***Prok ... Prok ... Prok ...."Ternyata istriku sedang hamil," ucap Adrian setelah bertepuk tangan dengan mata berkaca-kaca."Mas Andrian?" pekik Risa terkejut. Si-- siapa yang hamil?"Heni membuang muka, dia mengusap air matanya dengan kasar. Sejenak melupakan tentang tujuannya barusan untuk menemui Hana dan orang tuanya."Ayolah Risa, telinga Mas masih belum terlalu tuli meskipun selama ini aku bekerja jauh di luar pulau." Adrian menyugar rambutnya kasar. "Kalian kenapa mesra sekali?" Ari melepaskan pegangan tangannya pada pinggang Risa."Aku kan tadi hampir jatuh, Mas, jadi Ari bantuin aku," sahut Risa gugup.Adrian terkekeh, dia mendekati Risa dan berkata, "Ya, aku lihat tadi. Tapi kenapa kamu gugup sekali, Sayang? Kamu terlihat sangat ketakutan."Risa gemetar. Dia melirik ke arah Heni yang sedang membuang muka ke arah lain. Ludahnya terasa sangat sulit untuk dia telan mengingat ketakutan yang dia rasakan barangkali Heni sudah mengadukan semuanya pada Adrian."Ibu kok nggak bila
***"Tidak, Adrian." teriak Heni. "Tidak! Risa dan Ari hanya ingin membuatmu marah pada Ibu, biarkan Ibu menemui Hana maka semua akan baik-baik saja."Heni hendak berbalik, namun teriakan Adrian terpaksa menghentikan langkahnya saat itu juga."Hentikan, Bu!" seru Adrian lantang. "Jangan mengusik kehidupan Hana lagi. Sudah cukup kita melukainya dulu, lalu sekarang ... ibu mau Hana kembali pada Ari? Laki-laki yang jelas sudah menorehkan luka di hatinya, apa Ibu pikir Hana sebodoh itu?" cecar Adrian melemah.Heni mengusap air matanya dengan kasar sementara Risa membuang muka mendengar nama Hana disebut oleh Adrian."Hana memang bodoh, Dri. Dia pasti mau menikah lagi dengan Ari, dia hanya wanita kampung," sahut Heni lepas kendali."Siapa bilang, Bu?" teriak Hana geram.Mereka semua menoleh dan mendapati tubuh Hana berdiri di sisi Yu Tikah. Tak lupa pula kedua orang tuanya turut menyaksikan keributan di depan rumah Heni."Hana ... sini, Nak! Kamu pasti mau kan kembali bersama Ari. Kamu mas
***Kenan menaikkan kedua alis dengan percaya diri. Hana menggigit bibir bawahnya risau. Jika bilang tidak, maka Ari dan keluarganya tidak akan melepaskan dirinya. Jika mengatakan iya, itu artinya ...."Ayo ... Mama sudah menunggu di rumah. Lain kali tunggu Mas saja, jangan jalan kaki." Kenan menggenggam jemari Hana lembut."Hana bukan calon istrimu. Dia akan kembali pada Ari," teriak Heni membuat Kenan menoleh dan memicingkan matanya."Benarkah begitu, Han?"Hana menggeleng cepat, "Saya sudah berkali-kali mengatakan pada Bu Heni. Hanya wanita bodoh yang mau kembali dengan anak Ibu. Maaf, silahkan datang ke acara lamaran kami hari Minggu nanti.""Wah ... jadi beneran calon menantunya Bu Wira?""Lepas dari Ari dapat Mas Kenan. Rejeki nomplok itu namanya.""Kalah jauh lah sama Mas Kenan. Ari mah nggak ada seujung kukunya.""Bagus Hana, jangan mau disakiti terus. Harus move on!"Suara-suara pujian para tetangga terdengar berdesakan di telinga. Wajah Hana memanas, dia mengeratkan genggama
***Jarak antara kontrakan Hana dengan rumah Bu Wira memang tidaklah jauh. Beruntung Kenan segera datang sehingga Hana dan kedua orang tuanya bisa lolos dari keributan yang terjadi di rumah Bu Heni."Aku sudah menunggu terlalu lama, semoga jawaban kamu tidak mengecewakan nantinya."Hana bergeming. Hatinya bergejolak memikirkan semua ungkapan cinta Kenan. Siapa sangka, teman jail di masa kecilnya ternyata berubah menjadi pria kaya yang ... tampan.Sesampainya di rumah Bu Wira, Kenan membuka pintu mobil dan mempersilahkan kedua orang tua Hana untuk keluar. Belum sempat Kenan memutar langkahnya untuk membukakan pintu mobil untuk Hana, wanita itu sudah lebih dulu turun dan menggandeng tangan Emak dengan erat."Mak ....""Emak yakin kamu punya jawaban yang tepat, Nak. Pikirkan usia Emak dan Bapak yang sudah renta, setidaknya kamu harus mulai membuka hati untuk pria lain yang benar-benar menyayangi kamu," tutur Emak lirih.Hana mengan
***"Kamu darimana?" bisik Emak pada Hana. Wanita cantik itu hanya tersenyum seraya mengusap punggung tangan Emak.Hana duduk di antara Emak dan Bapaknya sementara Kenan memilih sofa kosong di sebelah Bu Wira."Diminum dulu, Han," pinta Bu Wira ramah.Hana mengangguk dan meneguk sirup selasih di dalam gelas kaca yang sudah Bu Wira sediakan. Tidak ada pembantu di rumah ini, semua memang By Wira yang mengerjakan untuk menghilangkan penat karena seharian hanya di rumah dan menghandle usahanya dari sini."Jadi bagaimana keputusan kamu, Hana?"Hana melirik ke arah Emak dan Bapaknya. Mereka mengangguk samar dan tersenyum di hadapan Hana. Wanita yang baru saja menginjak usia 24 tahun itu menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan."Bu Wira yakin tidak malu mempunyai menantu seperti saya?"Terdengar decak kesal dari bibir Kenan. Hana yang menyadari itu seketika menunduk dalam, takut jika penolakannya membuat Kenan
***Kenan mengepalkan kedua tangan mendengar pengakuan Kevin di depan Bu Wira. Tanpa bersuara, pria berparas tampan dan tegas itu berlalu kembali ke ruang tamu dimana Emak dan Bapak serta Hana masih berada di sana."Pak, kami mau undur diri," kata Hana sungkan. Kenan mendekat dan berkata. "Tunggu sebentar, Mama sedang bicara serius dengan Kevin. Oh ya ... berhenti memanggil saya "Pak" Hana. Astaga, apa kata orang jika calon istri saya memanggil seperti itu."Emak dan Bapak tertawa sementara Hana menggigit bibir bawahnya cemas. Bagaimanapun, jabatan Kenan melekat erat di pikiran Hana."Ma-- maaf.""Lain kali panggil Kenan saja, atau ....""Atau?" Ulang Hana penuh selidik. "Sayang juga boleh," sahut Kenan kemudian. Emak dan Bapak tergelak melihat sikap Hana yang terlihat kesal. Wanita itu mencebik dan membuang muka lantaran malu karena godaan Kenan.Tidak lama kemudian, Bu Wira datang tanpa Kevin. Merasa perbincangan sudah u
***"Brengsek!" Kenan mengumpat dan melayangkan tinjunya ke arah Kevin. Namun sayang, pria yang usianya satu tahun di bawah Kenan itu menghindar membuat pukulan saudaranya hanya mengenai udara."Sedikit saja lo berani ganggu Hana, lo berurusan sama gue, Kev!"Kevin mengedikkan bahu. Dia terlihat tidak merasa takut sedikitpun pada ancaman Kenan. "Sudah gue bilang, kalau lo memang mencintai Hana lebih dari perasaan gue ke dia, jaga dia dengan baik. Gue ikhlas dia bahagia sama lo, Ken ... tapi sekali saja ada tangisan dari kedua mata Hana, gue pastikan lo bakal kehilangan dia selamanya!"Kenan meludah. Harga dirinya seakan dicabik-cabik oleh Kevin. "Cuih! Ancaman lo nggak berlaku buat gue. Ingat itu!"Lagi-lagi Kevin hanya mengedikkan bahu. Ia berbalik hendak kembali ke dalam rumah karena atmosfer di gazebo belakang mulai terasa panas sejak perdebatannya dengan Kenan. "Lo harus ingat, Ken ... gue jatuh cinta pada Hana karena hatinya yang lembut. Dia ada saat lo menghindari gue, lo mempe
***"Terima kasih sudah berusaha menjaga Mama dengan baik," ungkap Bu Wira haru. Kevin melepaskan pelukan, dia terkekeh mendengar ucapan terima kasih yang terlontar dari bibir wanita yang teramat dia cintai dalam hidup."Harusnya Kevin yang berterima kasih, Ma. Tanpa Mama, mungkin aku sudah berada di panti asuhan sejak dulu.""Kamu berhak bahagia, Nak. Kamu ... juga Kenan adalah harta Mama yang tidak ternilai harganya."Kenan lagi-lagi membuang muka. Hatinya terenyuh melihat kasih sayang yang Kevin berikan untuknya juga Sang Mama. Tapi tentu saja pria itu masih memilih bungkam, terlalu gengsi baginya untuk mengakui betapa Kevin adalah saudara yang baik."Mama dan Kenan cukup tau kalau aku pernah menyimpan rasa untuk Hana, tapi setelah melihat Kenan dan Hana yang nampak bahagia, aku paham bagaimana caranya mundur dengan teratur. Mama tidak perlu khawatir aku akan menghancurkan kebahagiaan Kenan. Itu tidak akan pernah terjadi!"Bu Wira mengangguk paham. Dia menepuk-nepuk lengan Kenan se