Share

DEWA PENYELAMAT

"Tidak!" teriak Shiera, seketika berdiri.

"Hei, hei, hei ... jangan coba-coba membantah, gadis manis. Kau ikuti permainan kami, atau bersiap angkat kaki dari perusahaan." Vania memicing keji, menatap Shiera penuh benci.

"Aku lebih baik keluar dari tempat laknat itu dari pada harus berurusan dengan kalian semua!"

"Aaah ... begitu rupanya. Baiklah, kalau begitu aku menyerah. Sekarang duduklah kembali, Shiera," kata Ron lembut, mendorong gelas dan botol gin menjauh dari mereka.

Shiera menatap curiga.

"Aah, Shiera. Jangan menatapku seperti itu, sayang. Pak Dave menitipkan mu di meja kami, tentu kami tidak akan berani menyakitimu, bukan."

Shiera tahu itu hanya jebakan belaka, namun ia tetap duduk perlahan, karena Shiera ingat bahwa Dave melarangnya pergi kemana pun.

Sret! Cuup ....

"Urgh!"

Cekrek!

Shiera mendorong kuat tubuh Ron, mengumpat marah.

"Stop mengumpat dan melarikan diri, Shiera, atau foto ini akan menyebar ke seluruh dunia!" Vania mengancam, menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan foto saat Shiera dicium oaksa oleh Ron.

"Aaah, itu foto yang sangat indah, Vania. Kau sangat hebat. Lihat, Shiera tampak sangat menikmati ciumanku, bukan," celetuk Ron santai, dengan nada mengejek. Sialnya, foto itu memang terkesan bahwa Shiera sangat menikmati pergumulannya dengan Ron. Adegan yang seharusnya Shiera berusaha menjambak rambut Ron untuk menjauhkan kepala baunya dari bibirnya, menjadi seolah Shiera sedang sangat menikmati pergumulan itu.

"Buang foto itu, Vania!"

"Maka habiskan dulu minumannya."

"Tidak! Aku tidak minum alkohol."

"Aah, Sayang. Jangan berbohong. Bukankah malam itu kau menikmati meminum tequila bersama kami. Atau, malam ini kau juga ingin melakukannya beramai-ramai seperti waktu itu?" tanya Ron mencibir.

"Bang*at! Kalian semua memang orang-orang paling bere*sek!"

"Ssst ... jangan memancing keributan atau aku akan menyebarkan fotomu, Shiera. Lihat, mereka mulai melihat ke arah kita karena suara jelekmu itu." Vania memelotot kesal.

"Dengar, Vania! Aku bersumpah akan membalas kelakuanmu. Jangan kau pikir aku tidak tahu malam itu kau dan Ron bersekongkol untuk merencanakan semuanya."

Vania tertawa lebar. "Kau gadis pintar, Shiera. Sayang sekali kau begitu lambat mengenali jebakan kecil seperti itu."

Shiera mengertakkan gigi.

"Sekarang, minum ini atau Vania akan menekan tombol kirim dalam hitungan lima, dari seksrang."

"Satu ...."

Shiera menelan ludah dengan kasar, membelalak tidak oercaya menatap Ron dan Shiera.

"Dua ...."

Ragu-ragu, Shiera mengulurkan tangan untuk mengambil gelas yang sudah berisi penuh cairan alkohol yang disodorkan Ron.

"Tiga!"

Shiera mengangkat gelas gin, tangannya gemetar. Namun sebuah tangan terukur, menangkap gelas di tangan Shiera dan menurunkan tangan Shiera dengan perlahan. Shiera cepat mendongak, dan tatapannya jatih pada wajah dingin Dave yang berdiri menjulang seperti seekor beruang di sisinya.

"P-pak Dave ...." panggil Shiera lirih, ketakutan.

"Kau bilang tidak meminum alkohol, Shiera," kata Dave dingin.

"Ya, tapi ...."

"Gin ini berisi kadar alkohol lebih dari 40 persen."

"Bukan begitu, tapi ...."

"Apa kau bermaksud mencicipinya? Kalau iya, tidak seharusnya kau memilih yang ini."

"Saya sudah melarangnya, Tuan. Tetapi Shiera memaksa dan mengancam kami," kata Vania, dengan mulut culasnya yang seperti ular berbisa.

"Tidak!" teriak Shiera seketika.

"Saya saksinya, Tuan. Vania benar, Shiera memaksa kami memberikannya padanya."

Dave menatap Shiera, mengangkat satu alis.

"Pak Dave ...." Shiera menggeleng pelan, tatapannya penuh permohonan.

"Aah, begini saja. Aku akan memesankanmu minuman dengan kadar alkohol yang masih bersahabat bagi pemula, sementara itu karena botol minuman ini telah di buka, maka biar aku dan Ron menyelesaikannya."

Shiera membelalak kaget, menggeleng cepat. "Tidak ...." katanya.

"Kenapa?" tanya Dave, menatap Shiera dengan tatapan mengancam.

Shiera seketika menunduk. "Maksud saya, tidak perlu mengganti minuman saya, Pak. Ini saja."

"Baiklah, kalau begitu bergeserlah. Aku dan Ron akan menyelesaikan botol ini."

"T-tuan Dave, tapi ...."

"Kenapa, Ron?" tanya Dave, duduk tepat di samping Ron. Shiera berdiri untuk berpindah di sisi Vania, namun Dave menahannya.

"Ayo, Ron. Kita mulai."

"T-tuan Dave, maaf sebelumnya. Tapi, Shiera yang memaksa kita untuk memesan ini, jadi seharusnya dia yang bertanggung jawab atas minumannya, Tuan. Shiera bahkan mengancam akan menyebarkan foto pribadi saya di sosial media jika kami tidak menuruti keinginannya. Vania mencoba keberuntungannya untuk menjatuhkan Shiera di depan Dave, dengan wajah memelas.

"Aah, begitu rupanya. Kau licik juga ternyata, Shiera."

"Pak Dave ...."

Dave tersenyum miring. "Baiklah. Aku akan menemui manager hotel dan meminta rekaman cctv di atas sana, sebagai bukti untuk melaporkan Shiera ke polisi atas tindakan mengancam dan meresahkan," kata Dave tenang, mendorong gelas gin ke tengah meja.

Ron dan Vania seketika mendongak, menatap kamera cctv yang berada tepat di atas meja mereka. Wajah keduanya memucat dengan sangat cepat.

"Kau pikir ke mana aku sejak meninggalkan Shiera di meja ini, hah?!" gertak Dave, suaranya kembali dingin dan mengancam. Sorot matanya tajam bagai seekor ceetah yang siap menerkam.

Vania membeku di tempatnya, tidak berani menjawab.

"Ayo, Ron. Ambil gelas pertamamu, dan kita berduel. Kalau aku menang, maka Vania harus menghancurkan ponselnya dan kau di larang keras berada pada jarak kurang dari lima meter dari Shiera. Tetapi kalau kau menang, maka aku akan melepas Shiera sebagai sekretarisku dan keselamatannya pun tidak lagi menjadi tanggung jawabku."

Shiera membelalak lebar. Nekat sekali pria ini. Apa dia yakin bisa menang dari Ron. Ron bahkan sejak belum cukup usia sudah menyelinap keluar masuk bar menggunakan identitas orang dewasa. Bagaimana kalau sampai Ron yang menang. Apa itu artinya Shiera harus menyerahkan diri pada Ron dan Vania, atas sebuah permainan yang sama sekali tidak disetujuinya.

"Sial! bisa-bisanya Dave menggunakan diriku sebagai tropii taruhan, tanpa persetujuanku!" batin Shiera kesal. Tetapi terlambat. Dave bahkan sudah mengambil gelas pertamanya.

Satu, dua, tiga, lima gelas mereka berdua habiskan tanpa bergetar sedikit pun. Wajah Dave memerah, tetapi jauh dari itu semua tampak baik-baik saja, sementara Ron tampak mulai limbung. Gelas kedelapan di tangannya berguling tumpah di atas meja karena tangannya bergetar.

"Kau kalah!"

"Tidak! Aku bekum kalah. Gin ini bekum kosong."

"Tapi kau menumpahkan satu gelasmu, jadi nikamati kekalahanmu, Ron."

"Satu gelas lagi!" teriak Ron.

"Baik. Pegang gelasmu dengan baik."

Ron memegang gelasnya dengan dua tangan, sementara Dave mengisinya.

Tring!

Bunyi gelas beradu, Dave dan Ron mendekatkan gelas ke mulut masing-masing. Dave menenggak habis minumannya dalam sekali teguk, sementara Ron meminum setengahnya dan menumpahkan setengah ke bajunya.

"Kau kalah. Kemarikan ponselmu, Vania."

"Tuan. Saya akan menghapus fotonya. Tolong jangan ponsel saya."

"Perjanjian adalah perjanjian. Kemarikan ponselmu."

Gemetar, Vania mengulurkan ponsel miliknya ke tangan Dave.

"Bukan! Itu bukan ponsel yang dia gunakan untuk mengambil fotoku!" teriak Shiera, menunjuk ponsel di genggaman Dave.

Dave menatap Shiera, kemudian perlahan lehernya berputar, beralih menatap Vania dengan tatapan murka.

Vania cepat-cepat menbuka tas, mengeluarkan ponselnya yang lain. "M-maaf, saya salah mengambil," kata Vania terbata.

Dave mengambil ponsel di tangan Shiera, merampas juga ponsel Ron di atas meja.

"Ambil cek untuk mengganti dua ponsel yang lain, besok di bagian keuangan, termasuk pesangonmu. Kau di pecat!" Dave berdiri, menarik lengan Shiera.

"Tapi, Pak ...."

"Aku tidak memelihara karyawan licik sepertimu!" jawab Dave sambil berlalu pergi, mencengkeram erat lengan Shiera.

"Apa kau bisa membawa mobilku?" tanya Dave di perjalanan kembali menuju temoat parkir.

"B-bisa."

"Aku sangat pusing. Sialah! Apa yang bere*sek itu campurkan pada minumannya."

"A-apakah Pak Dave baik-baik saja? Apa kita perlu ke dokter?" tanya Shiera takut.

"Tidak. Kita pulang, cepat."

Shiera membantu Dave duduk di kursi penumpang, menidurkan sandaran kursi Dave, dan segera berlari ke balik kemudi.

"Maaf, Pak Dave. Tetapi saya tidak bisa menyetir dengan jeceoatan tinggi."

"Lakukan saja sebisamu," kata Dave, matanya teroejam rapat.

Shiera segera memacu mobil secepat nyalinya berani melakukannya.

"Apa saya mengantar Pak Dave pulang dulu? Setelah itu saya bisa pulang menggunakan taksi."

"Tidak. Kau pulang dulu."

"Tapi bagaimana Pak Dave nanti bisa pulang. Bapak tidak aman untuk menyetir sendirian, Pak."

"Ke tempatmu lebih dekat. Aku butuh toilet."

"B-baik, Pak," kata Shiera, mempercepat laju kendaraannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status