***"Sepi sekali, Bu, Mas Ari kemana?" tanya Risa saat sudah sampai di rumah.Ari sengaja meminta bantuan Heni untuk menjemput Risa di Rumah Sakit karena sudah diperbolehkan pulang hari ini sementara dirinya sibuk menyusun rencana di kampung halaman Hana."Kerja! Kamu pikir kemana?" sahut Heni ketus. "Sudah jangan banyak tanya, Ibu pusing mau istirahat," sambungnya seraya melengang pergi meninggalkan Risa berdiri di ambang pintu."Tunggu, Bu!" Suara Adrian membuat langkah Heni terhenti, begitupun dengan Risa. Mata wanita hamil itu memicing melihat Adrian yang berkacak pinggang di depan pintu kamar. Risa berdecih kala melihat penampilan Adrian yang semakin tidak terurus."Hari ini juga kita pergi ke rumah orang tua kamu. Kau sudah kutalak, Ris, jadi mau tidak mau harus pergi dari rumah ini."Kedua mata Risa membulat lebar. Refleks kepalanya menggeleng cepat dan menatap mata Heni mencoba mencari pembelaan disana."Tapi, Dri ....""Nggak ada tapi-tapian, Bu. Dia bisa menikah dengan Ari,
***"Ibumu adalah dalang di balik kehancuran rumah tangga kita!" teriak Risa menggebu-gebu.Plak ....Adrian melayangkan tamparan untuk yang kesekian kalinya. Dulu, dia adalah sosok pria yang lembut pada istri dan Ibunya, tapi sejak kebusukan mereka terendus, hilang sudah kasih sayang yang sempat Adrian berikan."Jaga mulutmu! Semua ini terjadi karena kamu dan Ari yang tidak bisa menahan nafsu! Berhenti mengkambinghitamkan Ibu, Risa!"Adrian yang kepalang marah mencekal erat lengan istrinya itu sampai Risa meringis kesakitan. Sungguh, kemarahan yang Adrian perlihatkan saat ini membuat rasa takut tersendiri di hati Risa. "Apa Ibu masih ingin diam saja? Ibu tidak berniat menjelaskan semuanya pada Mas Adrian, hah?"Air muka Heni kembali memucat. Keringat dingin mulai menjalari tubuhnya saat kesalahan dia di masa lalu kembali Risa ungkit di depan Adrian.Heni gelagapan. Kedua manik Adrian menatapnya dengan nyalang. Seketika tubuh wanita paruh baya itu luruh di depan pintu kamar tamu yang
***Risa histeris ketika Adrian menarik paksa dirinya untuk masuk ke dalam mobil. Wanita yang baru saja pulih dari pendarahan hebat itu merengek menolak untuk dikembalikan pada kedua orang tuanya.Apa kata para tetangga jika mereka tahu apa yang sudah Risa perbuat?Bagaimana hancurnya hati kedua orang tuanya ketika mereka tahu putri yang selama ini diagung-agungkan ternyata hamil dengan iparnya sendiri disaat Sang Suami tengah bekerja keras di luar pulau untuk menyokong semua kebutuhannya?"Mas, aku mohon! Bapak bisa membunuhku kalau kamu mengatakan semuanya," ucap Risa di sela-sela tangisnya. "Kau pikir aku peduli?" sahut Adrian tak acuh. "Tugasku saat ini hanya mengembalikan kamu pada Bapakmu, Ris. Setelah itu semua urusan kita selesai, aku sudah mengurus surat perceraian kita.""Mas Adrian!" pekik Risa. "Setidaknya jika bukan demi aku, tolong pikirkan bayi yang sedang aku kandung, Mas. Dia ... dia juga keponakan kamu."Adrian tertawa getir sementara Heni yang baru saja keluar dari
***Faridah melangkah perlahan mengindari serpihan gelas kaca yang sudah berserakan di lantai. "Hati-hati, Mak ...." Suara Risa tercekat ketika Faridah justru menatapnya sangat tajam. "Kenapa, Nak? Apakah kesalahan Risa sangat fatal sampai-sampai kamu ...."Adrian menunduk dalam sementara Risa mencengkeram ujung bajunya dengan dada berdebar menanti penjelasan yang akan keluar dari bibir suaminya."Jawab, Adrian!" bentak Bapak lantang. "Bapak dan Emak bisa terima kalau kamu mengembalikan Risa pada kami, tapi ... beri kami alasan mengapa harus ada perceraian diantara kalian," sambung Bapak pilu. Sebagai orang tua, mendengar putrinya mendapat talak adalah suatu hal yang teramat menyakitkan. "Saya minta maaf jika selama ini belum menjadi suami dan menantu yang baik, Pak," sahut Adrian. Bapak menatap menantunya itu dengan kemarahan yang bersarang di dalam dada. "Cukup basa-basi nya, sekarang jelaskan kenapa Risa kamu ceraikan! Bapak tidak terima anak Bapak dipermainkan, Adrian!""Risa
***"Biar aku antar kamu pulang," ucap Kevin pada Anita yang berusaha berdiri dengan bantuan Hana.Anita mengangguk lemah. Dia merapikan baju yang dia kenakan dan keluar dari kamar beriringan dengan Hana yang sigap sekali memegang tangan Anita."Yakin mau pulang aja, Nit? Nggak nunggu besok pagi atau sampai kamu tenang?"Anita menggeleng, "Ibu dan Ayah bisa membunuhku jika aku tidak pulang ke rumah, Mbak. Aku juga tidak terbiasa menginap di rumah orang lain," sahut Anita sendu.Hana mengangguk paham. Dia mengusap lengan Anita-- wanita yang beberapa hari lalu sudah membuat hatinya terluka dengan banyak kata-kata keji yang sudah dia lontarkan."Kamu yakin bisa mengatasi ini?" tanya Hana lagi."Jangan ikut campur urusan orang! Ini adalah privasi Anita, biarkan dia sendiri yang menanggung akibat dari semua perbuatannya. Lagipula suruh siapa gadis berumur dua puluh dua tahun tidur dengan lelaki lain, jangan menangis kalau sudah hamil begini, hadapi!"Kedua mata Anita berkaca-kaca mendengar
***Yasmin terkulai di lantai setelah mendengar kabar kehamilan putrinya yang baru berusia dua puluh dua tahun. Usia yang masih begitu muda baginya.Fajar kelabakan. Tanpa dikomando, Kevin membopong tubuh Yasmin dan menidurkannya di atas sofa. Anita beranjak mengambil minyak angin dan membalurkannya ke sisi kanan dan kiri pelipis Sang Ibu.Fajar mengusap wajahnya kasar. Kemarahan pada Anita belum tuntas dia keluarkan tapi kini harus terhambat dengan Yasmin yang sedang pingsan."Kamu berhutang penjelasan pada Bapak, Nit. Suruh lelaki itu pulang dan datang besok untuk menikahimu!"Kedua mata Anita membulat lebar. Kevin membuang muka, dia berdiri dan mengulurkan tangan hendak mencium punggung tangan Fajar. Tanpa menoleh, Fajar memberikan tangannya dan Kevin pamit untuk pulang tanpa menunggu Yasmin sadar."Besok saya akan datang, Pak," ucap Kevin tegas. "Segera kabari aku kalau Ibumu sudah sadar," sambungnya dengan menatap kedua mata Anita yang mengembun."Tunggu!" Kevin menghentikan lang
***Sepanjang perjalanan pulang dari rumah Anita, Kevin berkutat dengan pikirannya sendiri. Entah mengapa dia justru mengakui kehamilan Anita padahal jelas-jelas calon bayi itu bukan benihnya. Berulang kali pria tampan itu mendesah berat mengingat tentang keberanian yang sempat ia ucapkan di depan kedua orang tua Anita. Bagaimana caranya mengatakan hal ini pada Bu Wira? Bagaimana menjelaskan kepada Kenan dan Sang Ibu tentang kesanggupannya menikahi wanita yang tengah mengandung anak dari pria lain?Bagaimana jika mereka menolak keinginan Kevin untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang tidak ia lakukan, sementara Ari, pria yang sudah menghamili Anita terkesan menolak untuk bertanggung jawab.Sesampainya di rumah, tepat saat jam makan malam. Kevin mengurungkan niat untuk segera masuk ke dalam kamar dan memilih bergabung di meja makan bersama Kenan dan Bu Wira."Kenapa malam sekali, darimana?" selidik Kenan tak acuh."Besok aku akan menikah, Ma," ucap Kevin tanpa menjawab pertanyaan K
***Ari bangun lebih awal karena ada hal yang ingin dia selesaikan pagi ini di kantor. Kemarin dia mendapat kabar dari salah satu teman dan mengatakan tentang kisruh di kantor akibat ulah Ari yang mengganggu Hana. Mendengar nama Hana selalu saja membuatnya marah dan kesal yang tidak berkesudahan. |Datang ke rumah sekarang juga, Ar! Mas Adrian sudah mengatakan semuanya pada Bapak dan Emak||Kamu janji akan bertanggung jawab, sampai aku mendengar kamu mengejar wanita mandul itu lagi, lihat saja apa yang akan aku lakukan||Balas pesanku, Ari!|Dan masih banyak lagi pesan-pesan yang berisi ancaman dari Risa, namun tetap saja Ari terlihat abai dan segera menghapus semua pesan tanpa membaca keseluruhan."Bapak dan Emak Risa menunggumu," kata Artian, "Kekasihmu sudah Kukembalikan pada kedua orang tuanya, jadi bertanggung jawab lah!""Bukan urusan kamu, Mas!""Terserah! Aku hanya mengingatkan sebelum kedua orang tua Risa datang kemari dan membuat keributan. Jangan bikin malu!"Ari menoleh. M