak Yem cemas.

Setelah agak tenang, Leha bangkit lalu menatap mata tua Mak Yem.

"Mbok ... sebenarnya tadi malam ..."

"Ya ya, cerita kenapa kamu tadi malam, nduk? Kenapa bisa sampe pingsan di dapur?" Mak Yem mengusap rambut Leha lembut.

"Tadi malam Leha di datangi Marni, mbok."

"Astagfirullah!"

*

*

*

Bu Siti lagi lagi berjalan tergopoh gopoh, kali ini menuju rumah Bu Mala. Ia sudah mendengar dari Mak Yem jikalau Leha semalam di datangi arwah Marni sampai jatuh pingsan.

"Assalamualaikum!" ucapan Bu Siti sembari berdiri di sisi pintu rumah Bu Mala yang di biarkan terbuka.

"Waalaikumsalam."

"Eh, ada Bu Siti. Mari masuk," sambut Pak Bagus yang kebetulan ada di rumah, sementara tidak ke kebun karna masih menjaga istrinya di rumah.

"Ada perlu apa ya, Bu Siti kemari?" tanya Pak Bagus setelah keduanya duduk saling berhadapan.

Bu Siti meremas jari jemarinya, tampak sangat gelisah. Terlebih tubuhnya sejak tadi merinding hebat tiada henti semenjak masuk ke dalam rumah tersebut.

"Bu Siti?" panggil Pak Bagus sekali lagi.

Bu Siti terperanjat lalu kembali fokus pada tujuannya datang ke rumah tersebut.

"Begini, Pak Bagus. Maaf kalau mungkin kabar ini datang di waktu yang tidak tepat, tapi ... saya rasa ini memang harus di tangani sesegera mungkin supaya tidak banyak yang menjadi korban."

"maksud Bu Siti?" Pak Bagus mengerutkan kening.

"Jadi begini, Pak semalam tetangga saya Si Leha anaknya Mak Yem itu pingsan di dapur. Pas dia sadar tadi pagi katanya dia ... dia di datangi sama hantunya Marni, Pak."

"A- apa? Bu Siti yakin? Tapi bagaimana bisa? Marni sudah meninggal, mana mungkin bisa datang ke rumah si Leha," sanggah Pak Bagus sangsi.

Bu Siti mengusap tengkuknya yang lagi lagi merasa merinding, hawa di rumah tersebut menjadi sangat berbeda ketimbang sebelumnya.

"Kita ini tinggal di kampung, Pak Bagus. Bukannya sudah sering kejadian ya orang yang meninggalnya tidak wajar bakalan jadi hantu yang menuntut keadilan?" balas Bu Siti lagi.

Pak Bagus diam sejenak, memang yang di katakan Bu Siti tidak sepenuhnya salah. Kejadian malam itu pasti sedikit banyak orang orang kampung sudah mengetahui dari bidan Saras yang lagi waktu itu. Dan tidak menutup kemungkinan apa yang di katakan Bu Siti barusan pun adalah benar.

Saat tengah asik dengan pikirannya masing masing, tiba-tiba beberapa orang lagi datang bersama sama ke rumah Pak Bagus. Wajah wajah mereka tampak tegang.

"Assalamualaikum, assalamualaikum."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 45.

    Rumah peninggalan Bu Ambar sudah tak lagi aman, jin pesugihan yang di pelihara Pak Yono rupanya mulai mengincar Ranti sebab tak ada lagi yang memberinya makan setelah Pak Yono di penjara dan menjadi gila. Setelah kejadian tersebut, Pramono memutuskan membawa Ranti untuk tinggal di kediamannya saja, membawa serta bebek bebek dan unggas Pak Yono yang lain untuk di rawat di sana."Mas, jangan pergi jauh jauh ya." Ranti tampak cemas saat akan kembali memasuki rumah Pramono yang berhasil menorehkan luka untuk yang ke sekian kalinya untuknya.Pramono menoleh dan mengelus kepala sang istri. "Insyaallah nggak, kebun Mas kan di belakang rumah ini. Ada bebek juga sekarang, jadi nggak perlu pergi jauh jauh. Tapi kalau nanti adek mau jalan jalan bilang ya, di rumah terus kan pasti bosen." Ranti mengangguk riang dan mereka pun memulai hidup baru mereka di sana dengan lebih tenang.***Kembali ke pondok pesantren Daruttaqwa.Di teras rumah Ustad Yusuf yang lebih akrab di sapa abah oleh para sa

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 44.

    Di sana di depan matanya sendiri Pramono melihat Ranti tengah mengarahkan sebilah belati ke lehernya. Matanya tampak kosong menjelaskan jika bukan inginnya melakukan semua itu. Bahkan suara teriakan Pramono saja seperti tak terdengar olehnya. Saat belati hampir menyentuh kulit lehernya yang mulus, Pramono bergerak cepat menepis tangan Ranti hingga pisau itu terjatuh ke bawah ranjang."Astagfirullah, dek! Nyebut, dek kamu ngapain?" seru Pramono cemas bukan main. Namun bukannya menjelaskan,Ranti justru jatuh pingsan."Ya Allah, ada ada aja cobaan. Dek! Dek Ranti, bangun." Pramono mengangkat tubuh Ranti keluar, di depan kamar tampak Leha menghampiri dengan wajah tegang."Kang! Kenapa teriak teriak? Astagfirullah, kenapa Ranti, kang?" cecarnya kaget."Nanti saja ceritanya, dek. Tolong bawain bantal." Pramono melewati Leha dan terburu buru melangkah ke ruang tanu dimana sang ibu berada bersama Bu Mala dan Azzam." Loh loh, le? Kenapa Ranti?" tanya Mak Yem heran, pun demikian dengan Bu

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 43.

    Setelah berpulangnya Bu Ambar, Ranti kembali menempati rumah mereka. Selain karna Pak Yono tidak ada juga ada banyak unggas peliharaan mereka yang butuh di urus. Untungnya Pramono berhasil meyakinkan istri kecilnya itu untuk kembali, dan berjanji akan membantunya mengurus unggas unggas mereka untuk bekal masa depan mereka."Terima kasih ya, Mas sudah mau bertahan sejauh ini." Ranti bersandar di dada bidang Pramono, saat mereka tengah duduk di teras belakang yang menghadap langsung ke kandang unggas yang luas.Pramono mengelus pundak istrinya, lembut dan penuh kasih sayang. Tak rasa jijik mengingat apa yang terjadi pada Ranti, melainkan rasa ingin melindungi yang semakin besar dalam dirinya."Sama sama, kalau adek sudah merasa lebih baik nanti kita ke kantor polisi ya. Kasus bapak perlu segera di tuntaskan, dek." Ranti mendongak, menatap lekat mata suaminya. "Mas ... yakin?" "Adek masih takut?" Ranti mengangguk samar. "Terlalu mengerikan untuk tidak takut, Mas." Pramono merasak

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 42.

    Saat tengah kebingungan dengan asal bau bangkai yang sangat tidak enak tersebut, dari arah jalan tampak Bu Mala dan Pak Bagus tengah menggandeng Azzam, bocah itu tampak sangat senang menenteng joran pancing sambil bercanda dengan keduanya."Loh, Pram? Ngapain?" sapa Pak Bagus saat telah sampai di depan halaman Pak Yono. Pramono turun lalu menyalami tangan Pak Bagus dan Bu Mala, di ikuti Ranti yang tampak terus menunduk menyembunyikan wajahnya."Ini, Lek mau jenguk ibu mertuaku. Tapi rumahnya kok sepi e? Paklek sama bulek tahu nggak kemana?" Pak Bagus tampak saling pandang sejenak dengan Bu Mala, sedang Azzam sudah lebih dulu kembali ke rumah mereka untuk mandi."Nggak tahu, le. Sudah beberapa hari juga Bu Ambar nggak keliatan, kami kira malah pulang kampung atau nginep di tempatmu," jelas Bu Mala apa adanya.Kembali angin bertiup, awan mendung berarak sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Dan saat itu kembali bau bangkai yang menyengat kembali menyeruak."Huek! Astagfirullah,

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 41.

    Mata bening Aini mengerjab, kembali terpejam saat cahaya dari luar terlalu silau baginya."Bunda!" Sultan naik ke tempat tidur dan langsung berbaring di tubuh sang bunda, tangan kurus Aini bergerak alami memeluk tubuh sang putra."Alhamdulillah," ucap Alfi dan Umi Maryam berbarengan, keduanya kompak mendekat pada Aini yang mulai membuka mata. Tatapan matanya tak lagi kosong seperti biasanya."Mbak, alhamdulillah. Mbak baik baik saja kan, Mbak? Mbak inget Afi kan? Mbak inget Sultan kan?" cecar Alfi dengan luapan kegembiraan yang luar biasa. Aini duduk dan merangkul Sultan erat, matanya mulai basah oleh air."Iya, dek iya Mbak inget semuanya. Mbak inget, mbak seneng sekali akhirnya bisa pulang," jawab Aini. Dan inilah dia, Aini yang selama ini di kenal Alfi dan orang orang sekitar. Sosoknya yang penyayang dan lemah lembut, juga sangat keibuan hampir tak pernah meninggikan suaranya walau dalam keadaan sangat marah sekalipun. Mungkin akan sangat sulit di percaya jika Alfi bercerita j

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 40.

    Dika termenung di depan pusara baru di hadapannya, pusara itu milik mayat yang di ketemukan dalam kondisi mengenaskan setelah di makan buaya tempo hari. Usut punya usut, rupanya mayat itu adalah salah satu dari anak buah Pak Wirya. Sugiarto namanya, seorang duda yang sudah tak punya orang tua dan keluarga Tak ada yang tahu bagaimana kejadian awal kecelakaan itu, karna tidak adanya saksi mata. Sedang Pak Wirya pun kini masuk dalam daftar pencarian orang hilang."Kita pulang, Mas?" tanya Gus Amar setelah berbincang sejenak dengan petugas dari kepolisian yang menangani kasus hilangnya Pak Wirya. Dika mengangguk, lalu perlahan mengikuti langkah Gus Amar kembali ke pondok pesantren."Gus, apa boleh saya bertemu dengan Aini?" tanya Dika sesaat setelah mereka tiba di kediaman. Gus Amar mengernyit, sudah beberapa waktu sejak Dika mengembalikan Aini pada Alfi, dan kini kakak beradik itu memilih tinggal tak jauh dari kawasan pondok atas permintaan Umi Maryam yang masih khawatir dengan kese

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status