***
"Kamu darimana?" bisik Emak pada Hana. Wanita cantik itu hanya tersenyum seraya mengusap punggung tangan Emak.
Hana duduk di antara Emak dan Bapaknya sementara Kenan memilih sofa kosong di sebelah Bu Wira.
"Diminum dulu, Han," pinta Bu Wira ramah.
Hana mengangguk dan meneguk sirup selasih di dalam gelas kaca yang sudah Bu Wira sediakan. Tidak ada pembantu di rumah ini, semua memang By Wira yang mengerjakan untuk menghilangkan penat karena seharian hanya di rumah dan menghandle usahanya dari sini.
"Jadi bagaimana keputusan kamu, Hana?"
Hana melirik ke arah Emak dan Bapaknya. Mereka mengangguk samar dan tersenyum di hadapan Hana. Wanita yang baru saja menginjak usia 24 tahun itu menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Bu Wira yakin tidak malu mempunyai menantu seperti saya?"
Terdengar decak kesal dari bibir Kenan. Hana yang menyadari itu seketika menunduk dalam, takut jika penolakannya membuat Kenan
***Kenan mengepalkan kedua tangan mendengar pengakuan Kevin di depan Bu Wira. Tanpa bersuara, pria berparas tampan dan tegas itu berlalu kembali ke ruang tamu dimana Emak dan Bapak serta Hana masih berada di sana."Pak, kami mau undur diri," kata Hana sungkan. Kenan mendekat dan berkata. "Tunggu sebentar, Mama sedang bicara serius dengan Kevin. Oh ya ... berhenti memanggil saya "Pak" Hana. Astaga, apa kata orang jika calon istri saya memanggil seperti itu."Emak dan Bapak tertawa sementara Hana menggigit bibir bawahnya cemas. Bagaimanapun, jabatan Kenan melekat erat di pikiran Hana."Ma-- maaf.""Lain kali panggil Kenan saja, atau ....""Atau?" Ulang Hana penuh selidik. "Sayang juga boleh," sahut Kenan kemudian. Emak dan Bapak tergelak melihat sikap Hana yang terlihat kesal. Wanita itu mencebik dan membuang muka lantaran malu karena godaan Kenan.Tidak lama kemudian, Bu Wira datang tanpa Kevin. Merasa perbincangan sudah u
***"Brengsek!" Kenan mengumpat dan melayangkan tinjunya ke arah Kevin. Namun sayang, pria yang usianya satu tahun di bawah Kenan itu menghindar membuat pukulan saudaranya hanya mengenai udara."Sedikit saja lo berani ganggu Hana, lo berurusan sama gue, Kev!"Kevin mengedikkan bahu. Dia terlihat tidak merasa takut sedikitpun pada ancaman Kenan. "Sudah gue bilang, kalau lo memang mencintai Hana lebih dari perasaan gue ke dia, jaga dia dengan baik. Gue ikhlas dia bahagia sama lo, Ken ... tapi sekali saja ada tangisan dari kedua mata Hana, gue pastikan lo bakal kehilangan dia selamanya!"Kenan meludah. Harga dirinya seakan dicabik-cabik oleh Kevin. "Cuih! Ancaman lo nggak berlaku buat gue. Ingat itu!"Lagi-lagi Kevin hanya mengedikkan bahu. Ia berbalik hendak kembali ke dalam rumah karena atmosfer di gazebo belakang mulai terasa panas sejak perdebatannya dengan Kenan. "Lo harus ingat, Ken ... gue jatuh cinta pada Hana karena hatinya yang lembut. Dia ada saat lo menghindari gue, lo mempe
***"Terima kasih sudah berusaha menjaga Mama dengan baik," ungkap Bu Wira haru. Kevin melepaskan pelukan, dia terkekeh mendengar ucapan terima kasih yang terlontar dari bibir wanita yang teramat dia cintai dalam hidup."Harusnya Kevin yang berterima kasih, Ma. Tanpa Mama, mungkin aku sudah berada di panti asuhan sejak dulu.""Kamu berhak bahagia, Nak. Kamu ... juga Kenan adalah harta Mama yang tidak ternilai harganya."Kenan lagi-lagi membuang muka. Hatinya terenyuh melihat kasih sayang yang Kevin berikan untuknya juga Sang Mama. Tapi tentu saja pria itu masih memilih bungkam, terlalu gengsi baginya untuk mengakui betapa Kevin adalah saudara yang baik."Mama dan Kenan cukup tau kalau aku pernah menyimpan rasa untuk Hana, tapi setelah melihat Kenan dan Hana yang nampak bahagia, aku paham bagaimana caranya mundur dengan teratur. Mama tidak perlu khawatir aku akan menghancurkan kebahagiaan Kenan. Itu tidak akan pernah terjadi!"Bu Wira mengangguk paham. Dia menepuk-nepuk lengan Kenan se
***Setelah pertikaian yang terjadi antara Kenan dan Kevin, dua pria yang usianya tidak terpaut jauh itu memilih saling bungkam satu sama lain. Bu Wira hanya bisa mengelus dadanya berkali-kali karena ia berpikir mungkin dua putranya membutuhkan waktu untuk saling memahami.Kevin keluar dari kamar dan berpamitan untuk pergi. Ia mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Pikirannya yang kusut membuat pria dengan dua lesung pipit itu memutari jalanan kota Surabaya yang padat merayap di hari Minggu.Hatinya benar-benar terasa nyeri setelah Kenan mencecarnya tadi. Kevin kira, dia bisa menyimpan cintanya seorang diri, tapi ternyata ... perasaan itu mudah sekali terendus setelah mereka kembali dipertemukan.Lelaki dengan rahang tegas itu menepikan motornya di sebuah rumah makan sederhana di pinggiran jalan. Dia masuk dan memesan minuman hangat sembari mengotak-atik ponselnya dalam genggaman.Ting ....Satu pesan mendarat sempurna di ponselnya. Senyum getir kembali ia lontarkan ketika membaca
***"Da-- darah?" gumam Hana lirih dengan menutup mulut menggunakan satu tangan."Ya Allah! Keluar darah, itu Mbak Risa berdarah!""Bantu! Ayo, kita bantu!"Depan kontrakan Hana seketika ramai dan ricuh. Beberapa tetangga membantu Risa berdiri dan duduk di salah satu kursi yang terletak di teras. Dengan cepat Hana menekan nomor Ari karena kebetulan tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan disini. "Ha-- halo ...Mbak Risa pendarahan, Mas. Kamu bisa ke tempatku sekarang?"Ari terkekeh, "Jangan membuat alasan, Hana. Aku tau kamu hanya ingin bertemu denganku kan?" sahut Ari jumawa. "Lagipula Risa sedang di rumah Mbak Juli, untuk apa dia datang di tempatmu? Atau ... ini hanya akal-akalan kamu saja biar kita bisa bertemu dan membicarakan rencana pernikahan kedua kita?"Hana menghela napas kasar. Ingin rasanya ia mengumpati Ari saat ini juga jika saja otaknya tidak segera mengingat bahwa Risa sedang butuh pertolongan."Gila," hardik Hana sarkas. "Coba saja bicara dengan Mbak Risa, telingak
***Seperginya Bu Heni, Hana bisa bernapas lega karena keributan yang sempat terjadi kini sudah mereda. Beberapa tetangga yang turut menyaksikan perdebatan sengit di depan kontrakan Hana pun mulai membubarkan diri setelah membantu Risa masuk ke dalam mobil Ari.Entah bagaimana kabar wanita itu saat ini. Yang jelas Hana sedikitpun tidak ingin bertanya atau jika tidak ... ia akan kembali disalahkan oleh Risa padahal jelas-jelas pendarahan yang terjadi adalah karena dorongan kuat dari Bu Heni."Apa tidak sebaiknya kamu pulang ke kampung saja, Han?""Betul apa kata Bapak, Hana. Disini terlalu berbahaya buatmu, Nak," timpal Emak."Setidaknya pulang bersama Emak dan Bapak sampai kamu menjadi istri Kenan," kata Bapak cemas. "Bapak yakin keluarga mantan suami kamu tidak akan menyerah begitu saja. Ibarat sudah ketahuan bobrok, Bu Heni kalang kabut mencari mangsa agar bisa menutupi semua aib yang sudah diciptakan anak dan menantunya."Hana nampa
***"Emh ... aku ....""Tolong, Mbak Hana. Bantu aku satu kali ini saja, aku ... aku benar-benar kalut dan ... dan bahkan rumah Mas Ari saja aku tidak tau dimana alamatnya.""Kamu bisa datang sendiri kesana, Nit. Aku kirim alamatnya sekarang juga.""Tapi, Mbak ....""Maaf, Anita. Tapi masalah kalian bukan urusanku. Kalau kamu mau, aku kirim alamat rumah Mas Ari dan silahkan datang sendiri.""Hu ... hu ... hu ..., Tolonglah, Mbak Hana! Aku tidak tau lagi harus minta tolong pada siapa, yang ada justru nanti Mas Ari bisa saja berkilah di depan keluarganya karena aku datang tanpa saksi."Hana menghembuskan napas kasar. Ingin sekali dia membantu Anita ketika membayangkan bagaimana kalutnya wanita muda itu seperti dirinya dulu, tapi sayang ... otaknya meminta untuk berpikir lebih waras kali ini. Bukan tidak mungkin jika keluarga Ari atau justru Risa yang akan menyerangnya jika dia membantu wanita Ari yang lain."Aku mohon ... Mbak ...."Lagi-- Hana meraup udara membiarkan rongga dadanya pen
***"Apa maksud kamu, Han?""Kenapa panik sekali, Mbak Jul? Santai saja, atau jangan-jangan memang ada sesuatu yang kamu sembunyikan selama ini?"Kedua mata Juli membulat. Dia menatap Hana dengan dada naik turun. "Hati-hati kalau ngomong kamu, Han!""Eh, tapi benar juga kata Hana, tadi malam itu justru aku dengar keributan dari rumah Juli. Kayak barang-barang dibanting gitu," ucap tetangga sebelah rumah Juli.Hana mengatupkan bibirnya. Dia tidak menyangka jika ternyata tebakannya tidak meleset. Padahal Hana tidak tau terjadi keributan apa di rumah Juli, yang Hana tau hanyalaj jika Juli adalah istri simpanan Om-om kaya."Jangan ngarang deh, Bu Sastro! Mana ada saya ribut. Saya dan suami itu selalu harmonis!" elak Juli."Tapi beneran tadi malam saya dengar, apalagi Mbak Juli pakai sebut-sebut nama Lidia, duh, jadi ingat serial layangan putus. Kalau dengar nama Lidia itu selalu kesel, apalagi coba kalau bukan tentang pelakor?""Semoga aja Mbak Juli bukan Lidia di serial itu ya, Bu?" "M